Part 47 - Bermain

670 122 23
                                    

"Ada apa bu?" Naruto bertanya ketika sudah sampai di dapur.

Kushina yang sedang memasak otomatis menoleh. Ada yang mengusiknya ketika melihat penampilan putranya tidak seperti biasanya, rambut berantakan, pakaian kusut dengan kancing terbuka dan bibir yang terlihat lebih merah dari biasanya. Maka ia menghunus sang putra dengan tatapan tajam.

"Kau ... kenapa penampilanmu begitu?"

"Cuma pemanasan," jawab Naruto santai tanpa memikirkan jika ibunya memiliki arti lain dengan ucapannya.

Mata sang ibu membola sempurna, pikirannya sudah mengarah kepada hal-hal yang tak senonoh.

"Kau ... Kushina menunjuk tepat di hidung Naruto ... berani-beraninya berbuat yang tidak-tidak pada anak gadisku?"

Naruto otomatis memundurkan wajahnya, ia menatap bingung sang ibu, "Berbuat apa? Kami hanya bermain sebentar. Hinata juga menyukainya."

Kini Kushina dipenuhi emosi, ia mencengkeram kerah kemeja Naruto. "Astaga ... kalau kau tidak merayunya, dia pasti tidak akan mau."

Sedetik ...

Dua detik ...

Tiga detik ...

Naruto tersentak ketika mendapati sebuah kesimpulan, ibunya pasti salah paham.

"Ini tidak seperti yang ibu pikirkan!"

Kushina tak menggubris kata-kata Naruto, kekeh dengan pemikirannya, "Kau pikir __

"Eh, ibu kenapa? Apa Naruto berbuat salah?" Hinata datang memegang lengan Kushina dengan lembut.

Ia hendak mencari udara segar setelah cekcok dengan Saara, tapi pendengarannya menangkap kegaduhan di dapur. Dengan perasaan waswas Hinata berbelok ke arah dapur dan mendapati Kushina yang marah dengan mencengkeram kerah baju Naruto. Tentu Hinata panik dan segera menghampiri mereka.

Kushina mengalihkan atensinya pada Hinata yang ternyata keadaannya tak jauh berbeda dengan Naruto. "Hinata, pasti dipaksa oleh Naruto 'kan?"

"Eh?" Hinata terbengong, jujur saja dia tidak mengerti maksud dari Kushina.

"Pasti Hinata yang menggodanya bu!" seru seseorang yang bukan diantara ketiganya, mereka sontak menoleh ke asal suara dan Saara berdiri melipat tangan di ambang pintu.

"Hinata bukan orang seperti itu. Sudah ku bilang ini tidak seperti yang ibu pikirkan," pekik Naruto.

"Astaga, kenapa semua orang mengira yang tidak-tidak," gumaman Hinata masih mampu terdengar oleh mereka yang di sana. Lantas ia mengambil napas dalam, meminta Kushina untuk melepaskan cengkeraman tangannya pada Naruto.

"Aku dan Naruto-kun tidak berbuat hal yang ibu pikirkan. Kami hanya bermain. Bermain dalam arti yang sesungguhnya."

Penjelasan Hinata tak serta merta membuat Kushina puas, ia masih butuh penjelasan secara rinci.

Naruto mengambil alih apa yang akan dijelaskan Hinata kepada ibunya. "Kami tadi bosan, jadi ...

.

Suasana dalam kamar terasa begitu sepi, Naruto maupun Hinata mereka terlihat terlalu serius melipat pakaian yang Naruto butuhkan selama dua minggu di karantina. Raga dan pikiran keduanya tak berada di tempat yang sama. Mereka sama-sama memikirkan hari-hari yang kosong tanpa kehadiran pasangan.

Pasti kesepian.

Melirik Hinata yang tak bersuara, Naruto paham alasannya karena dia pun merasakan hal yang sama. Namun, ia tak ingin terlarut dalam kesedihan. Mulai besok mereka tak akan bertemu dan seharusnya hari ini menjadi hari yang paling dikenang dengan kemanisannya.

Likes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang