MENGANDUNG SPOILER MANGA!
***
"Kau akan pulang?"
Melihat [Name] merapikan penampilannya membuat Draken bertanya. Draken baru saja selesai mandi dan hendak berpakaian. Mengambil pakaian di kamarnya, Draken justru mendapati [Name] sudah rapih dengan pakaian yang ia kenakan semalam.
Gadis itu mengambil jaket musim dinginnya lalu melipatnya dengan rapi. Membiarkan baju kaos hitam membalut tubuhnya, gadis itu menjawab pertanyaan Draken. "Tidak, aku akan langsung ke salon bibi Kaori saja dan membersihkan diri di sana. Lagi pula aku ada beberapa stel baju yang kusimpan di sana."
[Name] tidak akan pulang ke rumahnya. Jika pun ia pulang ke rumahnya sekarang setelah kabur semalaman, itu hanya akan membuat emosi Takara kian memuncak. Sebenarnya, dengan semakin lama [Name] pulang pun puncak amarah Takara tak ada beda jauhnya. Pada akhirnya [Name] akan tetap berhadapan dengan Takara.
Usai melipat jaketnya, ia meletakan jaketnya di tepi ranjang lalu mendudukkan dirinya. Beralih memasang sepatu sneakernya, [Name] mendongak menatap Draken yang masih berdiri di ambang pintu dengan handuk yang melilit pinggangnya.
"Besok akan ada rapat kan? Tolong jemput aku."
Biasanya jika Toman mengadakan rapat, [Name] akan pergi bersama Baji. Selalu bersama pemuda itu. Namun, kini hal tersebut tidak bisa ia lakukan karena kini Baji telah tiada. Ah, [Name] masih belum bisa melupakan Baji. Bahkan senyuman terakhir pemuda itu masih menbekas kala dia mengatakan ingin bertemu dengannya dikehidupan selanjutnya.
Draken mengangguk singkat. "Itu urusan mudah." Pemuda pirang bertubuh semampai itu menyanggupi permintaan [Name].
Selesai dengan sepatunya, [Name] bangkit sembari mengambil jaketnya. Berjalan mendekati Draken, ketika berpapasan [Name] memegang pundak telanjang Draken dan tersenyum tipis. "Terimakasih untuk kamarnya. Sampai jumpa."
Setelah itu [Name] melangkah pergi. Membiarkan kedua tungkai menyusuri lorong yang terisikan oleh suara desahan mencapai puncak kenikmatan di pagi hari. Masih pagi seperti ini dirinya sudah mendengar suara erotis saja.
***
Rasanya waktu berlalu begitu cepat. Setiap insiden terjadi dalam kurun waktu yang berdekatan. Membuat [Name] sedikit bingung dalam memberikan jeda waktu.
Waktu.
Waktu adalah hal yang berharga dan waktu tidak bisa diulang begitu saja.
Banyak orang sering mengundur-undur waktu berharganya demi bersantai bahkan membuang waktunya. [Name] salah satu dari mereka dulu. Untuk saat ini, [Name] sedang mencoba merevisi dirinya untuk tidak membuang waktu yang ia miliki. Contohnya waktu untuk berbicara bersama Mitsuya.
[Name] ingin membicarakan perihal cara bagimana menghentikan Hakkai untuk tidak meninggalkan Toman. Karena ketika dirinya berdiskusi bersama Takemichi dan Chifuyu mengenai Hakkai, cara yang Chifuyu sarankan memberikan isyarat mencari mati.
[Name] sudah katakan untuk menggunakan cara lain, tetapi Takemichi sepertinya setuju dengan cara Chifuyu. Tak ingin membuang banyak waktu saat itu [Name] pun mengiyakannya saja. Karena sebenarnya, [Name] memiliki caranya sendiri. Cara yang setidaknya lebih berguna.
"Luna, Mana, jangan belarian seperti itu!"
Rumah Mitsuya sangat rusuh ternyata. Kedua adik perempuan Mitsuya tidak mau diam. Mereka berlari ke sana ke mari, bercanda dengan gelak tawa yang begitu riang. Melihat ikatan persaudaraan Luna dan Mana, membuat [Name] hanya bisa menghela nafasnya.
[Name] terkadang iri mengapa dirinya tidak bisa seperti itu dengan Miya. Andaikan semisalnya kedua orang tuanya bisa bersikap adil padanya, mungkin [Name] bisa memiliki hubungan yang baik bersama Miya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐇𝐀𝐍𝐂𝐄 || Tokyo Revengers ➖
FanfictionTak pernah terpikir diri hinanya ini akan mendapatkan sebuah kesempatan besar. *** 12 tahun hidup dalam kegelapan, hanyut dalam kriminalitas dan selalu sendiri membuat [Name] jauh dari kata baik. Sejak menyadari sudah tak ada kebaikan di dalam diri...