Part 41

706 132 57
                                    

"A-aku permisi dulu."

Naruto mengacak surai pirangnya frustrasi ketika mengingat Hinata yang memilih pergi ketika Saara menghampiri mereka. Ia yakin Hinata salah paham dengan Saara. Eh apa Hinata hanya sedang menjalani aktingnya dengan baik agar Saara tidak curiga? Mau apa pun alasannya Naruto tetap tak bisa tenang.

"Copotin aja tuh kepala sekalian!" Kiba sudah jenuh melihat Naruto yang sesekali mengacak dan menjambak rambutnya sendiri. Gak takut botak apa ya?

Naruto menatap sinis Kiba, "Jangan menambah pusing otak pintar gue!"

"Mana ada orang pintar yang menjambak rambutnya sendiri?"

"Tau ah Kib." Apa Kiba tidak tahu waktu untuk mendebatnya? Pikirannya benar- benar kacau sekarang.

Kiba mendengkus, kemudian mengajak pria itu masuk kelas. Jika telat bisa gawat! Madara sensei tidak akan memberikan ampun jika telat semenit pun. Kiba malas harus menerima hukuman di hari pertama kembali bersekolah.

Namun Naruto menggeleng pelan, membuat Kiba membuang napas lelah. Lama-lama kesal juga berhadapan dengan Naruto yang sedang jatuh cinta. Mood-nya sering mudah berubah seperti gadis yang sedang PMS.

"Nanti kalau dia tahu kau tidak masuk, bisa-bisa aku yang kena omel."

Naruto menengadah menatap Kiba yang sudah berdiri di depannya, ia baru ingat jika sekarang statusnya bukan jomlo lagi. Mau ditaruh dimana nanti kalau Hinata tahu dia terkena masalah dengan salah satu guru. Naruto menggeleng, tidak boleh ada titik cela sedikit pun yang Hinata lihat darinya. Ia lantas berdiri, lalu menepuk pundak Kiba, "Yuk!"

Biarlah masalah Saara nanti di pikirkannya lagi ketika sampai di kelas. Kali ini, ia ingin melewati kelas Hinata dulu untuk membuang rasa rindunya karena tak dapat beristirahat bersama.

Tinggal beberapa langkah lagi Naruto akan sampai di kelas Hinata, ia memelankan laju kakinya ketika tepat di pintu kelas Hinata. Menengok ke arah kanan, matanya memindai seisi kelas, lewat jendela kaca ia dapat melihat Hinata duduk di seberang sana bersama dengan Shion. Mereka terlihat sedang bersenda gurau. Hinata terlihat bahagia dengan wajah penuh tawa. Sontak ia mendesah lega melihatnya. Hal itu menunjukkan jika Hinata tidak terbawa perasaan akan kejadian tadi pagi.

Sekarang fokusnya hanya ke depan, kelasnya berada di paling ujung karena kelas paling awal, kelas 3A.

Naruto menghentikan sejenak langkahnya di daun pintu, ia menatap bangku kosong miliknya lalu beralih pada Kiba, "Kib, kita tukar tempat!

"Gak, gue gak mau duduk sama nenek lampir," Kiba berlalu menuju bangku kosong miliknya.

Naruto berdecak, kalau sudah begini, ia bisa apa? dengan berat hati ia kembali duduk di bangkunya bersama Saara.

"Kau tadi istirahat dimana?" tanya Saara sembari menyampingkan badannya.

"Di taman depan, sama Kiba," jawabnya apa adanya.

Saara mengangguk pelan, "Aku kira bersama Hinata, karena kelihatannya kalian sangat dekat."

Naruto hanya melirik sekilas, lantas kembali menatap ponselnya, "Kita memang dekat, tapi dia sudah beristirahat dengan temannya."

"Aku merasa ada yang aneh dengannya." Naruto mengernyit mendengar pernyataan Saara, ia lantas mengalihkan atensinya penuh pada gadis itu. "Aku merasa dia itu banyak menyembunyikan sesuatu. Dia seperti orang yang baik di luar, tapi busuk di dalam."

Naruto menggeram marah, namun ia tahan. "Lebih baik introspeksi diri dibanding menjelek-jelekkan orang lain. Dia itu orang yang baik ... sangat tulus."

Likes ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang