satu

1.3K 217 18
                                    

"Bit, gawat."

Pria yang di panggil dengan nama Bitra itu menyeringgai lebar setelah melepas helmet dari kepalanya. "Kenapa?" Tanyanya cuek dan datar.

"Dompet gue ketinggalan, gue gak bawa duit sama sekali." Jawab perempuan yang kini panik merogoh-rogoh tiap saku di baju nya. Ia adalah Nata, satu-satunya teman perempuan terdekat Bitra. Yang tau dalam dan luarnya pria bertubuh tinggi dan berwajah tampan tersebut.

Bitra berdecih. "Puasa aja." Sarannya yang membuat Nata sampai berlagak ingin menonjoknya walaupun tidak jadi.

"Pinjemin kek."

"Gak. Duit yang minggu kemarin lo pinjem aja belum lo ganti." Sahut Bitra sambil berjalan meninggalkan parkiran menuju fakultasnya yang berada dekat dengan fakultas Nata.

"Nanti gue bayar bareng sama yang ini." Timpalnya bersungguh-sungguh. Membuat Bitra menoleh dan menatap keseriusan temannya itu. "Cius ini mah Bit, gue ada materi yang harus di foto copy soalnya."

Namun tak berubah pikiran, Bitra tetap menjawab. "Gak."

Nata tertawa saking kesalnya. "Pelit banget lo, di berakin burung tau rasa."

Bitra tak menanggapi lagi, ia terus berjalan meninggalkan Nata yang masih berada di belakangnya.

Namun, tak lebih dari lima detik tiba-tiba saja Pria itu menghentikan langkah kakinya, membuat Nata berpikir bahwa Bitra pasti berubah pikiran dan akan memberinya pinjaman.

Nata berlari kecil menghampiri Bitra dengan semangat. "Jadi kan minjem..min." Tanyannya terhenti ketika matanya teralihkan oleh penampakan kotoran burung pada jaket army milik Bitra.

Baru saja ia menyumpahinya dengan candaan, dan sekarang malah benar-benar terjadi? Nata tidak tahu harus bereaksi apa saat ini, apalagi melihat ekspresi Bitra yang diam tak berkutik sama sekali. Dan ekspresi seperti itu adalah ekspresi yang sering di tunjukan Bitra ketika ia sedang marah.

Nata memandangi sekitar, beberapa mahasiswa masih berlalu lalang.

"Bit, mending paket Jaket gue aja nih, kebetulan lagi gerah gue." Nata memberi saran yang sebenarnya tidak mungkin bisa Bitra terima. Dengan tubuh mungil Nata mana mungkin jaket yang saat ini dipakainya bisa cukup di tubuh jangkung dan kekar milik Bitra. Apalagi jaket tersebut berwarna merah muda, jauh dari image Bitra yang maskulin.

"Gue buka ya." Nata bergerak membuka jaket yang dipakainya, namun Bitra dengan cepat menggenggam pergelangan tangan perempuan itu.

"Mulut lo ada apanya sih? Lo gak punya ilmu aneh-aneh kan?"

Nata meringis sambil menggeleng-geleng kepalanya mendapati pertanyaan tak terduga dari mulut Bitra. Sepertinya kedepannya Bitra akan terus mengungkit-ungkit ketidak-sengajaan ini.

£££

"Aku baik-baik aja kok Ma, jangan khawatir." Ucap Juna meyakinkan kesekian kalinya kepada seseorang yang ia panggil sebagai Mama di sebrang sana.

"Gimana Mama gak khawatir? Kamu di Indo sendirian."

"Ya gapapa, kan Aku udah gede juga. Udah bisa jaga diri sendiri."

Juna mengambil beberapa buku dari kotak lalu menyimpannya rapih pada rak besar samping meja belajar.

"Ya tetep aja Mama khawatir."

Juna tertawa kecil, Mama nya ini benar-benar masih menganggapnya seperti anak kecil ya?

"Iya Ma."

"Lagian kenapa sih Kamu mesti pindah kuliah ke Indo? Kan jadi nya Mama jauh dari kamu."

"Aku suka kuliah disini Ma, aku suka orang-orang sini dan udara di jakarta." Jawabnya mengatakan yang sebenarnya. Semenjak satu minggu kepindahannya ke Indo pun, Juna sudah mempunyai beberapa teman di kampus barunya. Dan ia sangat menikmati moment nya saat ini.

Mama-nya terdiam sejenak, seperti mencerna apa yang anaknya katakan.

"Tapi kamu harus jaga kesehatan ya disana, Jangan telat makan pokoknya."

Juna tertawa lagi-lagi.

"Ma, aku bukan anak SD yang mesti di ingetin kalo makan. Aku bakalan makan kalo lapar."

"Iya pokoknya makan juga harus yang sehat, jangan banyak makan junk food apalagi mie instan. Sayangi ususmu."

Mama-nya ini jadi terdengar seperti SPG minuman probiotik kalau begini.

"Iya Mama." Jawab Juna mengiyakan saja. Sikap Mama-nya yang walau terkadang berlebihan begitupun adalah bukti sayang seorang Ibu kepada anaknya. Jadi tak pantas jika ia membantahnya. "Yaudah aku lagi beres-beres barang yang baru nyampe tadi pagi. Jadi harus aku rapihin biar kamarku gak berantakan. Nanti aku telpon lagi ya Ma."

"Kamu gak kangen sama Mama gitu?"

"Kangen dong Ma, cuma ya gimana. Ini gak akan selesai-selesai kalau sambil telpon."

"Kamu mau telpon cewek ya? Makanya telpon dari Mama mau di tutup."

Juna tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan Mama-nya. Maksudnya begini lho, ia belum satu bulan tinggal di sini masa iya dia sudah punya cewek. Ia bukan tipe yang terburu-buru juga.

"Ya ampun gak ada Ma, kan udah dibilang aku mau beres-beres. Mau aku video call?."

Mungkin Mama-nya baru akan percaya jika ia harus menunjukan kondisinya saat ini lewat Video Call.

"Gak usah, yaudah kalau begitu Mama tutup."

"Oke, dah Mah."

"Dah sayang."

Telepon pun terputus. Juna menyimpan benda pipih tersebut di atas meja lalu kembali merapihkan beberapa barang. Jam sudah menunjukan pukul 22.24 wib, dan sepertinya malam ini ia harus bergadang untuk bisa membereskan semuanya.

£££

Jangan lupa vote dan komen dan follow

Terimakasih

Love, rara🤍

BITRA, NATA, & JUNA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang