Chapter 5 : Nomor Telepon

46 7 8
                                    

Sejak pukul 09.00 pagi tadi, Alvaro, Megan, dan Andreas sedang belajar bersama di kediaman Alvaro. Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 11.00. Mereka akhirnya memutuskan untuk menyudahi sesi belajar bersama hari ini.

“Bagaimana, Dre? Lo ngerti nggak?”

“Lumayan, thanks ya! Kalian sabar banget sih ngajarin gue. Banyak guru les privat yang nyerah ajarin gue.”

My pleasure, Dre. Gue senang bantu lo.”

“Iya, itulah gunanya sahabat.”

“Oh, iya gue numpang ke toilet ya?”

Alvaro dan Megan langsung menatap tajam.

“Kenapa kalian menatap gue gitu?”

“Lo mau ngapain di toilet?”

“Kencing, Meg. Lo jangan curigaan mulu sama gue.”

Okay, gue antar.”

“Harus banget diantar?”

“Harus, gue tunggu lo di depan pintu.”

Megan dan Andreas beranjak dari tempat duduknya.

“Al, gue antar Andre dulu ya?”

Okay, gue tunggu sini.”

Sambil menunggu teman-temannya, Alvaro memutuskan untuk membuka Instagram miliknya.

“Rona punya Instagram nggak ya?”

Alvaro memulai pencariannya. Hanya membutuhkan waktu kurang dari semenit, ia akhirnya menemukan Instagram yang ia cari. @ronasenjaputri. Sayangnya, Alvaro tidak dapat melihat postingannya karena private account.

“Sial, akunnya pakai private, follow dulu deh. Postingannya 10 apa saja sih? Hanya dikit postingan, pakai private segala.”

Tak lama, Megan dan Andreas  kembali.

“Lo lagi ngapain, Al? Kok kayak kesal gitu?”

“Lihat-lihat Instagram. Oh, iya bagaimana Andre nggak coli di rumah gue ‘kan?”

“Buset dah, Al. Ngomongnya jangan keras-keras. Kalau ada yang dengar bagaimana? Malu gue.”

“Biarin, lo ‘kan nggak punya malu.”

“Enak saja, gue masih tahu malu. Jadi please jangan keras-keras ngomongnya.”

“Sudah-sudah, kenapa jadi ribut sih? Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Mumpung weekend.

“Iya, Al. Jalan-jalan yuk! Jangan belajar terus.”

Okay, bentar gue ke kamar dulu. Ambil kunci motor sama jaket.”

Okay, okay.”

Alvaro pergi ke kamarnya. Tak lama, ia kembali dengan memakai jaket serta kunci motor digenggamannya.

“Yuk, berangkat!”

“Tunggu dulu, lo bawa apaan di balik jaket?” tanya Andreas penasaran melihat ada yang mengganjal di balik jaket temannya itu.

“Dus HP.”

“Buat?”

“Gue mau kasih HP gue yang lama ke Rona.”

“Seriusan lo? Memangnya dia bakal terima?”

“Semoga saja. Kita mampir ke rumah Rona dulu ya!”

“Tunggu, Al. Kalau menurut gue, lebih baik lo kasih HPnya ke Kak Eros. Kalau ke Rona langsung belum tentu diterima.”

“Hmm, benar juga kata lo, Meg. Ya sudah, sekarang kita ke VFC untuk temuin Kak Eros. Sekalian kita makan siang di sana.”

“Wah, seriusan? Ada makan gratisan nggak?”

“Nggak ada gratisan, Dre. Kalau lo mau makan bayar, kalau nggak ya udah tonton saja kita makan.”

“Benar banget. Gue setuju sama Al.”

Mereka bertiga pun pergi ke salah satu gerai VFC, tempat Eros bekerja. Sesampainya di sana, mereka langsung disambut ramah oleh Eros.

“Hai, Alvaro, Megan, Andre!”

“Hai, Kak Eros.”

“Silakan pesanannya.”

“Gue pesan Paket Nasi A satu porsi ya! Untuk minumannya cola.”

“Baik, Alvaro. Untuk yang lainnya?”

“Samain saja, Kak. Bayarnya dipisah ya!”

“Baiklah, gue siapkan dulu.”

“Dre, lo ada uang ‘kan? Kalau nggak ya pesanan lo dibatalin.”

“Ada, Al. Lo nggak ada niatan traktir gue gitu?”

“Nggak.”

“Yah, ya sudah. Gue bayar sendiri deh.”

Setelah urusan pembayaran selesai, mereka mulai menyantap makan siang mereka.

“Al, gue mau tanya boleh?”

“Tanya apa, Dre?”

“Resep VFC siapa yang buat?”

“Mama gue.”

“Oh, gitu. Kirain gue lo yang buat. Harusnya Vania Fried Chicken dong namanya, kenapa jadi nama lo?”

“Mana gue tahu, coba lo tanya Mama gue.”

Okay, kalau sempat ketemu gue tanya.”

Sekitar 15 menit, mereka selesai menghabiskan makan siangnya.

“Kenyangnya. Gue selalu puas kalau makan di sini. Porsinya mantap. Cetakan nasinya banyak.”

“Setuju gue. Di tempat lain, kadang nasinya sedikit jadi nggak kenyang.”

Thanks, gue yang kasih idenya.”

“Oh, gitu. Oh, iya kapan lo mau kasih HPnya, Al?”

“Sekarang, kalian tunggu sini ya!”

Okay, Al.”

Alvaro beranjak dari tempat duduknya menghampiri Eros.

“Kak Eros. Bisa kita bicara sebentar?”

“Bisa, tunggu sebentar ya!”

Okay.”

Selesai melayani pembeli, Eros menghampiri Alvaro.

“Apa yang mau kamu bicarakan, Alvaro?”

“Gue mau kasih HP ini buat Rona. Tolong kakak kasihkan ke dia ya!”

“Maaf, Al. Kakak nggak bisa terima ini. Ini HP mahal, Al. Lebih baik kamu saja yang pakai HP ini. Kakak nggak mau ngerepotin orang.”

“Tapi Kak. HP ini memang nggak gue pake. Setiap tahun, Papa selalu beliin gue HP keluaran terbaru. Jadi gue selalu kasih HP lama gue ke orang yang lebih membutuhkan. Kakak terima ya?”

“Maaf, Al. Kakak tetap tidak mau terima. Lagian HP Rona yang rusak sedang diperbaiki kok. Kamu kasih saja ke orang lain ya!”

“Baiklah, gue nggak maksa. Oh, iya gue bisa minta nomor HPnya Rona?”

“Kenapa lo tanya-tanya nomor HP adik gue? Lo suka dia?”

“Nggak, Kak. Gue hanya mau punya nomornya saja. Biar gampang gitu.”

“Oh, gitu. Suka juga nggak apa-apa kok, Al.  Sekarang dia jomlo kok. Nih nomornya, lo catat.”

“Terima kasih, Kak.”

“Sama-sama. Kalau HP Rona sudah benar, lo bisa hubungi dia.”

Okay, Kak. Gue permisi dulu.”

To be continued...
©2021 By WillsonEP
Penasaran dengan kisah selanjutnya?
Jangan lupa vote, comment, dan masukkan ke reading list kalian :)
.
.
Sudah vote?
Terima kasih.

AlvaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang