✨What if✨

2.9K 267 22
                                    



What if : Kalau waktu itu ayah dan bunda memutuskan untuk kembali bersama.










🥀__🥀






"Gak usah nangis, lo super jelek" Jisung selalu menggoda Chenle, sebenarnya ia hanya tidak suka jika kakaknya menangis. Tidak perduli apapun alasannya ia hanya tidak suka. Menurutnya air mata kakaknya itu sangat berharga, ya walaupun sekarang ia juga mengeluarkannya karena sesuatu yang sangat menyentuh hatinya.




"Banyak banget yang udah kita laluin, hidup kita beneran kayak yang dibilang pepatah. Tapi selama beberapa tahun belakang rodanya lagi stuck dibawah. Sampe rasanya gak sanggup banget mau ngejalanin hidup" Pandangan Chenle lurus kedepan. Jisung menyimak dan dalam hati ikut mengiyakan. Tahun-tahun sebelum ini, hidup mereka dipenuhi kabut gelap, seolah semesta sedang menguji mereka yang padahal masih sangat muda untuk menghadapi masalah seperti ini.



"Bunda bakal selamanya jadi cinta ayah, dan begitu juga sebaliknya. Mau berapa banyak pun perempuan yang ayah jadiin pelampiasan, gak bakal ada yang ganti posisi bunda dihati ayah" Jisung terkekeh, ingatannya kembali pada beberapa potongan kelam ingatan masa lalu.



"Ayah lo nih, brengsek"



"Ayah lo juga yaa!!!"



"Hehehe, lupaaa" Jisung tertawa hingga matanya menghilang. Tawa anak itu mirip sekali dengan tawa ayahnya.



"Chenle Jisung kesini ih!!!! Kita potong kuenya sama-samaaa" Keduanya langsung berlari menghampiri bunda dan ayah yang sudah bersiap memotong kue. Pernikahan sederhana kembali digelar, sangat sederhana dan yang menghadiri pun hanya segelintir orang yang selama ini menjadi saksi cinta ayah dan bunda.



"Bun, kalo potong kue wedding gini harus make a wish kayak kue ultah gak??" Jeno tertawa mendengar pertanyaan simple Jisung.



"Adek mau doa??" Anak itu mengangguk polos, badan boleh saja sudah melampawi tinggi bundanya tapi dia akan jadi anak bunda yang polos selamanya. Bahkan sekarang Jisung tengah mengamit lengan Haechan dan memeluknya erat. Sangat manja.



"Boleh, yuk kita doa dulu aja baru kue nya dipotong" Chenle dan Jisung mengangguk. Keempatnya bedoa dalam diam. Sebenarnya tidak hanya mereka bertempat, tapi seluruh isi ruangan juga berdoa. Mendoakan yang terbaik untuk mereka, untuk kebahagiaan keluarga kecil yang sudah lama terguncang angin.














🥀__🥀





Rumah itu tidak berubah, tetap seperti terakhir Haechan meninggalkannya dalam keheningan malam. Warna, interior, bahkan semua pajangan Haechan pun masih disana. Mungkin kemarin yang berubah hanya suasananya saja. Tidak sehangat yang pernah ada. Haechan mengelus pelan permukaan kitchen set yang sudah sangat lama tidak ia kenakan. Dalam diam ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk mengembalikan kehangatan yang pernah ada dirumah ini.



"Aku cariin dimana-mana taunya kamu disini" Ada sepasang lengan kekar yang melingkar dipinggangnya, memeluknya dari belakang.


"Aku tadi rencananya mau masukin belanjaan kita tadi ke kulkas, mau nyusunin stock juga" Haechan mengelus tangan itu, tangan seseorang yang sangat ia sayangi dan kasihi.


"Besok aja bisa padahal, kamu istirahat aja malem ini. Capek kan kamu abis pindahan" Haechan mengangguk, lalu perlahan memutar tubuhnya untuk menghadap Jeno dan balas memeluk lelaki itu.



"Makasih" Bisik lelaki itu, Haechan tidak tahu bahwa setiap detiknya Jeno akan selalu berterima kasih karena Haechan akhirnya mau menerima dirinya kembali, tidak mudah memang tapi ia juga tidak menyerah untuk berjuang. Bukan hanya perkara anak, tapi perkara hatinya.



"Kita udah sepakat gak sih buat gak bahas masa lalu lagi??" Jeno mengangguk, kemudian mengecup bibir Haechan sebentar.



"Tetep aja, aku gak bakal berhenti bersyukur karena tuhan sebaik itu sama aku. Dia ngembaliin jiwa aku, dia ngembaliin anak-anak aku" Haechan mengeratkan pelukannya. Ia juga berterima kasih kepada dirinya sendiri karena sudah mau menerima dan memaafkan. Seperti kata orang, jika kita sudah berdamai dengan diri sendiri maka semua luka akan sembuh. Itulah yang Haechan rasakan.


"Ini kalo aku bilang i love you bakal aneh gaksih?"


"Gak usah ah, udah berumur juga!"


"But, i love you"


"Jenooo ih!!" Telinga Haechan memerah dan itu tak luput dari pandangan Jeno. Perlahan lelaki itu mengecup bibir Haechan, dan membawanya dalam ciuman yang memabukkan. Ciuman yang menggebu seolah itu adalah ungkapan cinta dari masing-masing mereka. Tidak ada nafsu disana, hanya betapa keduanya ingin menunjukkan bahwa masih merekalah yang ada dihati masing-masing.





"I love you Haechan, and i really do!!" Jeno mempertegas ungkapan itu disela-sela ciuman keduanya. Jangan tanyakan Haechan, untuk berdiri saja ia tidak mampu, tubuhnya sudah sepenuhnya menyandar pada Jeno. Biarlah kedua insan yang saling mencintai itu menghabiskan waktunya berdua walaupun tempat yang mereka pilih sangat berbahaya mengingat keduanya memiliki putra dan putri. Tapi sekali lagi, biarlah kedua insan itu menikmati waktu yang ada, selama ini semesta sudah terlalu kejam kepada keduanya, kedua orang yang berpisah akibat keegoisan dan kembali bersatu karena cinta yang kuat diantara keduanya.














🥀__🥀














Heartwarming ((Gak tau berhasil apa engga wkwkwk))

Halo udah lama gak ketemu wkwkwk, semoga sukaaaaaaa♥️♥️♥️

why✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang