Chapter 17 : Maaf

35 7 4
                                    

Alvaro baru saja tiba di rumahnya sepulang dari rumah Rona. Alvaro langsung mendapatkan pelukan hangat Vania, sang mama.

“Akhirnya kamu pulang juga, Sayang.”

“Mama tumben jam segini sudah di rumah. Ada apa? Mau ajak aku makan malam sama klien-klien lagi? Atau mungkin mau jodohin aku sama anak klien Mama?”

“Nggak, Sayang. Kali ini Mama dan Papa pulang cepat untuk kamu.”

“Alvaro nggak percaya.”

Alvaro melepaskan pelukan Vania.

“Sudah ya! Aku masuk dulu. Alvaro lelah.”

Alvaro masuk rumah. Sementara itu, Vania masih diam di tempat sambil menatap sedih anak satu-satunya yang perlahan hilang dari pandangan. Tak lama, Aldevaro menghampiri Vania.

“Kamu sudah ketemu Alvaro, Ma?”

“Sudah, Pa.”

“Bagaimana kamu sudah bilang ke Alvaro soal kamu yang sudah berhenti dari kantor?”

“Belum, Pa. Alvaro langsung masuk begitu saja. Sepertinya dia sudah terlalu kecewa sama aku. Dia nggak percaya kita pulang cepat untuk dia.”

“Hmm, itu wajar, Ma. Memang kita jarang banget ada waktu untuk dia. Sarapan kita terlalu sibuk sama kerjaan, kita pulang kerja Alvaro sudah tidur. Sekarang, lebih baik kamu mandi. Kamu mau masak makan malam hari ini ‘kan? Alvaro pasti kangen masakanmu.”

“Iya, Pa. Aku mandi dulu ya!”

Vania pamit ke kamar untuk mandi. Sementara, Aldevaro memutuskan untuk menghampiri kamar sang anak.

“Alvaro, boleh Papa masuk?”

“Mau apa, Pa?”

“Papa mau bicara sebentar sama kamu.”

Tak ada jawaban dari Alvaro. Aldevaro membuka pintu kamar secara perlahan. Ia menemukan sang anak sedang berbaring di tempat tidur.

“Papa mau bicara apa sama aku?” tanya Alvaro tanpa menoleh ke arah sang papa.

Aldevaro berjalanan mendekati sang anak. Duduk di tempat tidur.

“Papa mau minta maaf sama kamu, Alvaro. Maaf, kalau selama ini Papa dan Mama terlalu sibuk sama pekerjaan. Semua ini kami lakukan untuk kamu. Papa dan Mama mau memberikan yang terbaik buat kamu. Semua fasilitas yang kami berikan itu untuk membahagiakan kamu.”

“Alvaro nggak butuh semua fasilitas yang kalian berikan. Alvaro hanya butuh perhatian kalian. Hanya itu. Kebahagiaan seseorang tidak dapat terpenuhi hanya dengan harta saja. Butuh kasih sayang dan perhatian.”

“Papa dan Mama akan berusaha memenuhi keinginan kamu itu. Papa akan mengurangi waktu kerja Papa. Papa kerja setiap Senin sampai Jumat saja sesuai jam operasional kantor. Lembur akan Papa kurangi. Sabtu dan Minggu sepenuhnya akan Papa habiskan untuk keluarga dan ibadah. Kamu pegang janji Papa, Alvaro.”

Alvaro membalikkan badannya.

“Baiklah, aku pegang janji Papa. Aku nggak butuh maaf saja, tapi butuh bukti juga.”

“Sekali lagi Papa minta maaf. Papa akan buktikan. Papa permisi keluar dulu ya!”

Okay, Pa.”

Aldevaro keluar kamar.

“Hmm, apa Papa bisa dipercaya? Aku ragu Papa bisa pegang janjinya yang satu ini. Pekerjaan bagi dia 'kan nomor satu.”

—oOo—

Waktu menunjukkan pukul 18.30, tak seperti biasanya keluarga Aldevaro telah berkumpul di ruang makan untuk makan malam bersama. Sudah lama sekali mereka bertiga tidak makan bersama seperti ini.

“Sayang, kamu mau makan apa? Biar Mama ambilkan ya!”

Alvaro diam saja. Vania langsung mengambil piring Alvaro, mengambilkannya nasi serta lauk pauk yang telah ia masak spesial untuk malam ini.

“Ini semua makanan kesukaan Alvaro sudah Mama ambilkan. Dihabiskan ya!”

Alvaro tersenyum kecil.

Thanks, Ma.”

“Sama-sama, Sayang.”

Mereka pun memulai makan malamnya. Selama makan malam berlangsung, tidak ada percakapan di antara mereka. Mereka hanya saling menatap dan tersenyum.

“Bagaimana masakan buatan Mama, Alvaro? Masih enak ‘kan?”

“Masih, sudah lama banget aku nggak makan masakan Mama.”

“Syukurlah kalau kamu suka. Oh, iya Mama mau menyampaikan sesuatu sama kamu.”

“Mama mau bicara apa?”

“Mulai hari ini, Mama resmi berhenti dari kantor.”

“Berhenti? Maksudnya?”

“Mama berhenti bekerja buat urus kamu, Sayang. Mama minta maaf sudah melewatkan banyak momen bersama kamu. Mama terlalu sibuk bekerja dan kurang perhatian sama kamu. Kamu mau ‘kan maafin Mama?”

“Aku pamit ke kamar.”

 Alvaro beranjak dari tempat duduknya meninggalkan ruang makan.

“Pa, aku harus bagaimana ya biar Alvaro maafin?”

“Entahlah, Ma. Alvaro butuh waktu. Kamu terus berikan perhatian kepada dia. Mungkin dengan begitu, Alvaro bisa maafkan kamu.”

“Iya, Pa. Mama akan berusaha.”

To be continued...
©2021 By WillsonEP
Penasaran dengan kisah selanjutnya?
Yuk, vote dan comment jangan lupa!
.
.
Sudah vote?
Terima kasih (◍•ᴗ•◍)♥️

AlvaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang