Chapter 16 : Cheese Cake

28 7 8
                                    

Rona kembali ke ruang tamu membawa nampan yang di atasnya terdapat segelas air mineral dan sepotong kue untuk Alvaro

“Silakan dinikmati, Alvaro.”

“Terima kasih, Tante.”

“Bu, Rona pamit ke belakang lagi ya!”

“Ngapain Rona?”

“Nyuci peralatan tadi.”

“Kamu temani saja Alvaro di sini. Biar Ibu yang nyuci. Alvaro, Tante pamit ke dapur dulu.”

Alvaro tersenyum dan mengangguk.

“Iya, Tante.”

“Kamu duduk Rona, temani dia.”

“Iya, Bu.”

Senja pamit ke dapur meninggalkan Alvaro dan Rona berdua.

“Duduk, Rona. Temani gue.”

“Iya, bawel lo!”

“Ini kue buatan lo?”

“Iya.”

“Ini nggak ada racun ‘kan?”

“Racun? Ya nggaklah, siapa juga yang mau bunuh lo. Paling gue kasih obat pencahar biar lo sakit perut.”

“Serius lo kasih obat pencahar di kue ini?”

“Nggak, gue bercanda. Hari ini gue lagi baik. Silakan makan kuenya.”

Alvaro mulai melahap kue di depannya. Satu, dua suap Alvaro masih tidak percaya akan rasa kue tersebut. Ini adalah cheese cake terenak yang pernah ia makan.

“Lo jago juga bikin kue. Ini cheese cake terenak yang pernah gue makan.”

Thanks,” respon Rona dengan datar.

Alvaro melanjutkan menghabiskan kue tersebut.

“Gue kasih nilai 10 dari 10.”

“Hanya nilai doang nih? Bayarannya mana?”

“Bayaran? Lo minta bayaran?”

“Iya, 25 ribu per potong.”

“Itungan banget sih.”

Alvaro segera mengeluarkan dompetnya, mengambil selembar uang dua puluh ribuan dan selembar lima ribu.

“Nih, uangnya 25 ribu.”

Okay, thanks.”

“Lo nggak ikhlas banget sih ngasih gue. Gue ini tamu, malah ditagih bayaran. Oh, iya minumnya bayar juga?”

“Untuk minum gratis. Mau nambah minum?”

“Nggak, sudah cukup.”

“Baiklah, kalau sudah cukup. Sekarang lo balik. Gue malas lihat muka lo.”

“Bentar rasa kangen gue ke lo belum terpenuhi 100%.”

“Lo menyebalkan banget sih. Okay, gue kasih waktu. Jangan lama-lama!”

“Siap, Sayangku. Jangan galak-galak dong.”

Kalau bukan di rumah, mungkin Rona hendak meninju pria menyebalkan di depannya sekarang. Sangat-sangat menyebalkan!

“Ngomong doang, nanti juga dibuang. Semua lelaki itu pembohong,” batin Rona.

Rona memutuskan untuk memperhatikan langit-langit rumahnya dibandingkan harus melihat wajah pria yang sangat-sangat menyebalkan.

“Ngapain lo liat langit-langit? Mending lihat wajah gue yang ganteng ini.”

“Idih, najis! Lo pulang deh. Gue malas banget lihat muka lo.”

“Yakin lo?”

“Yakin, sana pulang!”

Ponsel Alvaro berbunyi. Ia mendapatkan pesan dari Vania, sang mama. Ia diminta untuk segera pulang entah apa alasannya. Mungkin ia hendak diajak makan malam bersama klien-klien besar lainnya? Atau mungkin ia hendak dijodohkan sama anak klien? Alvaro tak tahu pasti.

“Gue pamit pulang dulu.”

Okay, sana pergi! Jangan ke sini lagi!”

“Nanti kapan-kapan gue ke sini lagi. Gue mau dibuatkan cheese cake  lagi. Cheese cake buatan lo enak.”

Thanks, tapi ini yang terakhir. Gue nggak mau buat cheese cake buat lo lagi.”

“Gue bayar deh. Gue benar-benar suka sama cheese cake buatan lo.”

“Kalau bayar gue bisa pertimbangkan. Sana pulang!”

“Pamit ya, Sayang! Sampai ketemu hari Senin. Oh, iya Ibu lo mana? Gue mau pamit.”

“Masih di dapur mungkin. Gue antar lo.”

Mereka berjalan ke dapur. Namun, ia tidak menemukan sosok Senja di sana.

“Mungkin sudah istirahat di kamar.”

“Oh, gitu. Ya sudah, gue titip salam saja buat calon mertua. Sudah ya!”

“Gue antar lo ke depan.”

Rona mengantar Alvaro ke depan.

Thanks, Sayang buat cheese cake-nya.

“Berhenti panggil gue sayang!”

“Nggak mau. Gue beneran sayang sama lo!”

“Terserah lo! Sekarang pergi dari rumah gue!”

Alvaro mengangguk sambil tersenyum.

“Iya, gue balik sekarang,” jawab Alvaro sambil memakai helm full face berwarna hitam.

“Ngapain lo senyum-senyum?”

“Lucu aja lihat lo marah. Jadi makin cantik. Sudah ya! Gue permisi.”

Alvaro melajukan motornya menjauhi rumah Rona.

“Syukurlah. Akhirnya dia pergi juga.”

Rona merasa lega melihat pria menyebalkan bernama Alvaro telah pergi. Ia tersenyum kecil melihat uang sebesar 25 ribu di tangannya.

“Tapi lumayan juga dapat 25 ribu dari dia. Buat nambah-nambah keperluan sehari-hari. Apa aku mulai jualan lagi ya? Itung-itung bantu Kak Eros.”

To be continued...
©2021 By WillsonEP

AlvaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang