Bel jam istirahat pertama baru berbunyi beberapa detik yang lalu, tetapi ruangan kelas sudah setengah kosong. Hanya tersisa beberapa murid yang berdiam di dalam kelas. Ada beberapa orang terlihat membaca komik yang tidak pernah kapok mereka bawa ke sekolah meski berkali-kali harus pontang-panting disembunyikan saat razia mendadak diadakan, dan ada juga yang dengan segera melipat tangan di atas meja lalu merebahkan kepalanya.
Hari itu, setelah hampir setengah tahun selalu menghabiskan waktu istirahat di kantin, aku menjadi salah satu di antara mereka yang tinggal di dalam kelas. Aku memilih memusatkan perhatian pada komik misteri yang tanpa sengaja kutemukan di dalam laci meja. Entah siapa pemilik komik tersebut. Tidak ada nama yang tertulis di lembar pertamanya.
Aku tidak bersama dengan Molly dan Diana. Keduanya sudah ke kantin untuk mengisi perut yang menurut pengakuan mereka belum diisi makanan apa pun sejak bangun tidur.
Saat aku sudah sepenuhnya tenggelam masuk ke dalam cerita, tiba-tiba sesosok tubuh mendekat lalu duduk di kursi yang berada tepat di depan meja. Aku mengangkat kepala dan jantungku hampir copot melihat siapa yang duduk menatap ke arahku.
"Igor?" sapaku dengan suara yang sedikit bergetar.
"Ini komik siapa?" Igor bertanya sambil mengambil komik tersebut dari tanganku. Untuk pertama kalinya Igor berbicara kepadaku.
"Nggak tau. Sejak rolling kemaren udah ada di laci," jawabku. Telapak tanganku sudah sedingin es. Tanpa bisa dicegah, aku menggeratakkan jemari setelah buku yang tadi menyamarkan tanganku yang sedikit gemetar sudah berpindah ke Igor.
"Kalau boleh tau, bintang kamu apa?" tanya Igor. Dia sibuk membolak-balik lembar demi lembar komik yang sudah berada di tangannya itu.
"Zodiak?" Aku memastikan. Pertanyaan yang diajukan Igor itu terdengar sedikit aneh. Dari sekian banyak hal yang bisa muncul sebagai bahan pembicaraan pertama kami, mengapa justru pertanyaan tentang zodiak?
"Iya. Zodiak kamu. Aku pengen tau."
"Aku Virgo. Kenapa?"
"Aku suka sama kamu," kata Igor tiba-tiba.
Jangan tanya bagaimana perasaanku waktu itu. Yang jelas aku begitu terkejut. Untuk kedua kali jantungku terasa hampir copot. Aku bisa merasakan pipiku memanas. Aku masih tidak percaya pada apa yang baru saja kudengar.
Tanpa terduga, ungkapan rasa suka yang biasa hanya bisa kubayangkan setiap selesai membaca novel cinta remaja akhirnya benar-benar terjadi kepadaku. Namun, sebelum aku sadar pada apa yang baru saja terjadi, teriakan menggoda terdengar dari depan pintu kelas.
"Cieee .... Cieee ...." teriak Diana dan Molly.
Igor tampak terkejut. Dia melepaskan komik yang dipegangnya ke atas meja. Tanpa berkata sepatah kata pun, Igor bangkit dari tempat duduknya lalu bergegas keluar dari kelas.
Mataku mengikuti setiap gerakan Igor hingga dia menghilang dari pandangan. Bisa kulihat, Igor bahkan tidak tersenyum atau bereaksi terhadap godaan dari kedua sahabatku saat mereka berpapasan.
Diana dan Molly langsung menghampiriku. Molly segera duduk di kursi sebelahku sementara Diana duduk di kursi yang baru saja ditinggalkan Igor tadi.
"Ngobrol apa?" pancing Diana.
"Belum sempet ngobrol. Kalian ngapain malah cie-cie?" tanyaku. Mataku mengerjap-ngerjap, berusaha menyembunyikan kecanggungan yang kurasakan.
"Masa belum ngobrol?" selidik Molly. "Igor nggak tanya sesuatu?"
Aku meraih kembali komik dari atas meja, menyingkap, dan mencari halaman terakhir yang tadi kubaca. "Dia cuma nanya masalah zodiak," jawabku. Aku sungguh tidak tahan mendapat tatapan penuh tanda tanya dari keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita yang Terhubung oleh Bintang
JugendliteraturCsilla Angelina sama sekali tidak pernah menyangka, bila ramalan bintang akan mengantarkan Igor Ferdinand sebagai cinta pertamanya. Sayang, usia keduanya yang masih sangat muda, membuat hubungan mereka berakhir buruk. Bertahun-tahun berlalu, mereka...