Aira, gadis yang tengah duduk di bangku SMA Kelas X Semester 2, 'dikenal namun tidak mengenal' begitulah kiranya kalimat yang dapat menggambarkan sosoknya. Kehidupan sekolahnya sangat tenang dan damai, hingga suatu saat ia terseret oleh gosip yang d...
Kriiing Bel pulang sekolah berbunyi, semua orang berhamburan keluar dari kelas masing-masing, Aira dan Dena seperti biasanya, pulang sekolah bersama. Sejak Istirahat pertama Aira sama sekali tidak bicara apapun dengan Ifah, Ifah berusaha untuk mengatur kesalahpahaman Aira tapi nihil hasilnya, sedetik pun Aira tidak mendengarkan atau merespon Ifah.
"Ra, jangan gitu dong, masa gara-gara Rezza kamu jadi jadi musuhan sama Ifah sih," bujuk Dena ketika mereka sudah berjalan meninggalkan lapangan sekolah.
"Den, ini bukan soal Rezza doang, tapi ini soal temen makan temen, aku gak nyangka Ifah bisa nikung aku," sergah Aira dengan nada bicara yang tinggi.
"Ra, sadar, Ra, jangan cuma gara-gara cinta persahabatan kita jadi bubar, kasian Ifah, dia gak punya temen deket selain kita," kata Dena.
Aira menatap Dena sambil menghentikan langkahnya,"kenapa sih semua orang jadi sering ngomongin Ifah Ifah Ifah, Ifah aja terus yang dikasihani," bentak Aira lalu berjalan meninggalkan Dena.
Dena menatap punggung Aira, ia tak habis pikir temennya berubah menjadi sangat egois, berbeda sekali dengan Aira yang dulu, Aira yang lapang dada, Aira yang pengertian, Aira yang ceria, sekarang...
"Den, mana Aira?," celetuk Rezza yang tiba-tiba saja berada di samping Dena sambil mengendarai sepedanya.
Dena mengerutkan keningnya.
"Dena, mana Aira cepetan?," desak Rezza.
"Udah jalan duluan," jawab Dena cepat.
Tanpa pamit, sepeda Rezza melesat dengan cepat dan menghilang dari pandangan Dena tepat saat di tikungan.
"Aira, berhenti!," panggil Rezza yang kini menghentikan sepedanya persis di depan Aira, Aira sontak berhenti dan berniat untuk mengabaikannya.
Rezza meletakkan sembarang sepedanya.
"Ra, jangan salah paham dulu," ucapnya sambil meraih tangan Aira.
Aira berusaha melepaskan cengkraman tangan Rezza, tapi sayangnya tenaganya tak mampu untuk melawan tenaga Rezza yang lebih kuat.
"Ra jangan lepasin, jangan buat aku pegang tangan kamu lebih kenceng," titahnya.
Aira membuang muka.
"Ra, jangan salah paham gini," ujar Rezza, kalau saja Rezza saat ini memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaannya terhadap Aira, pastilah ia akan mengatakannya sekarang juga, tapi sayang, Rezza belum mampu mengatakannya, jujur selama ini ia baru pertama kali merasakan suka terhadap lawan jenis, ia belum berpengalaman, bisa-bisa ketika ia hendak mengatakan suka malah dirinya kaku, Rezza tak pandai bermain kata, ia bukan puitis, sungguh ia tak tahu harus mengatakan apa untuk menggambarkan perasaannya.
"Ra, tatap mata aku, mungkin saat ini aku belum bisa mengatakan, tapi please tatap mata aku, kamu bisa memahami sendiri," titah Rezza dengan suara lembut sambil menatap mata Aira yang berkaca-kaca.
"Kamu bisa aja ngomong gini, tapi perasaan kamu bicara lain," sergahnya, Aira tak berani menatap wajah apalagi mata Rezza, ia masih saja membuang muka.
Aira melepas tangannya, ia pergi tanpa mau lagi meladeni Rezza, air matanya mengalir, ia telak terbakar oleh api cemburu. Aira berjalan tanpa melihat kanan-kirinya, lengannya berulangkali mengusap air mata yang semakin deras.
Rezza kini sudah kehabisan kata-kata, ia kaku dibuatnya, ia hanya pasrah, dirinya melihat Aira yang berjalan menjauh, beberapa detik kemudian, adegan bagai di slow motion, ketika Aira hendak menyeberang jalan, tanpa menengok kanan-kiri, sebuah mobil pickup melaju kencang dari arah barat, Aira tidak sadar musibah telah datang di depannya.
Sontak Rezza melihat Aira yang hampir tertabrak langsung dengan cepat menaiki sepedanya guna menarik Aira berharap sempat mencegah kecelakaan terjadi.
"AIRA AWAS!," teriak Rezza dalam jarak 5 meter dari Aira.
Brakk Mobil pickup telak menabrak tubuh Aira. Rezza jelas melihat peristiwa itu tepat di depan matanya, ia gagal menyelamatkan Aira, kini yang ia lihat adalah orang yang ia sayangi terkapar tak berdaya dengan kondisi kepala dan mulut yang mengeluarkan darah segar.
"Aira, Aira, Aira," panggil Rezza di telinga Aira sambil meletakkan wajah gadis itu di pangkuannya.
"Tolong...!," teriak Rezza, air mata mengalir deras hingga menetes di pipi Aira.
🌼🌼🌼
Lelaki bertubuh tinggi lengkap dengan pakaian seragam tengah menangis didepan pintu sebuah ruangan IGD, air matanya tak kunjung berhenti mengalir, segala doa ia panjatkan kepada sang Illahi demi keselamatan Aira.
Ia tidak sendiri di sana, ada dua wanita yang sejak sepuluh menit yang lalu datang karena mendapat kabar soal kecelakaan di persimpangan jalan, kebetulan Rezza membawa ponsel di sekolah, jadi ia dapat dengan segera menghubungi orang tua Aira dan Mamihnya-Halwa.
Ia merasa bersalah, kecelakaan Aira terjadi seusai perdebatan, mana mungkin seseorang bisa tenang setelah melihat sebuah kecelakaan di depan matanya, terlebih korbannya adalah seorang yang disayangi. Mengenaskan, ia tak tahu bagaimana kondisi Aira di dalam ruangan, ia mempercayai penuh kepada Allah dan para petugas medis.
"Rezza sini duduk," titah Fatma yang melihat Rezza sedari tadi hanya berdiri di depan pintu IGD dengan isakan tangis.
Rezza menoleh, ia mendekati Fatma hingga jaraknya hanya tinggal sekitar dua langkah saja, ia merendahkan tubuhnya sambil menatap mata Fatma, "Bu, maafin Rezza. Ini semua gara-gara Rezza, Aira kecelakaan gara-gara Rezza," ucapnya lemah, sesekali ia mengusap air matanya yang tak kunjung berhenti mengalir.
Fatma tersenyum, ia menatap mata yang penuh dengan air mata, "bukan salah kamu, semua ini adalah ketentuan," kata Fatma.
"T-tapi.. kalau Rezza gak buat Aira marah, mungkin kejadian ini gak akan terjadi," ungkap Rezza dengan tangis yang semakin menjadi.
"Rezza jangan merasa bersalah gitu, yang penting sekarang kita doa buat Aira aja," pinta Fatma sembari menahan air mata yang hampir mengalir, ia tak boleh terlihat sedih di depan Rezza, ia sangat yakin anak semata wayangnya akan selamat dan segera sembuh.
"Fatma," panggil Halwa lembut.
Yang dipanggil menoleh.
"Soal administrasi perawatan Aira di rumah sakit biar aku aja yang nanggung," ucap Halwa.
Fatma tersenyum, "nggak usah Halwa, semua biaya Aira aku yang nanggung, in syaa Allah tabunganku cukup untuk bayar operasi sama biaya rawat jalan Aira," tolak Fatma dengan ramah.
"Gak papa Fatma, anggap aja ini pemberian dari Rezza buat Bu Fatma selaku gurunya. Alhamdulillah Rezza udah lancar Bahasa Inggris-nya."
"Itu karena Rezza yang semangat belajar, aku cuma mengarahkan," ungkap Fatma sembari menoleh ke arah Rezza yang sekarang sedang berdiri termangu di depan pintu IGD.