Rubi, duduk di tepi ranjang. Melipat rambutnya yang tebal di tekuk dengan karet rambut, lalu bergerak bangun. Di liriknya teman-temannya yang masih lelap. Perlahan, menuju kamar mandi, berwudhu. Melaksanakan ibadah subuh.
Pelan, Rubi membuka pintu kamar, suasana terasa sepi. Kakinya terus melangkah, ingin mencari taman yang dilihatnya dari jendela kamarnya. Setelah menemukan pintu depan, ia membukanya. Menyusuri bagian kiri kastil itu, akhirnya ia menemukan apa yang dicarinya. Oww...sungguh dalam suasana pagi yang masih remang-remang taman itu terlihat sangat indah dan menawan. Rubi takjub.
Berbagai macam bunga ada di depannya, berbagai warna bunga menambah keindahannya. Rubi menghampiri segerombol mawar merah, menghirup aromanya..benar-benar wangi, lalu beralih ke bunga mirip bunga melati di tempatnya dulu. Saking asiknya, dia tidak menyadari sesosok tubuh tinggi besar, mengamati gerak geriknya dari tadi, bibirnya tersenyum tipis melihat pola gadis itu.
Laksa baru pulang lari pagi, ketika akan masuk ke dalam rumah, matanya menangkap gerakan sesosok tubuh berjalan disamping kiri rumah, penasaran dia mengikutinya. Ternyata gadis manis penakluk candiolica.
"Hmmm..." suatu suara membuat rubi kaget. Tubuhnya berbalik. Laksa berjalan mendekati gadis itu. Rubi tertegun. Sinar matahari mulai menampakkan dirinya. Membuat tubuh jangkung itu terlihat memesona diterpa cahaya matahari pagi. Rubi menelai air liurnya diam-diam.
Wajah tampan itu berkilat karena keringat. Baju yang dipakainya basah, mencetak tubuh kekarnya. So sexy...desis Rubi. Oh Tuhan mataku kenapa enggan berpaling. Rubi merasa jantungnya berdetak lebih cepat.
Pria itu berdiri di sampingnya. Bau keringat bercampur citrus dan wood menusuk indra penciumannya. Kepalanya serasa berputar, pusing tiba-tiba menyerangnya.
Jangan sampai aku pingsan di sini, kata Rubi dalam hati berkali-kali."Pagi, Pak."Rubi menyapa gugup.
Pria itu tidak menjawab, hanya mata abunya menatap Rubi tajam. Ada kilatan aneh, berpendar. Rubi akhirnya bergerak mundur beberapa langkah, ingin segera meninggalkan tempat itu. Tapi tubuh tinggi besar itu menghadang jalannya. Rubi terkejut, diangkatnya kepalanya, menatap tak mengerti.
"Mau melarikan diri."
Rubi menggeleng tidak mengerti maksud pria itu. Tubuh pria itu semakin mendekat dan Rubi semakin mundur, hingga tububnya membentur segerombol bunga trompet dia tertahan di situ. Tidak bisa lagi melangkah.
"Maksuk Bapak....apa? " tergagap Rubi menjawab. Ketakutan sekaligus berdebar.
Laksa tidak menjawab. Tubuhnya semakin dekat. Tangannya terulur menyentuh lembut rahang Rubi. Rubi merasa gemuruh dadanya bertalu-talu. Tangan itu begitu lancang, menyentuhnya. Ingin menyentaknya tapi tubuhnya tak mampu bergerak. Melihat reaksi Rubi, Pria itu semakin berani. Perlahan ujung jarinya itu mengelus lembut rahang gadis itu, ke dua mata mereka saling bertatapan, wajah pria itu semakin dekat...dekat...hembusan nafasnya menyentuh hangat wajah Rubi. Tanpa sadar, Rubi memejamkan matanya. Jantungnya semakin kencang berdetak. Ingin berlari, tapi kedua kakinya serasa terpaku di tanah. Ketika merasa sesuatu yang hangat dan basah menyentuh bibirnya, sejenak dia terhanyut. Terdiam. Laksa tak mampu menahan diri. Bibir itu semakin mendesak, menuntut, dan kasar.
Saat itulah kesadaran Rubi muncul menyeruak. Dia membuka matanya. Pria itu menciumnya! Pria yang bukan siapa-siapanya telah mengambil ciuman pertamanya. Sekuat tenaga, di dorongnya dada kekar itu, seraya melayangkan tamparan keras.PLAK!
Laksa mundur beberapa langkah, akibat dorongan Rubi. Kaget akan reaksi gadis itu. Matanya nyalang menatap tajam.Begitupun Rubi. Dia maju mencengkram kuat kedua tangan Rubi. Rubi berontak, namun tak berhasil.
"Apa maksud Kamu."katanya tajam tak terima.
"Berani sekali Bapak menyentuh saya." Nafas Rubi terengah-engah, berusaha menarik tangannya sekuat tenaga.
"Setahu saya kamu tidak menolak. Kamu tidak menghentikan saya dari awal. Apa saya salah saya mengartikan reaksimu." Katanya mengejek. Pandangan merendahkan dilontarkannya ke Rubi.
Rubi tak mampu berbicara, matanya berkaca-kaca. Sakit sekali hatinya.
"Lagian itu hanya ciuman."katanya dingin. Tanpa ekspresi. Lalu melepaskan tangan Rubi kasar. Rubi terdorong mundur beberapa langkah
"Bagi Bapak, mungkin itu hanya sekadar ciuman, tapi bagi saya sangat berarti, hanya seorang suami yang layak mendapatkannya." Kata Rubi parau, Rubi menangis. Bibirnya sudah ternoda. Hatinya lebih sakit lagi. Pria itu bukan kekasihnya tapi sudah menyentuhnya dengan lancang. Dan juga menghinanya. Tak tahan lagi Rubi berbalik, lari sambil beruraian air mata. Meninggalkan Laksa yang diam terpaku di tempat.
Tangannya terulur ingin meraih gadis itu. Tapi tubuh mungil itu terlanjur menjauh. Pria itu mengepalkan ke dua tangannya, geram. Penyesalan menyerbu hatinya. Tidak ada niat untuk menghina gadis itu awalnya. Tapi penolakan Rubi menyulut amarah dan egonya.Tak seorangpun pernah menolaknya sebelum ini. Siapa gadis itu berani sekali menolaknya. Hanya seorang pekerjanya! Maka tak pelak, sebagai pertahanan dirinya, kata-kata yang menyakitkan meluncur begitu saja dari mulutnya.
Sampai kepulangan mereka, Rubi tidak pernah melihat Laksa lagi. Pria itu hilang seperti ditelan bumi. Tidak ada simpati, apalagi permintaan maaf darinya. Rubi merasa sedih sekaligus terhina. Jingga sempat menanyakan kenapa wajahnya muram. Rubi hanya menjawab, bahwa dia kangen rumah. Tidak, dia tidak ingin masalah ini diketahui siapa pun. Biarlah ini menjadi rahasianya. Dengan membawa hati yang terluka Rubi pun kembali menuju Perkebunan bersama Jingga dan rekan-rekannya.
******
Senen 27 September 2021
Don't copy my stories
Bab selanjutnya, apa yaa...tungguu saja, see you soon...
Yang sudah baca, jangan lupa vote dan komennya yaaa...Makasih 🤝
Semangat menebar ilmu&kebaikan😊
KAMU SEDANG MEMBACA
One Upon A Time I Wake Up In A Strange Place (Completed)
FantasiMengisahkan seorang wanita terjebak di suatu tempat yang asing baginya, di suatu tempat perkebunan besar yang mengelola berbagai jenis bunga anggrek. Bekerja sebagai salah satu pekerja yang merawat bunga anggrek langka, dia berhasil membuat anggrek...