Chapter 11 : Hujan Kenangan

37 7 19
                                    

Suatu pagi, ketika Rona hendak berangkat ke sekolah. Hujan mengguyur lebat secara tiba-tiba. Memang sejak tadi pagi langit terlihat lebih gelap dari biasanya.

“Sial, pakai hujan lagi. Bagaimana bisa aku ke sekolah kalau hujannya lebat seperti ini? Pakai payung pun pasti bajuku basah. Semoga hujannya nggak lama.”

Rona memutuskan untuk duduk di teras rumahnya sambil menunggu hujannya agak reda. Ia kembali teringat kenangan masa lalunya bersama Rain. Biasanya jika hujan seperti ini, Rain selalu menjemputnya menggunakan mobil dan pergi bersama-sama ke sekolah. Meskipun, bukan Rain yang menyetir melainkan supirnya.

“Selamat pagi, Rona.”

“Pagi, Rain.”

“Hari ini hujan. Kita pergi bareng-bareng ya! Kalau naik angkot, pasti kita basah.”

“Iya, Rain. Makasih ya sudah mau jemput aku.”

“Sama-sama, Rona. Ayo, naik! Nanti kita telat.”

“Okay, Rain.”

“Ah, Rona! Kenapa kamu mikirin Rain lagi? Kamu harus lupakan dia. Dia sudah nggak peduli sama kamu!” batin Rona.

Bayang-bayang kenangan masa lalu di tengah hujan membuat Rona tanpa sadar meneteskan air mata.

“Rain, apakah kamu masih peduli sama aku?”

Hujan tak kunjung reda. Hujan turun malah semakin lebat. Tak lama, Senja keluar.

“Rona, hujannya deras banget. Kamu hari ini nggak usah sekolah saja ya? Percuma kalau kamu paksakan berangkat, bajumu bisa basah semua.”

“Iya, Bu. Hari ini juga Rona nggak ada ulangan juga. Jadi Rona bisa izin.”

Tiba-tiba sebuah mobil datang dan berhenti tepat di halaman rumah.

“Rona, itu mobil siapa? Kamu kenal sama mobil itu?”

“Nggak, Rona sama sekali nggak kenal. Apa mungkin Rain sudah pulang dan mau jemput aku?”

“Rain? Memangnya dia sudah ngabari kamu? Dia bukannya masih di luar negeri?”

“Belum sih. Rona hanya tebak-tebak saja. Jujur, Rona masih sangat mencintai dia, Bu. Rona kangen sama Rain.”

“Kamu yang sabar ya, Sayang. Ibu yakin kamu bisa move on dari dia.”

Beberapa saat kemudian, pengendara mobil itu turun. Pengendara itu adalah Alvaro. Ia sengaja datang untuk menjemput perempuan yang dicintainya itu agar tidak harus basah-basah ke sekolah.

“Hai, Rona, Tante. Selamat pagi.”

“Pagi, Alvaro,” jawab Senja ramah.

“Lo ngapain ke sini?”

“Rona, kamu nggak boleh gitu sama temanmu. Bicara yang sopan. Maaf ya, Alvaro.”

“Tidak apa, Tante. Galak juga tetap cantik kok.”

“Ah, Alvaro bisa saja. Oh, iya Alvaro ke sini ada apa ya? Mau jemput Rona?”

“Iya, Tante. Saya ke sini memang mau jemput Rona. Kasihan kalau Rona harus hujan-hujanan ke sekolah. Boleh, Tante?”

“Tante sih setuju saja. Rona, lebih baik kamu pergi bareng Alvaro saja ya? Daripada kamu tidak sekolah.”

“Hmm, benar juga. Ya sudah, gue ikut lo.”

“Nah, gitu dong. Tante, saya pamit dulu ya!”

“Bu, Rona pamit dulu.”

“Iya, kalian hati-hati. Belajarnya yang semangat!”

“Siap, Bu.”

Alvaro dan Rona masuk mobil.

“Pakai seat belt-nya.”

“Iya, bawel.”

Rona mulai menarik seat belt di sampingnya. Namun, seat belt tersebut agak macet.

“Kenapa?”

Seat belt-nya macet.”

“Biar gue bantu.”

Alvaro mendekatkan dirinya, meraih seat belt milik Rona.

“Mobil mahal kok seat belt-nya macet?”

“Gue belum sempat perbaiki.”

Beberapa saat kemudian, Alvaro berhasil memakaikan Rona seat belt.

“Sudah. Kita jalan sekarang ya!”

Thanks, Rain.”

“Rain? Gue bukan Rain.”

“Eh, maksud gue… thanks, Al.”

“Sama-sama.”

Selama beberapa saat, tidak ada perbincangan di antara mereka. Alvaro lebih memilih fokus menyetir dan menenangkan jantungnya yang tadi sempat berdegup lebih cepat karena berdekatan dengan Rona. Sedangkan Rona, ia kembali teringat masa-masa indah bersama Rain, sang mantan.

“Rain, kenapa bukan kamu yang ada di sisiku sekarang?Aku rindu sama kamu,” batin Rona sambil melirik sedikit pria di sampingnya.

“Kenapa lo lirik-lirik gue? Sudah mulai naksir?”

“Idih, gue naksir sama lo? Itu nggak mungkin.”

“Yakin lo?”

“Yakin. Gue nggak mungkin naksir sama lo.”

“Oh, gitu. Kita lihat nanti deh. Masa depan siapa yang tahu.”

10 menit berlalu. Sekitar pukul 06.40, mereka tiba di sekolah. Alvaro memarkirkan mobilnya di basement.

Thanks, sudah antar gue. Gue duluan.”

“Tunggu, Rona.”

“Apaan lagi? Mau minta bayaran?”

“Nggaklah, gue ikhlas antar lo. Pulangnya lo bareng gue lagi ya?”

“Gimana nanti.”

Rona turun dari mobil dan langsung menuju kelas.

“Gue bakal jadi pacar lo.”

To be continued...
©2021 By WillsonEP
Halo, halo author back!😊
Pada nungguin nggak nih?
Hehehe...
Jangan lupa vote, comment, dan tambahkan ke reading list/library kalian ya!
Terima kasih.

AlvaronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang