14: Pertengahan bulan

1.9K 453 168
                                    

WARNING! BEBERAPA BAGIAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN TERHADAP ANAK KECIL! HARAP BIJAK DALAM MEMBACA!

Happy reading!

***

Bagi [Name], hidup sampai detik ini adalah hal yang tidak pernah ia duga. Mungkin jika hari itu [Name] tidak berjabat tangan dengan Takemichi, kemungkinan, keesokan harinya ia harus menghadapi hukuman mati dan menikmati kepalanya yang terpenggal dari tubuhnya.

[Name] bersyukur, untuk ukuran manusia hina sepertinya, ia diberikan kesempatan seperti ini adalah sebuah keberuntung. Hidup, bernafas, dan menikmati apa yang belum sempat ia jamah sebelumnya benar-benar sebuah keberuntungan baginya. Meski kini keyakinannya gentar mengenai ini kesempatan atau hukuman. Kendati demikian, [Name] tetap bersyukur untuk ini semua.

Gadis ini, sudah pandai bersyukur rupanya.

"Hanya tinggal hitungan jam saja."

Benar. Hanya tinggal hitungan jam saja hari akan segera berganti. Dua minggu sudah berlalu sejak kematian Baji dan kini November akan tiba di hari kelima belasnya. Hari di mana [Name] dilahirkan di dunia ini.

[Name] tak tahu apakah dulu, ketika ia lahir ke dunia ini kedua orang tuanya menginginkannya atau tidak. Karena yang [Name] tahu sekarang, mereka berdua benar-benar tidak menginginkannya.

"Hujan."

Dalam perjalanan pulangnya dari minimarket, hujan mulai menurunkan rinainya. Secara perlahan hujan kian menderas sehingga memaksa mereka yang berada di jalanan untuk segera berteduh, termasuk [Name].

Gadis bernetra kelam itu berteduh di salah satu halte. Berdiri di dekat tempat duduk halte, kedua matanya memperhatikan jalanan yang masih dilalui oleh mobil dan pengendara motor yang masih menerobos hujan.

Pertama kali tiba di lintas waktu ini, saat itu keadaannya pun sedang hujan. Lain dari itu, hujan sebenarnya mengingatkan [Name] kepada sosok Baji.

Awal mereka bertemu, itu ketika mereka tidak sengaja berurusan dengan orang yang sama dan resmi mengenal ketika hujan turun.

Saat itu [Name] masih berusia 5 tahun. Dirinya melarikan diri dari rumah karena Takara yang terus memarahinya sebab tidak meladeni permintaan Miya yang mengajaknya untuk bermain boneka.

Di usianya yang segitu, [Name] tidak menyukai boneka. Ketimbang bermain boneka, [Name] lebih suka bermain kejar-kejaran atau berlatih bela diri bersama Mikey dan kakeknya Mikey.

Ketika [Name] melarikan diri, yang gadis itu lakukan hanya berdiam diri saja di taman apartemen. Tidak terlalu jauh melarikan dirinya, karena diusia segitu [Name] mau lari kemana?

Hingga, ditengah-tengah lamunannya, seorang bocah laki-laki menghampiri [Name]. Tubuh bocah itu dua kali lipat ukuran tubuhnya. Pipinya sangat tembam dan benar-benar imut, tetapi tidak dengan gaya bicaranya.

"Kau [Name]?!" Bocah itu bertanya dengan nada bicaranya yang kasar. Membuat [Name] mengerutkan keningnya bingung.

"Ada apa?" tanya [Name] sembari kembali berdiri dari duduknya.

Berdiri berhadapan dengan bocah itu membuat ukuran tubuh mereka tidak sebanding.

"Adikku bilang, kau memukulnya!"

Mendengar ucapan bocah dihadapannya ini membuat [Name] teringat dengan peristiwa beberapa hari yang lalu. Saat itu [Name] memukul dan menghajar teman satu blok apartemennya yang bersikap nakal kepadanya.

Adik dari bocah ini menjambak [Name]. Jelas [Name] tidak suka.

"Dia menjambakku, apa aku salah memukulnya dengan kayu?" Pertanyaan gadis ini benar-benar polos dengan senyuman yang tepatri.

𝐂𝐇𝐀𝐍𝐂𝐄 || Tokyo Revengers ➖Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang