29

9.7K 1.6K 504
                                    

Suara gesekan antara sebongkah batu hitam kasar dengan sebilah besi pipih berkilau terdengar memecah keheningan pagi, mengisi suasana kosong setelah hujan deras malam tadi. Sedikit demi sedikit bilah besi berujung runcing itu mulai menipis di satu sisi, membentuk garis tajam nan berbahaya. Beberapa saat diasah bilah besi yang kini menjadi pisau tajam itu mulai dibasahi dengan kucuran darah segar dari nadi yang baru saja disayat, tidak ada ringisan sakit bahkan desisan samar yang menjadi tanda bahwa luka di pergelangan tangan si alpha bersurai gading itu hanya dianggap angin lalu.

Tetesan darah mulai berjatuhan dari ujung runcing pisau yang kini telah selesai diasah, mata keabu-abuan si alpha menatap karyanya dengan sudut bibir terangkat naik. Mata tajam si alpha tampan menyipit, memperhatikan tiap detail ukiran berpola asing yang terbentuk presisi di permukaan pisau.

"Sempurna." Desisnya pelan, terdengar rendah dan berbahaya.

Alpha tampan itu masih memperhatikan pisau tajam buatannya sebelum suara langkah kaki yang mendekat menarik fokusnya dari benda tajam tersebut.

"Apa yang kau lakukan pagi buta seperti ini, Jeno?"

Pemangsa muda bersurai gading itu mendongak, menatap sosok pemangsa dewasa yang berdiri di depannya dengan seekor kijang berukuran sedang di punggungnya.

"Appa?"

Jaehyun terdiam, menatap sang putra dengan sorot tanpa emosi, menyembunyikan seluruh keterkejutannya setelah melihat sosok Jeno yang berbeda. Wajah tampan sang putra terlihat mengerikan, setengah wajahnya dipenuhi simbol-simbol kegelapan, mata tajamnya beriris abu-abu gelap dan kulitnya terlihat jauh lebih pucat.

"Apa yang kau lakukan?" Ulang Jaehyun pelan.

"Aku? Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan."

Bibir Jaehyun kembali terkatup rapat, ia meletakkan kijang sekarat yang baru saja ia buru ke tanah basah lalu duduk tepat di samping sang putra.
"Apa yang akan kau persembahkan gerhana nanti? Orang-orang sudah menyiapkan banyak hal." Kata Jaehyun.

"Hmm? Persembahan? Aku belum tahu, belum menentukan."

Yang lebih tua mengernyit "Gerhana akan datang tiga hari lagi dan kau tidak tahu apa yang akan kau berikan?"

"Aku menunggu Renjun meminta sesuatu." Balas Jeno.

Helaan napas terdengar pelan, tangan kokoh Jaehyun yang masih berhias darah kering dan beberapa bekas luka mulai mengambil alih pisau yang digenggam sang anak.
"Lalu bagaimana masalah mu dengan Yesun? Ada kemajuan?"

"Kemajuan? Ya, maju ke titik yang lebih buruk."

"Maksud mu? Dia mengungkit masa lalu lagi? Tentang-"

"Renjun hamil." Potong Jeno pelan.

Mata Jaehyun yang sedang memperhatikan permukaan pisau milik Jeno kini beralih menatap sang putra, melayangkan tatapan tak percaya.
"Hamil?"

Jeno mengangguk pelan. "Usianya baru tujuh atau delapan hari, aku belum bisa memastikan karena aku tidak ingin Renjun tahu."

"Kenapa?"

"Memberitahu Renjun terlalu beresiko, kita tidak tahu apa yang betina itu lakukan pada Renjun saat aku pergi ke Merkurius, mungkin dia memasukkan darahnya atau mengambil darah Renjun untuk mengetahui semua hal tentang omega ku, untuk mengambil bayaran yang ia mau. Intinya Yesun harus di waspadai lebih dari biasanya."

"Tak berguna jika hanya kau yang waspada, Renjun harus tahu agar dia berhati-hati."

"Lalu dia akan terluka saat tahu wolfie yang sedang ia kandung berkemungkinan besar mati di tangan Yesun? Sedang diincar oleh betina itu? Dan aku takut appa, aku takut Renjun menyalahkan aku, menyebut ku sumber masalah dalam kehidupan kami."

ÎNTUNERICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang