⁰⁵

10.2K 1.2K 229
                                    

Ada satu hal yang Renjun baru sadari setelah dirinya mulai tinggal di apartemen Jeno, pemuda itu tidak memajang foto ayah dan ibunya sama sekali, bahkan semua hiasan dinding pun hanya gambar-gambar biasa layaknya jepretan foto random. “I suppose his relationship with his parents are not good,” gumam lirih, ia melempar tatap ke sekitar ruangan. Jeno tidak melarangnya masuk ke bagian mana pun tempat ini, dan jujur ia malah dibuat bingung dengan perubahan sikap tiba-tiba lelaki itu. “He ignores my existence.. that's weird since he was so mad about the idea of marrying me..”

Benar, ini terlalu janggal.. selepas insiden alat bantu dengar itu, Jeno belum kembali lagi ke apartemen selama tiga hari berturut-turut. Namun apa yang lebih baik dari itu? Harusnya Renjun bersyukur sebab secara tak langsung ia dapat kesempatan melepaskan diri tanpa takut akan konsekuensi, tapi yang dilakukannya malah merenung diam setiap waktu. Sesuatu seperti ‘haruskah aku kabur? apakah dia akan mencariku?’ beberapa kali penuhi kepala, memancing berma terbit di permukaan pipi hingga telinga. “What are you thinking about, Rein.. stop it..” monolognya malu.

Oh tunggu, benar juga.. saat malu, tak jarang bukan hanya wajah seseorang yang memerah, namun telinganya juga. Kalau begitu, apakah penyebab kalimat Jeno terbata seketika waktu itu sama seperti apa yang terjadi padanya sekarang?

But what he had ashamed of?” Renjun berpikir, ia ayun tungkai kurus ke tepian balkon, tempat indah untuk memanjakan mata dengan pemandangan kota. Malam ini sedikit berangin, ia jadi harus repot menyiah surai panjang ke belakang berkali-kali. Jangan tanya mengapa ia masih mengenakan itu, sebenarnya identitas baru ini cukup buatnya nyaman.

Paling tidak untuk sementara di mana ia sedang ingin melupakan kehidupan lalunya sejenak.

I don’t even know anymore either these are good or bad for me..” pandang dialihkan ke bulan cemerlang nun jauh di angkasa, ini pertama kali setelah sekian lama Renjun rasakan ketenangan dalam hidup tanpa harus memikirkan hal lain.

I know, they don’t even care about me.. since the very beginning, they wished I had never been born.” setetes bening jatuh meninggalkan jejak basah di pipi hingga dagu, untuk pertama kalinya juga Renjun benar-benar merasakan kebencian besar pada orang tuanya. Perasaan sesak yang selama ini berusaha ditahan pelan-pelan menunjukkan wujud asli.

Kelopak terpejam, angin berembus tak lagi mengusik selain justru jadi penenang batin. Bunyi serangga-serangga malam, daun-daun berkerisik ditiup angin, dan samar-samar dialog dari kehidupan kota.. semua itu dapat didengarnya dengan baik seolah telinga lebih menajam.

Saking tajamnya, ia sampai mencuri dengar langkah pelan dari belakang.

Begitu cepat pendengaran tak lagi jadi indra utama, sebab hidung Renjun segera disesak bau segar kayu basah bercampur mint.

Jeno ada di sini.. dia kembali.

Bau feromon alpha muda itu semakin kuat seiring bunyi langkah mendekat, yang dapat Renjun lakukan hanya berusaha menahan diri agar tak terpengaruh. Usahanya nyaris gagal total sebab deru napas dingin sudah menyapa sisi telinganya, entah sedekat apa, yang pasti Jeno benar-benar berdiri di belakangnya.

What are you doing here by yourself?” bisik yang lebih tua, tidak ada nada emosi tertentu sehingga Renjun tak bisa menebak isi hati pria ini. “Don’t you wanna open your eyes?” itu lebih seperti sebuah tanya, namun Renjun lakukan layaknya sebuah perintah. Ia buka mata perlahan walau enggan, sebab di kepalanya tersusun berbagai asumsi buruk.

Oh my--” bibir diketap buru-buru, Renjun sungguh menahan napasnya ketika menyadari kedua tangan Jeno bertumpu tenang pada tembok pagar balkon, tepat di sisi kanan dan kiri tubuhnya. “Why? Did I scare you?” Tidak hanya sadar dirinya terjebak di antara lengan sang alpha, cobaan Renjun masih terus berjalan seiring hidung bangir yang tua terasa menggelitik lehernya.

秘密 - Himitsu  | ft. NoRen ver. [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang