🐿️ part 2 🐿️

203 37 6
                                    

Part 2

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🍃🍃🍃🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🍃🍃🍃🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️


Mobil Pajero hitam itu melaju di jalanan Mastrib Surabaya selatan, pemuda yang tak lain Aldrift itu tengah mengemudi dengan perasaan sedih. Kejadian semalam menggoreskan luka di sudut hatinya, semakin menyesakkan karena pelakunya bukan orang lain, melainkan sang papa.

Kendaraan roda empat dengan warna gelap itu berbelok pada sebuah cafe. Pelataran paving yang ia hafal membuatnya mudah memarkirkan kendaraannya. Aldrift turun dari mobil, memasuki cafe lalu berjalan menuju pintu berwarna cokelat yang hanya boleh dimasuki orang penting saja.

Suasana hening saat ia membuka pintu, tanpa memandang teman-temannya, ia kembali memasuki pintu lain di ruangan itu.

Pemuda bertubuh tegap menjatuhkan diri pada sofa cokelat di ruangannya, menarik napas dalam berharap rasa sesak bisa berkurang. Mata yang sebelumnya kering kini kembali berkaca, membentuk bendungan kristal yang siap dijatuhkan. Tidak, ia sedang berada di tempat yang tidak tepat untuk menangis saat ini. Segera ia mengusap wajah kasar, lalu berdiri memasuki kamar mandi di ruangannya. Dibasuh wajah lusuh itu dengan air segar, berharap para sahabatnya tidak mengetahui apa yang sedang terjadi pada dirinya.

Saat keluar dari kamar mandi, ia mendapati keberadaan salah satu sahabat yang sudah duduk di kursi seberang meja kebesaran miliknya. Tidak ingin Candra mengetahui sesuatu yang berusaha ia sembunyikan, Aldrift memalingkan wajah dengan segera, meraih sapu tangan pada saku celana dan mengeringkan wajah yang masih basah.

Pemuda dengan luka jahit di dahi itu sangat tahu sahabatnya Candra, pemuda bertubuh bongsor itu sangat pandai melihat sesuatu yang disembunyikan teman-temannya, termasuk dirinya. Bukannya ia menyembunyikan sesuatu, dia hanya tidak ingin berbagi kesedihan atau pun masalah, meskipun itu hanya secuil saja.

Ah. Bagaimana ia bisa lupa. Seperti yang dirinya tahu siapa Candra, Candra pun juga sama. Apalagi, pria bertubuh bongsor ini adalah salah satu teman yang tidak mudah untuk dibohongi. "Ayo katakan!" Tuntutan itu membuatnya menyerah. Duduk di kursi tepat di hadapan Candra, Aldrift mulai menceritakan apa yang terjadi.

Senyum miring tercetak jelas di wajah pemuda dengan tahi lalat di hidung. "Jangan dipikirin. Bokap lo nggak nganggap lo, masih ada kita di sini. Nggak usah ngenes gitu. Yang penting, lakuin aja sesuatu yang bener," ucap Candra. Pemuda menggunakan kaus hitam yang dilapisi kemeja hitam pula itu bangkit, menepuk pundaknya sekejap lalu keluar dari ruangan.

Tepat saat pintu tertutup, ia memutar kursi ke arah kanan, pada dinding kaca yang memisahkan ruangannya dan area kawasan dalam cafe. Dari sini, ia bisa melihat kegiatan luar yang tengah sibuk melayani para pelanggan yang berkunjung. Ini adalah kaca satu arah. Di mana hanya dirinya saja yang bisa melihat keadaan di lain sisi.

Unexpected DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang