Part 23

861 156 33
                                    

Semenjak hari terakhir ia secara tak sengaja berjalan-jalan berdua dengan Naruto, perasaannya semakin meledak-ledak. Ingin mengungkapkan, namun tak berani. Hinata terlalu takut jika pada kenyataannya Naruto tidak menyukainya. Karena setahu Hinata dulu pria itu sedang menyukai seorang gadis. Hey bukankah sudah jelas jika teman onlinenya itu pernah menyatakan cinta secara tersirat ketika mereka belum pernah bertemu? Walau pun begitu, Hinata tetap tidak yakin jika perasaan itu nyata. Siapa tahu ketika bertemu dengannya Naruto berubah pikiran? Pemikiran yang aneh memang. Entahlah yang jelas ia ragu karena Naruto tidak pernah membicarakan akan perasaannya kembali.

Semenjak hari itu pula, Hinata jarang bertemu dengan Naruto di luar Sekolah. Jika di Sekolah tentu ia tak berani menemui pria itu, bisa-bisa Shizuka dan Fuu kembali merundungnya. Ia terlalu malas berurusan dengan masalah.

Hinata mulai menyibukkan diri dengan membuat lilin aromaterapi dan menjualnya di market place secara online. Ini masih awal jadi pesanan pun belum banyak, namun setiap harinya selalu ada walaupun hanya satu pesanan sekali pun. Hinata membuat lilin kadang dibantu oleh Shion jika gadis itu punya waktu luang. Lalu memotretnya menggunakan ponsel dengan bermodalkan meja, softbox lighting, backdrop background dari kertas khusus yang tebal, kaca, kain, atau benda apa pun yang bisa dijadikan properti.

"Huft... aku lelah, sudah waktunya tidur." Hari sudah semakin larut, bisa gawat jika tidak langsung tidur, ia bisa bangun kesiangan.

...

Suasana di kamar Naruto begitu gaduh, membuat sang ibu menggeleng keheranan. Kushina sudah membangunkan Naruto pagi sekali, namun sepertinya anak semata wayangnya itu tertidur lagi dan berakhir bangun terlambat.

"Naruto, kau bawa motor saja agar tidak terlambat." Kushina khawatir jika anaknya terlambat nanti mendapat hukuman.

"Iya bu, aku sudah membawa kuncinya." Naruto kemudian meminum susu dengan rakus, lalu mengecup pipi ibunya sebelum berpamitan.

Naruto sudah berada di atas motornya, ia melajukannya dengan kecepatan rata-rata. Pandangannya menyipit ketika melihat sosok gadis yang begitu dikenalnya. Ia menghentikan laju kendaraannya tepat di samping gadis tersebut.

"Hinata. Ayo naik! Sudah siang."

Hinata mengerjap, apa ia tidak salah lihat? Naruto ada di hadapannya, mengendarai motor.

Melihat Hinata yang terbengong, Naruto memegang pergelangan tangan Hinata. "Ayo.. nanti kau terlambat jika menunggu bis datang."

Hinata tersentak, wajahnya bersemu, jantungnya dag dig dug tak karuan, "ah iya." Ia lantas berjalan lalu menaiki motor Naruto.

"Pegangan yang kuat!" Hinata mengangguk, ia lantas memegang kedua sisi jaket Naruto dengan kencang. Naruto tidak mempermasalahkannya, ia ingin Hinata merasa nyaman.

"Kenapa kau terlambat?" Naruto berbicara dengan sedikit berteriak agar terdengar oleh Hinata, suaranya kalah tinggi dengan suara bising kendaraan yang lalu lalang.

"Aku bangun kesiangan jadi terlambat. Kau sendiri?" Hinata pun menjawab dengan suara tak kalah tinggi. Ia bahkan sedikit mencondongkan badannya dan mendekatkan wajahnya agar Naruto dapat mendengar suaranya.

"Aku juga sama ... tadi pagi sudah bangun sih, tapi karena masih ngantuk jadi aku tidur lagi. Kau sendiri kenapa?"

"Oh itu ... aku semalam membuat lilin, dan tak terasa sudah larut malam."

"Sebentar lagi ujian, apa tidak sebaiknya kau fokus belajar dulu?"

"Niatku sih begitu, stok lilin ku juga masih banyak."

Mereka terus berbincang hal ringan, sampai akhirnya mereka sampai di sekolah.

"Terimakasih ya, kalau tidak ada kamu, aku pasti kena hukuman karena terlambat." Ucap Hinata tulus.

Likes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang