Part 30

793 163 143
                                    

Hinata merasa kikuk sendiri di tempatnya, ia yang tadinya berniat bertanya banyak hal kepada Naruto jadi diurungkannya ketika melihat Saara yang terus bertanya pada Naruto seakan tak memberikan celah sedikitpun padanya untuk berbincang dengan Naruto.

Namun, Hinata tak ambil pusing, ia pikir Saara juga memang tidak paham dengan pelajaran tersebut. Jika dipikir ulang, kenapa ia waktu itu menyanggupi usulan Sakura jika ia hanya membutuhkan bantuan Naruto? Bukankah ia bisa belajar bersama di rumahnya? 

Hinata merasa asing di sini, ia tidak dekat dengan yang lainnya. Ia hanya mengenal Kiba, Naruto, Sakura dan Ino. Tapi lihat, ia menyesali keputusannya karena Sakura dan Ino lebih sering bermesraan bersama pasangannya dibanding belajar bersama. Dan Kiba, ah pria itu terlihat sering mengganggu Naruto dibandingkan fokus pada materi yang berada di buku. Pria berambut merah dan berkacamata lebih sering memainkan ponselnya. Bahkan pria berambut top knot terlihat selalu menutup matanya dibandingkan melihat buku. Kalau ceritanya begini mereka hanya berkumpul bersama bukannya belajar bersama.

"Tidak salah kau bertanya hal seperti itu?" Hinata menoleh ke arah Kiba yang tengah berbicara sinis kepada Saara, Hinata tak pernah melihat Kiba yang seperti itu.

"Memangnya kenapa? Aku kan memang tidak mengerti." Saara tetap berusaha tersenyum meski merasa dongkol.

"Aku yakin kau pintar." Kiba menjawab dengan senyum paksa hingga matanya menyipit.

Saara merasa jengah, kenapa Kiba selalu tidak bisa ramah terhadapnya? "Orang pintar bukan berarti mengerti segalanya, aku hanya berusaha bertanya hal yang tidak aku tahu kepada Naruto."

Kiba tersenyum miring, "Benarkah? Ku rasa di ujian teori itu kemarin kau mendapat nilai terbaik."

Saara sedikit tersentak dan itu tertangkap oleh mata tajamnya Kiba, sementara Naruto ia memijit pangkal hidungnya, mendadak pusing dengan perdebatan Kiba dan Saara.

"Sudahlah Kiba, kau ini kenapa seperti perempuan sih? Kau tidak malu menyerang seorang gadis dengan kata-katamu?"

"Kenapa? Aku benar kan? Kenapa kau yang merasa tidak terima Naruto?"

"Bukannya begi ....

"Permisi, aku ke toilet dulu." Hinata memilih pergi dari pada melihat perdebatan tidak jelas diantara ketiga orang di sana. Apalagi melihat Naruto yang begitu membela Saara, ia merasa berkecil hati. Sementara Naruto dan Kiba saling menyalahkan, Saara justru terlihat santai.

Hinata mencuci wajahnya di wastafel, ia menatap pantulan wajah basahnya di cermin lebar yang terdapat di toilet. "Sepertinya lebih baik aku pulang saja." Ia mengambil ponsel di saku roknya, "aku harus menghubungi Shion untuk membantuku mencari alasan."

Hinata meringis melihat isi pesan yang Shion kirimkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hinata meringis melihat isi pesan yang Shion kirimkan. Benar kata Shion, dia memang bodoh, tidak mengerti mengambil peluang yang ada. Pantas saja dia tidak cocok berjualan karena tidak bisa melihat peluang yang baik bahkan peluang tersebut sudah di depan mata.

Likes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang