⁰⁶

8.4K 1K 78
                                    

Tidak seperti alpha lain, Jeno selalu merasa dirinya berbeda. Sejak kecil ia sudah hidup bergelimang harta dan kuasa, jadi seharusnya maklum jika orang lain segan untuk bergaul dengannya. Akan tetapi, ia mulai menyadari perbedaan yang dimilikinya jauh lebih dari itu, dan alasan tak ada yang berinisiatif mendekatinya lebih dulu atau bahkan sekadar menyapa adalah--

“M--maaf jeonmu-nim, presentasi divisi pengembangan sudah selesai..”

-- rasa takut.

Jeno memang terganggu dengan fakta banyak orang bukan lagi segan, tapi malah takut padanya, namun ia sudah terbiasa. Bukankah rasa takut adalah kekuatan terbesar untuk mengendalikan seseorang sesuai kehendak kita? Dengan itu, perlahan ia mulai bisa menerima pembeda dalam dirinya.

“Berapa lama waktu yang diberikan untuk menyusun semua data dan strategi ini?”

“Dua minggu, jeonmu-nim.” salah seorang staff menjawab, namun ia segera menyesal karena tatapan seluruh rekan setimnya seolah berkata tak seharusnya ia buka mulut. Benar adanya, bunyi menggema dari meja pertemuan yang digebrak cukup untuk membekukan atmosfer ruangan. “Dua minggu.. apa yang kalian kerjakan selama dua minggu ini? Tidakkah kalian sadar proposal yang kalian ajukan sama sekali tidak masuk akal?!”

“M--maafkan kami, waktu yang diberi terlalu singkat, sekaligus berdasarkan riset data--”

“Data yang kalian ambil bahkan tidak memenuhi syarat representatif!!” Jeno melempar kasar map berisi poin-poin penjabaran hasil kerja para staff divisinya ke meja, tak seorang pun berani menatap langsung obsidian tajam itu, semuanya tertunduk diam. “Sejak awal yang kalian kerjakan adalah sampah!! Untuk apa aku mempekerjakan orang-orang dungu seperti kalian, huh?! Kemasi barang kalian, hari ini juga tinggalkan perusahaan ini!” Pemecatan sepihak seringkali terjadi selepas agenda meeting perusahaan, karena itu para staff jadi lebih sibuk memikirkan nasib ketimbang performa presentasi yang meyakinkan. Menurut aturan, mereka bisa saja mengajukan tuntutan atas ketidakadilan itu, namun siapa juga yang mau berurusan dengan Lee Jeno ketika banyak rumor sumbang beredar tentangnya.

“Benar-benar tidak berguna.. mereka terlalu manja, waktu yang kuberi sudah lebih dari cukup, sial!” napasnya menderu berat, ia letak kepala pada sandaran kursi sembari menutup mata. Lagi-lagi ia sendiri setelah semua orang pergi, dan hari ini pun sudah kesekian kalinya ia harus menaikkan intonasi suara pada masalah sial yang datang. Belum pernah rasanya ia sebegitu emosi seperti hari ini, apa ia mulai kewalahan menahan diri? Ah, tidak.. itu mustahil, fisik dan mentalnya tidak selemah itu.

“Brengsek, kendalikan dirimu, bodoh!” ia jambak surai legam kuat-kuat, rasa sakitnya tak seberapa jika dibandingkan betapa pusing otaknya sekarang hanya dengan memikirkan situasi pekerjaan serta sang ibu yang menuntutnya cepat menikahi Renjun sebelum ayahnya bertindak lebih jauh memisahkan mereka.

Eomma tidak tahu, justru aku senang jika kami harus berpisah.. semoga bocah itu tidak menghancurkan apartemenku.” gumamnya, teringat diri masih belum jua kembali pulang satu minggu terakhir. Entahlah mengapa, ia benar-benar tidak menyukai ide membiarkan Renjun tinggal di apartemennya hingga hendak kembali pun rasanya enggan.

 Entahlah mengapa, ia benar-benar tidak menyukai ide membiarkan Renjun tinggal di apartemennya hingga hendak kembali pun rasanya enggan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
秘密 - Himitsu  | ft. NoRen ver. [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang