✨21✨

3.6K 484 37
                                    

🥀__🥀

"Bunda, you okay?" Haechan menoleh, lalu tersenyum.

"Okay kok, kenapa?" Chenle mengedikkan bahunya.

"Bunda dari tadi kayaknya gak fokus deh, ada apa? bunda sakit? atau ada masalah?" Chenle serius, tadi Haechan hampir saja mengiris jarinya sendiri, lalu wanita itu juga mengangkat wajan tanpa mematikan kompor yang mana membuat tangannya hampir terbakar. Untuk ukuran Haechan, hal tersebut sangat mustahil terjadi kecuali fikirannya memang sedang tidak fokus. Haechan menghela nafas pelan.

"Kak, coba kamu hubungin adek atau ayah, tanya kabar mereka. Baik-baik aja apa engga. Kok rasanya bunda khawatir ya" Chenle menatap Haechan beberapa detik.

"Bunda masih sayang ya sama ayah? kok khawatir banget?"

"Hehh!!" Haechan menepuk tangan Chenle pelan,

"Bunda tuh khawatir aja dua laki-laki gak berguna itu tinggal bareng. Makan mereka gimana, baju mereka, waktu mereka"

"Bun, duit ayah banyak. Bisa aja dia nyewa pembantu" Haechan menggeleng.

"Bunda tau kamu marah sama adek mu, tapi tolong ya?? sekali ini aja, tolong hubungin adek mu dulu sebentar. Tanyain kondisi dia gimana, sehat apa engga. Ya kak ya?? Bunda minta tolong" Chenle mendengus, ia tidak akan bisa menolak jika Haechan memohon seperti ini. Tapi ia juga masih berat untuk menghubungi Jisung.

"Dulu kakak sama adek tuh sepaket, apa-apa harus bareng, apa-apa maunya bareng. Bahkan pertama tinggal pisah aja sampe sama-sama demam. Bunda yang udah terbiasa liat kalian bareng trus sekarang kalian musuhan tuh ngeliatnya sakit kak" Chenle mengiyakan didalam hati, memang dirinya dan Jisung tidak pernah jauh sedari kecil. Ia terbiasa mengalah, dan Jisung yang selalu berperan melindunginya. Mereka tinggal diperumahan mewah, jarang ada tetangga yang bermain bebas. Maka ia hanya bermain dengan Jisung.

"Bunda, apa bunda gak sakit hati sama apa yang Jisung lakuin? dia udah keterlaluan banget bunda" Haechan tersenyum maklum.

"Kak, bunda ini ibu. Bunda yang ngelahirin kamu dan adek. Mungkin kamu bisa benci atau gak memaafkan adek mu, tapi bunda gak bisa benci anak bunda. Sebesar apa pun salah kalian, bunda gak akan bisa benci kalian. Tolong faham ya kak? Jisung tetap anak bunda, jahat baik itu gak merubah kenyataan kalau bunda yang melahirkan dia" Chenle mengerjap. Mencoba menghalau air mata yang akan jatuh, mengesampingkan egonya, ia meraih telfonnya. Namun belum sempat ia mendial nomor Jisung, panggilan ayahnya memenuhi layar.






"Kak, tolong pulang sebentar ya. ini adek kecelakaan. Kak ayah bingung"







🥀__🥀









Jeno tidak pernah sekalut ini sebelumnya, bahkan dulu ketika Haechan melahirkan pun ia tergolong santai dan tenang. Namun kali ini ia tidak bisa, berusaha sekeras apa pun ia untuk tenang tetap saja tidak bisa. Ia merasa bahwa baru tadi ia melihat Jisung keluar dari pekarangan rumah mereka. Kenapa sekarang anak itu sudah terbaring berjuang melawan maut diruang UGD??

Dapat Jeno lihat, Haechan dan Chenle berlari tergesa kearahnya. Entah untuk alasan apa, tubuhnya bergetar kuat, keringat dingin bermunculan. Tiba-tiba ia merasakan bahwa seseorang memeluknya.

Bau ini.......
Bau yang sangat ia kenal, bau alami tubuh Haechan yang masih ia ingat karena sangat menenangkan. Tapi untuk saat ini, itu tidak berefek apa pun. Karena tubuh Jeno masih bergetar hebat ditambah dengan isakan pelannya.

"Jeno heyy" Haechan melepaskan pelukannya. Mencoba menatap Jeno.

"Inhale, exhale" Haechan menuntun Jeno untuk bernafas secara teratur, agar sesaknya sedikit menghilang. Dan itu berhasil, setelah sesak Jeno berkurang, Haechan memeluk kembali pria itu.


"Please believe me, everything will be okay. Jisung, dia anak kuat"







Yeah, i hope everything is fine.











🥀__🥀








Aku abis nge draft part akhir, kok sedih 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

why✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang