Pagi-pagi sekali Hinata sudah sibuk berkutik di dapur. Ia sedang menyiapkan beberapa jenis makanan untuk di bawa piknik bersama sang ayah. Mereka akan berpiknik di pinggir pantai, karena kota Kiri terkenal dengan keindahan pantainya.
Sesuai janji sang ayah, hari ini Hiashi cuti bekerja untuk menemani Hinata berlibur selama di kota Kiri.
"Sudah selesai Nak?" Hiashi mengintip di balik pintu dapur, beliau sedang menggulung lengan bajunya.
Hinata menutup kotak makanan berisi 3 tingkat tersebut, lantas menoleh ke arah sang ayah, "Sedikit lagi selesai."
"Baiklah kalau begitu, ayah tunggu di mobil!"
Hinata hanya mengangguk, ia lantas memasukkan beberapa botol minuman dan kotak makanan lain ke dalam sebuah keranjang rotan. Setelah dirasa semua keperluan telah di bawa, Hinata menyusul sang ayah ke mobil.
Dalam perjalanan didominasi dengan celotehan si gadis yang sudah sangat rindu kepada sang ayah. Hampir semua yang ia alami diceritakan kepada sang ayah. Kecuali masalah asmara dan usaha kecil-kecilannya membuat lilin, ia khawatir ayahnya akan marah jika tahu ia berusaha mencari uang sendiri. Untuk masalah asmara, tentu saja ia terlalu malu untuk mengakui jika sudah memiliki kekasih.
"Kita sudah sampai!" Hiashi melepaskan sabuk pengaman lalu keluar mobil, begitu pun dengan Hinata.
"Waahhh... masih indah seperti dulu," wajahnya memandang takjup hamparan pasir putih yang tersapu ombak.
Ombak akan datang, namun ia akan pergi jika saatnya sudah tiba. Persis seperti kehidupan. Ada yang datang, ada pula yang pergi.
Hal tersebut mengingatkannya pada sang Ibu yang telah pergi bersama dengan kedatangan sang adik ke dunia, menyisakan kenangan yang bagaikan sisa pasir yang tak terbawa ombak. Keduanya tak dapat terselamatkan ketika sang ibu mengalami pendarahan hebat dan sang adik yang telah tak kuat bernapas karena terlalu lama terendam air ketuban di dalam perut sang ibu.
Hari itu menjadi hari terburuk baginya dan sang ayah, keduanya sempat terpuruk lama, namun semangat yang di dapatkan dari kerabat dekat membuat ayah dan anak tersebut kembali menata hidup mereka kembali tanpa dua orang terkasih.
....
Jika sesuatu terjadi tidak sesuai dengan harapan, apa yang akan dirasakan? Kesal, hanya itu yang Naruto rasakan. Ia merasa kesal dengan keadaan yang membuatnya salah paham dikarenakan jarak yang memisahkan. Entah sudah berapa kali pria itu membuang napasnya kasar dengan kaki yang terus bergerak mondar-mandir dengan tangan yang tak lepas menggenggam ponselnya.
Matahari sekarang sudah condong ke arah barat, namun kekasihnya yang nun jauh di sana tak memberikan kabar sama sekali. Berusaha menghubungi, namun tak pernah ada jawaban, bahkan pesannya pun belum terbaca sama sekali.
Sang teman berdecak kesal karena acara menonton TV-nya terganggu akibat ulah si pirang. Lebih sial lagi, si pirang berhenti di depan TV tepat ketika film tersebut menampilkan adegan terbaiknya. Jika niat Naruto hanya untuk mengganggu waktu liburannya untuk hal tidak berguna sama sekali seperti ini, ia menyesal sudah menuruti kemauan si pirang untuk datang ke rumahnya, menemaninya karena orang tua si pirang pergi dinas ke luar kota untuk beberapa hari. Apa ini bentuk balas dendam si pirang karena ulahnya selama ini?
"Nar, woi!" Kiba melempar Naruto dengan kacang yang berada di tangannya, ia sangat terganggu dengan tingkah sahabat pirangnya itu.
Naruto mendelik, apa Kiba pikir dia itu monyet sampai dilempar kacang segala? Memungut kacang yang jatuh, ia hendak melemparkan kembali kacang tersebut kepada Kiba, namun getaran ponselnya membuat ia mengurungkan niatnya ketika tahu siapa si pengirim pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Likes ✔
FanficGara-gara sebuah boom 'like' yang Naruto lakukan, dia semakin dekat dengan seorang gadis. Semakin lama berinteraksi dengan gadis online-nya semakin dalam pula rasa yang ia miliki. Naruto jatuh cinta pada teman online-nya tanpa tahu rupa gadis terseb...