36: Dia yang bercerita dan bertanya

809 188 46
                                    

MENGANDUNG SPOILER MANGA!

***

[Name] berkunjung ke makam Takara di malam hari. Tidak peduli betapa sunyi dan redupnya suasana pemakaman, gadis itu tetap mengunjungi makam sang ibu usai menemui Kaori.

Hatinya gundah tak bertuan akibat pembicaraan yang ia lalui bersama Kaori. Kaori meminta maaf, tetapi [Name] tidak memberikan maaf kepada wanita itu. Terkesan jahat bukan? Namun, perlu kalian ketahui beginilah [Name].

Kedua mata yang terlihat datar itu menatap nisan Takara. Hawa sejuk menyerang [Name] hingga menembus tulang dan membuat gadis itu menggertakkan giginya.

Lidah berdecak dengan kedua kaki yang ia posisikan untuk duduk bersila. "Bu, tolong marahi aku."

Dia labil sekali.

Saat Takara hidup, [Name] sangat membenci semua amarah Takara kepadanya. Namun, kini ketika Takara sudah tak ada lagi di atensinya, semua amarah tak beralasan terkadang [Name] rindukan.

Amarah Takara sudah menjadi kebiasaan bagi [Name]. Jadi, ketika sudah tak lagi mendengarnya, ada sesuatu yang lenyap dari hidupnya.

"Kali ini, aku akan menjadi diriku sendiri di depanmu yang tidak pernah kau sayangi." [Name] berujar dengan kepala yang menunduk.

Orang-orang terdekat tahu [Name] membutuhkan teman untuk berkeluh kesah. Namun, gadis ini tetap saja enggan bercerita dan menanamkan kata kuat pada dirinya. Dia tidak ingin membebani orang lain dengan masalahnya sehingga terkadang, masalah menumpuk dan membuat bisikan untuk melukai diri timbul.

Hanya saja, kali ini di depan makam Takara, [Name] akan benar-benar bercerita. Mungkin bercerita kepada mereka yang mati lebih baik. [Name] hanya ingin bercurah, tak mengharapkan timbal balik dengan sederet kata penyemangat.

"Baiklah, mungkin bisa kumulai dari saat aku kecil?" Ujarannya terdengar ragu. Ia mendongak, menatap sendu makam Takara lalu tersenyum tipis. "Sejak aku kecil, kau selalu memarahiku karena tidak bisa menjaga Miya dengan baik. Pun kau juga memarahiku karena aku tidak ingin bermain bersama Miya sehingga dia sering menangis dan mengaduh padamu. Saat itu mungkin kau kesal denganku yang tidak menuruti perkataanmu." Gadis itu menghentikan kalimatnya sejenak kemudian kembali melanjutkannya.

"Hanya saja, aku juga kesal denganmu yang selalu mendahului Miya. Aku tak mengerti, apa yang menjadi pembeda antara diriku dan Miya saat itu. Aku dengannya mirip, kami seiras, lahir dari rahimmu dan sama-sama anakmu. Namun, mengapa perlakuanmu kepada Miya dan aku sangat berbeda?" Bibir tipis itu melemparkan pertanyaannya dengan kening yang berkerut.

Kedua tangan sudah saling bertaut di atas kedua kakinya dan pandangan kembali menurun. "Hingga pada akhirnya aku mengerti apa yang menjadi pembeda antara diriku dan Miya. Dia terang dan aku gelap. Itulah perumpamaan antara diriku dan Miya."

[Name] tak bisa menapik penyebab mengapa dulu Takara lebih menyayangi Miya ketimbang dirinya. [Name] dulu sangat nakal dan keras kepala. Benar-benar susah untuk dinasihati dan suka main hakim sendiri. Lain dari itu, di akademik dia benar-benar bodoh. Nilai sepuluh tak pernah berhasil [Name] dapat sehingga membuat Takara tidak pernah puas pada [Name].

Berbeda pula dengan Miya. Gadis itu sangat penurut. Tak pernah satu pun perkataan Takara ditentang Miya. Selalu gadis itu turuti sekali pun memberati dirinya. Selain dari itu, nilai Miya sangat bagus sehingga sekolah favorit bisa Miya masuki dengan mudah. Takara sangat puas dengan Miya.

[Name] dan Miya memiliki perbedaan nyata yang bisa kau lihat dengan sekali lihat saja. Hanya saja, untuk baik dan buruknya mereka berdua, kau harus mengenal mereka terlebih dahulu.

"Saat aku tahu apa yang menjadi penyebab kau tak menyayangiku, aku mencoba merubah diriku agar bisa seperti Miya. Namun, kau tetap menolak usahaku sehingga aku benar-benar jauh dari kasih sayangmu." [Name] menghentikan kalimatnya. Sekejap, sekelebat kilas masa lalu terlintas.

𝐂𝐇𝐀𝐍𝐂𝐄 || Tokyo Revengers ➖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang