empat puluh sembilan

449 98 10
                                    

Nata turun dari anak tangga, melangkah keluar dari rumahnya menuju garasi. Disana ada Abangnya yang sedang memanaskan motor. Hari ini ia adalah kuliah pagi, sehingga ia meminta Abangnya yang kebetulan tidak sibuk karena sudah menyelesaikan studi dan wisuda minggu lalu untuk mengantarnya ke kampus.

"Kenapa gak bareng sama Bitra sih? Gue masih ngantuk nih." Gerutu Anjas ketika melihat Nata sudah berdiri disampingnya memakai helmet.

"Dia gak ada kelas." Jawab Nata asal. Karena ia sendiri memang tidak tahu apakah hari ini Bitra sedang libur atau tidak. Ia hanya mencegah agar Abangnya tidak banyak omong saja.

"Yaudah cepet naik." Perintah Anjas. Nata pun langsung menurut.

Ketika Anjas baru saja melajukan motornya keluar dari pagar rumah, tiba-tiba Anjas berhenti tepat di depan rumah Bitra. Dan Nata melihat bahwa ada Bitra yang baru saja keluar dari rumahnya.

Nata langsung membuang muka, suasana canggung akan menyelimutinya detik ini juga. "Kenapa pake berhenti sih?" Ia merutuk kelakuan Abangnya dalam hati.

"Ngampus Bit?" Tanya Anjas memperhatikan pakaian yang Bitra kenakan dan tas ranselnya. Memang seperti mahasiswa yang akan berangkat kuliah.

Nata bisa melihat dari ekor matanya saat Bitra menoleh, dan ia menyadari bahwa pria itu sama sekali tak menoleh ke arahnya, benar-benar seperti mengabaikan kehadirannya. Hanya fokus kepada Abangnya yang baru saja bertanya.

"Iya Bang." Angguk Bitra tersenyum kecil. Kemudian berjalan mendekati mobilnya.

"Kata Nata lagi libur."

Spontan Nata langsung memukul punggung Abangnya itu.

"Kok malah mukul sih? Kan lo bilang gitu tadi."

"Ayo cepetan berangkat." Suruh Nata dengan suara tertahan, sebelum Abangnya berkata lebih banyak kepada Bitra, dan itu semakin membuat dirinya tak tahu harus bertingkah bagaimana. Karena benar-benar sangat canggung.

Setelah kejadian satu bulan yang lalu itu, ia tak pernah berbicara sedikitpun dengan Bitra. Dari dirinya yang enggan untuk memulai karena begitu canggung, juga Bitra yang tampak terlihat menghindar. Kini keduanya seperti dua orang asing yang saling tak kenal.

Nata yang biasanya kerap bermain ke rumah Bitra, sampai saat ini tak juga menginjakan kaki nya pada rumah itu. Begitupun Bitra sebaliknya.

Tiap Mama nya menyuruh untuk mengantar barang atau makanan kepada Tante Ajeng, selalu ada alasan yang membuat ia menolak. Karena ia tidak tahu harus bersikap apa bila bertemu dengan Bitra, seperti sekarang ini contohnya.

"Bit, duluan ya sebelum adek tiri gue makin ngamuk nih." Ujar Anjas yang kembali membuat Nata memukul punggungnya. Setelah dibalas anggukan kecil dari Bitra, Anjas pun kembali melajukan motornya bersama Nata melewati deretan rumah.

Bahkan sebelum pacaran, hubungannya dengan Bitra sudah tak baik-baik saja. Sungguh miris.

"Lo lagi marahan ya sama Bitra?" Di perjalanan Anjas bertanya. Sepertinya Abangnya itu sadar akan gelagat Nata dan Bitra yang terlihat tak biasa.

Namun Nata tak menjawab, ia hanya fokus memperhatikan deretan gedung dan beberapa kendaraan yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Heh gue tanya bisa denger kagak lo?" Abangnya kembali bersuara.

"Enggak." Akhirnya Nata menjawab singkat dan ketus.

"Lo lagi marahan sama Bitra?" Tak menyerah Abangnya mengulang pertanyaannya itu.

"Enggak."

"Enggak apa?" Anjas mulai emosi sehingga suaranya terdengar keras.

"Ya enggak aja." Jawab Nata ikut berteriak.

BITRA, NATA, & JUNA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang