Part 48

654 108 19
                                    

Hinata berlari kencang di sepanjang koridor sekolah dengan memeluk erat tas kecil berisikan kotak makan dan sebotol air minum. Dia bahkan beberapa kali menyenggol bahu beberapa murid yang berpapasan dengannya. Namun, hal tersebut tak membuat langkahnya terhenti barang sedetik pun. Tujuannya kali ini adalah Naruto. Pemuda itu akan berangkat menuju camp pelatihan untuk seleksi timnas.

Tadi, Hinata pergi dulu ke toilet. Perutnya mendadak sakit, mungkin akibat makan ramen terlalu pedas bersama Naruto semalam. Ya, itu permintaan Naruto yang ingin dibuatkan ramen pedas olehnya mengingat ia akan merindukan masakan Hinata dua minggu ke depan.

"Kumohon jangan pergi dulu," ia merapalkan hal yang sama selama berlari.

Kaki jenjang berbalut stoking hitam itu semakin melebarkan langkahnya, membuat rok lipit sebatas paha itu berayun tak beraturan. Kedua bola mata seindah bulan menampilkan binar bahagia ketika menemukan seseorang yang ia cari.

"Sedikit lagi ... tunggu aku ..."
.

Naruto terlihat berjalan menuju van abu--di belakang Kiba yang juga turut serta mengikuti seleksi untuk menjadi anggota tim nasional.

"Naruto-kun!"

Naruto otomatis menghentikan langkah kakinya seraya membalikkan badan. Menggeleng pelan, Naruto heran kenapa Hinata berlarian untuk mencarinya? Bukankah Hinata bisa memberikan pesan untuknya menunggu?

Hinata berhenti tepat di hadapan Naruto. Untuk sejenak, ia mengatur napas terlebih dahulu sebelum mengutarakan maksudnya. Setelah dirasa lebih tenang, Hinata menyodorkan tas kecil tersebut kepada Naruto.

"Ini untuk Naruto-kun."

Naruto menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, pacarku memang yang terbaik."

Pipi bulat itu bersemu, "Jangan lupa makan! Jangan memaksakan diri jika sudah lelah! Istirahat yang cukup! Dan ... aku akan sangat merindukanmu, Hinata menggigit bibir bawahnya ragu untuk mengutarakan hal yang menurutnya memalukan untuk di ucapkan di depan umum. Apalagi sekarang penghuni van abu di sana sudah menatap penuh minat pada keberadaannya.

... pokoknya Naruto-kun harus jaga kesehatan!" Akhirnya kalimat yang keluar tak sejalan dengan apa yang sudah tersusun di kepala. Hinata mendesah kecewa dalam hati, lagi ... ia tak mampu mengutarakan isi hatinya jika di depan orang lain.

Naruto mengulum senyum, mengambil satu langkah ke depan, ia memeluk Hinata erat sebelum akhirnya mereka tidak akan bertemu dalam waktu satu minggu.

Hinata membalas pelukan Naruto tak kalah erat. Tak perlu berkata-katapun mereka tahu arti dari dekapan ini. Sebuah dekapan penyalur rasa rindu. Entah kenapa rasanya begitu berat, seolah-olah mereka akan berpisah dalam jangka waktu yang lama.

"Woi cepetan! Pacaran mulu," Kiba berteriak di balik kaca mobil.

Naruto mendengkus sebal, sementara Hinata merasa malu. Lantas keduanya melerai pelukan mereka dengan terpaksa.

Naruto mengusap pipi Hinata dengan lembut, "Jaga dirimu baik-baik."

"Naruto-kun juga harus jaga diri," ucap Hinata dengan menahan air matanya agar tak jatuh.

Naruto tersenyum tulus, "Pasti." Ia mengecup kening Hinata terlebih dahulu sebelum pamit dan menaiki van abu.

Hinata melambaikan tangan hingga mobil van yang Naruto naiki menghilang dari pandangan. Air matanya jatuh tanpa permisi. Setelah mengusap kasar air matanya, Hinata memilih kembali ke kelasnya.

...

Perasaan berkecamuk menggerogoti hati Saara. Pikirannya terus tertuju pada apa yang sudah menjadi keputusannya. Menyetujui rencana Yagura.

Likes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang