🐿️ Part 24 🐿️

113 22 0
                                    

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

"Persiapan pernikahan kalian sudah sampai mana?" Untuk sesaat Kayla memandang Revin yang juga menatapnya. Mendapatkan pertanyaan itu entah kenapa lidahnya terasa kelu.

Esline yang menyadari suasana mencoba mengambil alih. Ia mendekati suaminya dan memegang pundaknya pelan. "Papa ini baru saja sadar sudah menanyakan pernikahan Revin dan Kayla. Istirahat dulu, Pa. Baru kita pikirkan."

Darren menatap istrinya." Tidak apa, Ma. Karena Papa ingin pernikahan ini dilaksanakan dengan cepat."

"Tap—"

"Bagaimana, Vin?" tanya langsung pada sang putra. Tidak memberikan kesempatan istrinya berbicara.

Revin yang melihat pancaran wajah Kayla dan mamanya beralih menatap sang papa. Ia tersenyum sembari berkata, "Besok kita sudah fiting baju di butiknya Tante Farah, Pa."

"Oh, ya?" Lihatlah wajah yang baru saja tersadar itu. Dia terlihat sangat bahagia sekali. "Bagus-bagus. Kalian memang anak-anak pintar. Maaf Papa tidak bisa membantu banyak karena kecelakaan sialan itu," desisnya.

"Tidak papa, Om. Yang terpenting Om sudah sadar dan sehat kembali."

Melihat calon menantunya yang berbicara mengembangkan senyum di wajah Darren. "Kamu benar, Nak. Yang penting Papa sudah sadar dan bisa melihat pernikahan kalian."

Kayla yang mendengar itu menarik senyum segaris. Entah apa yang ia rasakan, hanya saja ada sesuatu yang terasa mengganjal. Ia beralih pada sang papa ketika merasakan tepukan di pundaknya. Bisa dilihat senyuman yang selalu menenangkan terbit bersamaan dengan mata berkaca.

"Anda benar, Pak. Rasanya seperti mimpi kalau saya akan melepaskan putri satu-satunya pada suaminya kelak. Rasanya baru kemarin saya mendengar suara tangis pertamanya ketika almarhumah mamanya melahirkan," ucapnya haru. Tidak terasa sebuah air mata jatuh membasahi pipi Pak Indra.

"Papa ...," ucap Kayla yang seperti merengek. Ia menghapus air mata papanya lalu memeluk tubuh itu erat. Membuat semua yang melihat menjadi ikut merasakan haru.

Pintu yang tiba-tiba saja terbuka mengalihkan semua perhatian mereka. Dua orang berseragam aparatur negara datang mendekati brankar. "Selamat siang, Pak," sapa seorang polisi berbadan tambun dengan kumis tipis. Kalau dilihat-lihat usianya tidak jauh berbeda dengan Darren Gautama.

"Siang, Pak. Ada apa, ya?" Revin yang mengambil alih pertanyaan. Ia berdiri tepat di samping brankar sang papa.

"Begini, Pak. Mengenai kasus yang menimpa Pak Darren beberapa waktu lalu. Kami sudah menangkap pelakunya."

"Syukurlah," sahut semua orang yang ada di sana?"

"Kalau boleh tahu siapa ya, Pak. Dan ... apa motif dia menabrak mobil papa saya?"

Unexpected DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang