Bagaimana rasanya terperangkap berdua bersama orang yang di suka? Gugup? Canggung? Atau Senang?
Namun berbeda dengan yang Hinata rasakan. Ia merasa benci terperangkap berdua di ruangan minim cahaya bersama orang yang dia sukai--Naruto.
Hinata benci dirinya yang tak mampu berkata-kata. Diamnya bukan berarti tak nyaman, hanya saja situasi sulit seperti ini membuatnya terlalu nyaman untuk dapat menatap puas pria yang tengah duduk menyender disampingnya. Ia benci sikapnya yang terlalu malu untuk mengungkapkan apa yang ia rasa.
Semakin lama menatap Naruto, rasa pesimis di hatinya timbul dengan seenak jidat. Kenapa Naruto diam saja dan tidak ingin menatapnya? Apa Naruto tidak menyukai berdua dengannya? Berbeda ketika tadi pria itu bersama Shion, ia terlihat begitu senang hingga tawa dengan mudah muncul.
Hinata mendesah kecewa mengingat hal tersebut. Dirinya kembali menatap ke depan, memusatkan atensinya pada deretan botol minuman yang berjejer rapi di dalam rak.
Naruto melirik ragu Hinata yang berada disampingnya, diperhatikan sedari tadi membuatnya tak mampu berkutik. Rasanya mendebarkan, hawa disekeliling menjadi panas. Damn, Naruto benci jadi pengecut seperti ini.
Di rasa Hinata tak memperhatikannya, ia menjatuhkan kepalanya dilipatan tangan yang bertumpu pada lututnya. Memiringkan kepalanya, ia menatap intens Hinata. Pernyataan Kiba dulu tiba-tiba terngiang di kepala. 'Pastikan dulu perasaanmu baru bertindak', rasanya sekarang semuanya sudah jelas.
Matanya selalu ingin menatap wajah cantik itu, hatinya selalu resah jika mengingat bagaimana mereka terhubung, jantungnya seakan meledak jika sedang bersama. Apakah ini waktunya? Ia sudah tidak dapat menyembunyikan perasaannya terlalu lama. Seperti gunung merapi, perasaannya akan meledak suatu saat jika hanya dipendam.
"Hinata."
Suara berat itu mengalihkan atensi Hinata, menoleh dengan senyum yang tak pernah lepas, membuat Naruto terpesona. "Ya Naruto-kun?"
Alunan lembut yang mampu menghipnotisnya membuat ia terpaku sejenak. Ini sudah ketiga kalinya Hinata memanggil seperti itu.
"Ada yang ingin aku tanyakan, boleh?"
Hinata mengangguk perlahan dengan rasa penasaran. "Silakan."
Naruto menarik napas dalam, "Mungkin kau bosan dengan pertanyaanku yang satu ini, tapi bagaimana pun aku harus memastikan sesuatu." Dahi Hinata mengkerut, ia merasa bingung apa maksud Naruto. "Apa kau masih menyukai mataharimu?"
Jantung Hinata berdebar hebat, ia harus menjawab apa? Mungkin jika sedang berbalas pesan di salah satu aplikasi chat, ia bisa menghindar. Namun, jika secara langsung seperti ini, Hinata tak mampu berkutik.
Hinata menunduk dengan sesekali melirik kepada Naruto yang tak mengalihkan atensinya barang sedikit pun, pria itu sungguhlah penasaran dengan apa yang akan keluar dari mulut Hinata.
Hinata memejamkan matanya, anggukkan perlahan ia berikan sebagai jawaban jika ia masih menyukai si matahari.
Desahan kecewa mengudara dari bibir merah kecoklatan Naruto, ia merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya jika hati gadis itu masihlah tertuju pada pria lain. Ia yakin akan ditolak kembali jika mengungkapkannya.
Naruto menggigit bibir bagian dalamnya, perasaan yang menumpuk dalam dirinya meronta untuk dikeluarkan, sebelum mendobrak kasar dan berakhir salah paham.
Berusaha berpikir jernih, Naruto kembali membuka suara. "Siapa?"
Jatung Hinata seakan berhenti detik itu juga, pertanyaan ini apa harus ia jawab sekarang? Apa harus ia jawab jika lelaki itu adalah dirinya? Namun, disisi lain ia tak sanggup jika perasaannya ini tak berbalas dan membuat canggung hubungan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Likes ✔
FanfictionGara-gara sebuah boom 'like' yang Naruto lakukan, dia semakin dekat dengan seorang gadis. Semakin lama berinteraksi dengan gadis online-nya semakin dalam pula rasa yang ia miliki. Naruto jatuh cinta pada teman online-nya tanpa tahu rupa gadis terseb...