11. Rezza Really Cares About Aira

11 12 0
                                    

Hari-hari Aira di lalui dengan berbagai jenis gosipan tak jelas di sekolah, tapi ia sekarang sudah terbiasa dan bahkan tidak merasa terganggu, yah mungkin ia sadar dirinya juga memiliki rasa terhadap Rezza

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari-hari Aira di lalui dengan berbagai jenis gosipan tak jelas di sekolah, tapi ia sekarang sudah terbiasa dan bahkan tidak merasa terganggu, yah mungkin ia sadar dirinya juga memiliki rasa terhadap Rezza.

"Ra!, udah di tunggu sama Rezza!," teriak Fatma dari ruang tamu.

Ditunggu Rezza?, yang benar saja, apa yang harus Aira katakan pada Dena jika tidak ke sekolah bersama.

Aira masih di dalam kamar, ia ragu-ragu untuk turun ke bawah, baru kali ini Rezza mengajaknya berangkat sekolah bersama, pastilah jika warga sekolah melihat, akan semakin membesar gosip murahan itu. Baiklah, tidak ada pilihan, mana mungkin Aira menolak, dengan jantung berdebar kencang Aira melangkah menuju ke bawah.

"Nah tuh Aira. Ra, tadi Bundanya Dena telepon Ibu, katanya Dena hari ini nggak masuk sekolah, dia lagi ada acara keluarga." ucap Fatma menanti Aira.

"Assalamualaikum, Ra," ucap Rezza memberi salam ketika Aira sudah berdiri di hadapannya.

"Wa'alaikumsalam, Rezz," jawab Aira malu.

"Aku tau Dena hari ini nggak masuk sekolah, itu kenapa aku berinisiatif buat berangkat bareng kamu," cetus Rezza yang sedang menunggu sambil duduk di shofa ruang tamu.

Aira tersenyum kikuk

"Yasudah berangkat sekarang aja," perintah Fatma agar mereka tidak menghabiskan banyak waktu lagi untuk bertanya-tanya.

"Bu, Aira dan Rezz berangkat dulu." Aira dan Rezza bergantian menyalami Fatma.

"Assalamualaikum," ucap Aira dan Rezza bersamaan. Mereka keluar dari rumah, Fatma mengantar hingga depan, ia juga telah menggunakan seragam guru.

"Wa'alaikumsalam."

Sepeda Rezza melesat dengan cepat, Aira menatap punggung lelaki yang sedang fokus mengayuh sepeda, kenapa semakin hari ia semakin senang jika berada di dekat Rezza, sejak hari pertama ia berkunjung ke rumah Rezza mereka semakin dekat, ditambah rutinitas Rezza setiap Sabtu dan Minggu pagi datang ke rumahnya untuk les privat.

Sejak Rezza mengatakan bahwa ia akan sekolah di pesantren, Aira sering memikirkan apakah ia bisa melupakan Rezza atau tidak, karena yang namanya suka terhadap seseorang yang jauh dari kita adalah sesuatu yang menyesakkan dada. Begini yah rasanya jatuh cinta?, segitu sedihnya yah kalau orang yang kita suka mau pergi?, ah kenapa kisah cinta pertamanya akan berjalan seperti ini. Kalau saja Aira tahu dari awal Rezza akan pergi jauh mungkin ia akan melapisi hatinya dengan benteng yang kokoh, kalau saja Rezza tidak akan pergi mungkin ini akan menjadi kisah cinta yang indah baginya, kalau saja, kalau saja, ah sudahlah, jangan berandai-andai, karena seluruh peristiwa yang ada di muka bumi ini adalah ketentuan sang maha pencipta. Yah ini adalah takdir, Ifah selalu mengingatkannya bahwa jangan menyalahkan takdir, karena jika kita menyalahkan atau tidak terima dengan ketentuan, itu artinya kita juga menyalahkan sang Kholiq. Ia juga ingat betul, mungkin sesuatu yang menurut kita buruk, bisa saja jalan yang terbaik bagi kita, karena kita hanya manusia, yang tidak tahu apa-apa, takdir memang selalu memiliki kejutan yang mungkin tidak terduga, baiklah saat ini ia tidak akan memikirkan soal kepergian Rezza, ia harus ingat pesan Ifah.

After FarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang