[Aku masih di luar bareng temenku. Mungkin pulangnya agak malem. Kamu tidur aja dulu kalau udah ngantuk.]
Sudah beberapa hari Felix sibuk. Selama itu pula komunikasiku dengannya tidak lancar. Pesan yang kukirim baru dibalas setelah berjam-jam berlalu. Itu pun hanya sekadar beberapa patah kata. Bahkan sudah beberapa malam juga dia tidak datang ke rumah. Sepengetahuanku, Felix sedang terlibat kerja sama dengan temannya yang datang dari luar kota untuk memulai usaha baru. Untuk bidang usahanya, aku masih belum memperoleh cerita apa pun.
[Bentar lagi aku tidur. Nite, Sayang.] Segera kukirim balasan untuk Felix, lalu kembali kunikmati film Korea yang sedang seru-serunya kutonton.
Setelah berkali-kali menguap dalam pelukan Chani, dengan sedikit tidak rela kusudahi tontonanku. Kalau mau diteruskan, mungkin aku bisa tidak tidur sampai pagi.
Baru saja kumatikan lampu kamar, bunyi notifikasi pesan masuk terdengar dari ponselku.
[Csil, udah tidur?] Bulu kudukku meremang. Sensasi seperti itu masih kurasakan setiap kali Igor menghubungi lebih dahulu. Benar-benar aneh. Lelaki itu seolah-olah memiliki sesuatu yang membuat tubuhku bereaksi.
Kurebahkan lagi tubuhku ke atas Chani, lalu kutarik tangannya yang gemuk dan berbulu supaya memeluk leherku. Posisi seperti itu sudah menjadi favoritku sejak berbagi tempat tidur dengannya.
[Belum, sebentar lagi. Kenapa, Gor?]
Muncul rasa bersalahku kepada Felix setelah kubalas pesan dari Igor. Aku berkata hendak tidur, tetapi justru membalas pesan dari lelaki lain. Namun, berusaha untuk mengabaikan pesan dari Igor, aku juga tidak bisa.
Sejak Igor menghubungiku di malam ulang tahunku, kami cukup sering berbalas pesan. Namun, obrolan itu tidak pernah terlalu dalam, sebatas obrolan teman lama yang baru saja bertemu kembali.
Dari obrolan itu, aku memperoleh sedikit demi sedikit informasi tentang Igor setelah kami berpisah jalan. Aku jadi tahu bahwa setelah lulus sekolah, Igor merantau keluar daerah untuk mencoba tes masuk ke sekolah penerbangan agar bisa menjadi pilot. Hal yang tentu mengejutkan untukku karena meski kami pernah dekat, tidak sekali pun Igor menyebut-nyebut pilot sebagai cita-citanya.
Namun, dia terpaksa mengubur mimpinya itu dalam-dalam. Dari hasil pemeriksaan, Igor menderita buta warna parsial yang menjadikannya kesulitan untuk membedakan warna ungu dan biru.
Setelah pilot tidak lagi dapat digapai, Igor memilih kuliah di jurusan pariwisata karena masih berharap bisa berpetualang ke luar negeri meski bukan sebagai pilot. Setelah lulus, dia langsung bekerja di salah suatu perusahaan travel yang lumayan besar di Jakarta.
Di sanalah juga dia bertemu dengan kekasihnya. Wanita bernama Chiara Merci. Igor bahkan mengirimkan fotonya kepadaku. Wanita itu cantik, mungil, dan kuakui memang menarik. Aku bahkan terpesona melihat senyum yang disunggingkan wanita itu saat dipeluk oleh Igor di dalam foto itu. Namun, bila ditanya siapa yang lebih cantik, dengan percaya diri aku akan bilang bahwa aku yang lebih cantik. Anggap saja itu caraku untuk menghibur diri.
Aku juga tahu bahwa saat kami bertemu di gerbang rumah sakit, Igor belum lama pulang karena kesehatan ayahnya yang memburuk secara mendadak. Dari yang awalnya hanya mengambil cuti, Igor akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaannya dan melanjutkan usaha ayahnya yang sama sekali tidak ada hubungan dengan pendidikannya.
[Bisa aku call?]
Balasan dari Igor benar-benar tidak pernah kuduga. Itu adalah kali pertama sejak kami berbalas pesan, dia meminta izin untuk meneleponku. Aku ingin menolak, tetapi rasanya tidak enak. Namun, bila kuterima, aku harus siap menanggung rasa bersalah kepada Felix.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita yang Terhubung oleh Bintang
Teen FictionCsilla Angelina sama sekali tidak pernah menyangka, bila ramalan bintang akan mengantarkan Igor Ferdinand sebagai cinta pertamanya. Sayang, usia keduanya yang masih sangat muda, membuat hubungan mereka berakhir buruk. Bertahun-tahun berlalu, mereka...