✨2✨

5.1K 576 8
                                    




🥀__🥀





"Dari bunda" Chenle menoleh, senyumnya merekah.

"Makasihhh" Ia mengambil kotak bekal itu dengan semangat. Setiap hari, sang bunda pasti akan menitipkan bekal kepada adiknya yang sangat menyebalkan ini.

"Nih, dari bunda juga" Jisung memberikan beberapa lembar uang dua puluh ribuan.

"Emang gak setara sama yang ayah kasi ke lo, tapi terima aja. Bunda udah capek banget ini kerja cuma buat ngasi kita jajan" Chenle menerima uang itu dengan senang hati.

"Uang lks kamu masih banyak kurang kan?? tadi pagi aku udah obrolin sama ayah, trus ini" Chenle memberikan amplop kepada Jisung, yang Jisung yakini isinya uang juga.

"Kak, lo tau kan kalo bunda ngelarang keras gue nerima uang ayah?" Chenle mengangguk.

"Kita gak maksud bohongin bunda kok Adek, tapi kamu butuh ini. Please ambil aja, bunda gak bakal tau kalo gak kamu kasi tau. Aku bakal diem, ayah juga gak bakal ngasi tau bunda. Dia tetep ayah kamu ji, walaupun orang tua kita cerai mereka tetap orang tua kita. Ayah tetep berhak nafkahin kamu, biayain uang sekolah kamu" Jisung menghela nafas berat.

"Gue capek diposisi kayak gini" Chenle mengerti, ia juga sama lelahnya.

"Gak apa. Jangan marah karena keegoisan bunda yang ngelarang kamu ketemu ayah ya?? Kita sama tau sebesar apa luka bunda. Jadi, terima uang ini diam-diam dan bersikap seolah gak terjadi apa pun oke??" Jisung mengangguk, lalu meraih amplop itu, membukanya saat itu juga.

Mungkin ada sekitar tiga puluh lembar uang seratus ribuan. Ini mah bukan cuma bayar uang lks, tapi cukup kalau Jisung mau ganti semua peralatan sekolahnya yang belum bisa Haechan ganti. Seluruh seragamnya masih seragamnya ketika SMP dulu, Haechan hanya mampu membelikannya celana abu-abu SMA saja. bahkan logo osis dibaju putihnya pun Haechan lepaskan dan ia jahit dengan logo SMA.

Bukan Haechan pelit, tapi keadaan yang membuatnya melalukan ini.











🥀__🥀








"Terima kasih, have a nice day" Haechan memberikan senyum terbaiknya kepada pelanggannya. Jam makan siang sudah usai, Cafenya pun sudah sepi, dan ia bisa memanfaatkan itu untuk beristirahat sementara.



"HAECHAAAAN" Reina, sahabatnya masuk sambil setengah berlari.

"Sama siapa rei?" Reina menunjuk suaminya yang berjalan dengan dua kantung penuh belanjaan. Sepertinya dua pasang suami istri ini baru saja berbelanja.


"Buat lo sama Jiji" Jaemin —suami Reina— meletakkan dua kantong besar tadi diatas meja.


"Ih apaan sih, ngerepotin tau gak!!" Sebenarnya Haechan tidak terlalu suka Reina dan Jaemin selalu membelikan ia belanja bulanan seperti ini.


"Gak papa, lo juga banyak bantuin gue, bahkan Jaemin bisa kayak gini karna bantuan lo" Haechan terdiam mendengar perkataan Reina. Yang wanita itu maksud adalah ketika ia masih menikah dengan Jeno, Dulu keadaan Reina dan Jaemin sama seperti dirinya. Ia, Reina, dan Jaemin bukan terlahir dari keluarga kaya yang punya privilege kiri kanan, mau sekeras apa pun mereka bekerja, semuanya akan habis membayar cicilan dan kebutuhan hidup. Ia pernah meminta Jeno untuk memberikan Jaemin pekerjaan, dan sekarang lelaki itu sudah mendapat kepercayaan menjadi ketua divisi pemasaran.

Jaemin sadar bahwa suasana mulai tidak baik, ia pun mengambil inisiatif untuk membereskan cafe Haechan. Reina yang menyadari itu turut membantu Jaemin.


"Lo berdua beres-beres aja, gue bawa ini kebelakang sekaligus masak buat makan siang kita yang udah sangat terlambat ini" Setelah mengucapkan itu, Haechan berlalu.

Perasaannya tiba-tiba menjadi sedih.










🥀__🥀



Bismillah, semoga aku gak struggle sama buku ini🙏🏻

why✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang