Bagaimana pun keadaannya, Hinata benar. Sekeras apa pun orang tuanya, mereka tetaplah orang tuanya. Pasti ada celah di hati kedua orang tuanya untuk kebahagiaan dirinya. Dan hal pertama yang harus maju adalah dia sebagai sang anak yang menghargai dan menghormati orang tua. Lupakan salah siapa? Yang terpenting niatnya adalah memperbaiki hubungan.
Toneri meremat kedua tangannya kencang, ia begitu gugup berhadapan langsung dengan kedua orang tuanya di ruangan kerja sang ayah--Tenji.
Pasalnya pagi-pagi sekali sang ayah memanggilnya untuk membicarakan hal yang begitu serius.Dengan menarik napas dalam dan membuangnya perlahan, Toneri memberanikan diri untuk berbicara terlebih dahulu. "Aku ingin meminta maaf kepada ayah dan ibu, terutama ibu. Aku sudah berucap kasar kepada ibu."
Dengan wajah tenang, Kaguya menyimpan cangkir teh ke atas meja setelah menyesapnya sedikit. "Kau sadar telah berucap kasar pada ibumu!?" Toneri tak menjawab, ia hanya mengangguk perlahan.
"Apa karena gadis itu?" Toneri menengadah, menatap sang ibu dengan raut wajah bingung. "Kau meminta maaf karena gadis itu?" Kaguya kembali menerangkan.
"Sejujurnya awalnya iya, tapi setelah ku pikir ulang ... aku memang salah telah berkata kasar pada ibu."
Kaguya menghela napas, sedangkan Tenji bergeming, memperhatikan apa yang akan terjadi setelahnya. Tenji sudah mengetahui apa yang terjadi kemarin dari istrinya dan mereka berdua pun sudah mendiskusikan hal ini dan memutuskan sesuatu untuk masa depan sang putra.
"Ibu juga minta maaf karena hilang kontrol kemarin. Bahkan ibu sampai menamparmu dan Hinata." Akhirnya kata-kata sakral itu keluar dari mulut Kaguya.
Toneri mengerjap, apa ia tidak salah dengar? Namun jika dipikir ulang memang benar, sang ibu meminta maaf pada dirinya. "Aku sudah memaafkan ibu, aku juga yakin Hinata juga begitu."
"Dia gadis yang baik."
"Ibu benar. Dia sangat baik, dia orang pertama yang mengulurkan tangan ketika aku kesulitan di hari pertama aku masuk sekolah."
"Ternyata kau jatuh cinta pada pandangan pertama hem?" Toneri tersipu malu, ia memukul pelan mulutnya yang tak bisa di rem karena sudah terlalu terbawa suasana.
"Ibu setuju jika kau bersamanya."
"Dia sudah menolakku. Dia menyukai pria lain," ujarnya sendu. Dan Kaguya hanya dapat menatap prihatin kepada anaknya.
"Sudah?" Ucap Tenji yang mulai jenuh dengan pembicaraan yang melenceng dari tujuan awalnya.
"Maaf," ujar Kaguya.
"Kalau begitu, aku yang akan memulainya." Toneri semakin cemas memikirkan apa yang ayahnya akan lakukan terhadapnya.
"Ayah minta maaf karena telah menekanmu selama ini." Tenji menatap penuh kepada Toneri yang terlihat kaget. "Kau tahu 'kan bagaimana persaingan di keluarga kita? Kakekmu akan pensiun, beliau sedang membuat surat wasiat untuk keturunannya dan bukan rahasia umum jika saham perusahaan terbesar akan diberikan kepada orang yang layak dan mumpuni disegala bidang."
"Namun, setelah mendengar jika kau tertekan dengan sikap kami, hati ayah merasa hancur. Ayah pikir selama ini kau diam tanda tidak keberatan. Namun, malah sebaliknya. Ayah ingin kau hidup bahagia dengan caramu, tapi tentu ada konsekuensinya."
"Aku mengerti ayah. Aku akan sukses dengan caraku sendiri, bukan dari harta warisan kakek. Kakek masih hidup, apa tidak kejam kita sebagai anak cucunya memikirkan harta warisan yang akan beliau tinggalkan?"
Tenji dan Kaguya tersenyum bangga, seharusnya dari awal mereka memang memikirkan kebahagiaan sang anak. Bukan sibuk memforsir anak mereka agar mendapat harta warisan yang melimpah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Likes ✔
FanfictionGara-gara sebuah boom 'like' yang Naruto lakukan, dia semakin dekat dengan seorang gadis. Semakin lama berinteraksi dengan gadis online-nya semakin dalam pula rasa yang ia miliki. Naruto jatuh cinta pada teman online-nya tanpa tahu rupa gadis terseb...