31: Ini tidak kunjung berhenti

1.1K 287 79
                                    

Kening bekerut. Takemichi tidak kunjung kembali, apa itu pertanda jika masa depan dalam kondisi yang baik? Sudah hari kedua belas bulan Januari, biasanya hanya berselang satu atau dua hari Takemichi akan kembali ke masa lalu.

Mengulum bibirnya, kemungkinan terbaik adalah Takemichi berhasil merubah masa depan menjadi lebih baik. Bahkan Kisaki yang menjadi sumber masalah sudah berhasil dikeluarkan dari Toman. Jadi, [Name] rasa semuanya sudah membaik.

Menghela nafas, kini segelintir rasa ingin kembali ke masa depan timbul. [Name] tak bisa kembali ke masa depan karena kesadarannya terjebak di masa lalu pada tubuh remajanya.

Bangkit dari duduknya, kedua kakinya melangkah meninggalkan kelas. [Name] pergi menuju kelas Yui, mengecek apa gadis itu ada atau tidak. Di sekolah ini, teman [Name] hanya bisa dihitung dengan jari; Mitsuya, Pehyan, dan Yui. Kini Yui sudah sepenuhnya ia anggap sebagai temannya.

Sepanjang perjalanan, wajah tak berekspresi ia pajang sehingga tak jarang membuat beberapa mata meliriknya. Mungkin mereka masih tak menduga jika murid bermasalah sepertinya sudah beberapa bulan ini lebih niat bersekolah.

Semua tugas sudah [Name] kerjakan dengan baik. Tak ada lagi panggilan guru karena ulah-ulah nakalnya. Secara perlahan, julukan Murid Bermasalah yang mengotori pundaknya berhasil ia bersihkan secara perlahan.

Tiba di depan kelas Yui, pintu kelas terbuka. Namun, mata jelaganya tak mendapati sosok Yui sama sekali. Ini sudah hari keempat gadis itu tidak bersekolah. Berdecak, setelah ini [Name] akan pergi menemui Yui di rumahnya. Tak peduli jika ibu Yui akan mengusirnya, [Name] akan tetap memaksa bertemu dengan Yui.

Rasanya hati tak tenang jika tak melihat sosok Yui. Mengusap wajahnya kasar, kedua kaki kembali bergerak. Meninggalkan wilayah kelas Yui menuju kantin sekolah. Perutnya lapar dan [Name] ingin mengisinya.

Namun, langkahnya terhenti ketika ponselnya berdering. Terperanjat kaget karena dering ponselnya yang terdengar keras sehingga mencuri atensi sekitarnya membuat [Name] segera menjauh dari kerumunan.

Mencari tempat sepi, toilet perempuan menjadi pilihan [Name]. Masuk ke dalam bilik toilet, [Name] segera mengeluarkan ponselnya dan mendapati nama Yui terpampang di layar monitor ponselnya.

Baru saja gadis ini ia bahas, tetapi sudah menelfon saja. Tanpa menunggu lama, [Name] segera menerima telfon tersebut dan mendekati layar ponselnya ke daun telinganya.

"Halo, [Name]."

Tubuh membeku kala mendengar suara Yui yang berintonasi lemah. "Yui, kau baik-baik saja?" tanyanya lembut.

Gadis yang [Name] khawatirkam di sebrang sana terkekeh pelan. "Tolong aku, [Name]."

"Kau ... kenapa?"

"Aku lelah."

Kening [Name] berkerut. Gadis itu mendudukkan dirinya di atas toilet duduk yang masih tertutup rapat atasnya. Kedua mata sontak menjadi serius. "Kau lelah kenapa, Yui? Silahkan bercerita padaku."

Hening, Yui tak langsung menjawab. Suara grasak-grusuk terdengar dari sebrang, Yui seperti sedang melakukan sesuatu dengan suara tiupan angin yang cukup mendominasi. Apa yang gadis itu lakukan sebenarnya?

"Yui, jangan bertele-tele. Katakan langsung pada intinya!" sentak [Name], kesal karena waktunya yang terulur.

"Apa kau menganggapku sebagai temanmu?"

Mendengar Yui bertanya demikian sontak membuat [Name] berdecak. "Kau temanku."

"Syukurlah, aku senang jika kau menganggapku sebagai temanmu."

"Bisa langsung ke intinya, Yui? Aku tak mengerti kau ini kenapa." Dia mulai mendesak.

Lagi dan lagi Yui terkekeh. "Jika kau temanku, sekarang datanglah ke tempat di mana kau suka memandangi langit malam Tokyo."

𝐂𝐇𝐀𝐍𝐂𝐄 || Tokyo Revengers ➖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang