Tiga tahun berlalu sejak kejadian nahas yang menimpa dirinya, kini Kim Dahyun tengah menikmati paginya berjalan menyusuri jalan setapak di sebuah desa di Kepulauan Fareo. Cukup sulit bagi Dahyun memulai kehidupan baru di sini dengan orang yang berbeda, bahasa yang berbeda, lingkungan yang berbeda, makanan yang berbeda bahkan dengan nama yang berbeda karena ia tidak dapat mengingat apa-apa tentang masa lalunya. Yang ia ingat hanya suatu pagi ia terbangun dengan semua keasingan ini dan setumpuk uang di nakas dekat tempat tidur. Tapi tidak cukup banyak sehingga ia harus mencari pekerjaan dengan segala keterbatasan yang ia miliki.
Pelan-pelan Dahyun mulai membaur dengan penghuni negara yang masih menjadi bagian dari kerajaan Denmark tersebut. Kini warga desa memanggilnya dengan nama Lily, lengkapnya Lily Jane Thomas.
Ia sering pergi ke dataran tinggi untuk menikmati hamparan laut yang sangat luas di hadapannya. Hamparan laut yang menjadi pelipur dirinya saat sedang merasakan rasa rindu yang teramat kuat tapi ia tak paham kepada siapa rasa rindu itu ada. Tak satupun ingatan dari masa lalu yang tersirat di kepalanya. Sehingga terkadang ia hanya bisa menangis tersiksa diserang rasa rindu yang membuncah.
Semilir angin menerbangkan rambutnya yang hitam sehingga membuatnya seolah sedang menari, musim panas mulai menghangatkan hatinya yang kosong tanpa kenangan. Ia terdiam, memandang sebuah kapal yang datang dari kejauhan. Kapal yang biasa digunakan untuk mengangkut para turis yang sering datang berkunjung di saat musim panas di Kepulauan Fareo ini.
Ia mengangkat tangan kirinya dan melihat jam tangan yang melingkar di sana. Sudah pukul 9 pagi, ia harus kembali untuk bekerja. Ia berjalan cepat menelusuri jalan setapak yang di kelilingi rerumputan hijau nan memanjakan penglihatan.
Setelah lama berlari akhirnya ia sampai di sebuah kedai sederhana milik salah satu kerabat tetangganya. Ia melangkah masuk ke dalam dengan semangat meskipun napasnya tersengal-sengal.
"Góðan morgun," sapa Dahyun dalam bahasa Faroese yang berarti selamat pagi.
Sebelum bekerja di kedai kecil milik warga setempat, Dahyun pernah bekerja di pabrik, namun karena memiliki kendala bahasa jadi tidak banyak tempat yang mau menerimanya. Sekarang bahasanya mulai bagus sehingga ia bisa mulai bekerja di tempat yang mengharuskannya berkomunikasi dengan banyak orang. Selain itu kemampuan bahasa inggrisnya yang yaa ... lumayanlah memberikannya nilai lebih tat kala ada turis yang datang ke kedai makanan mereka.
Tak lama setelah mereka memasang papan penanda kedai sudah dibuka, beberapa orang datang untuk sarapan atau sekedar memesan kopi. Beberapa di antaranya adalah turis mancanegara. Dahyun yang berperan sebagai pramusaji berusaha melayani mereka dengan bahasa inggris seadanya.
Dengan cepat mereka menyajikan pesanan dari masing-masing pelanggan.
Seorang pria yang berjalan timpang dengan bantuan tongkat kayunya masuk ke dalam kedai sambil mengedarkan pandangan. Ia duduk di kursi kosong yang terletak di samping sepasang turis asing yang sedang melahap sarapan mereka. Dahyun yang melihatnya langsung mendekat dan memberinya menu makanan.
"Silakan," Dahyun tersenyum ramah.
"One coffee, please!" Ucap pria tersebut tanpa melirik menu sedikit pun.
"Just coffee? No food?" Tanya Dahyun dengan bahasa Inggris seadanya.
Si pria menggeleng, "No, just coffee," tegas pria bertongkat tersebut.
"Okey!" Dahyun tersenyum kemudian kembali ke dapur dan memberitahu Tuan Berint untuk membuat secangkir kopi untuk pelanggan yang baru saja datang. Setelah itu ia kembali ke meja kasir dan membantu Nyonya Dagný memotong kue untuk dipajang di etalase.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back to You
FanfictionDitinggalkan oleh kedua orang tuanya sejak kecil membuatnya harus bekerja lebih keras untuk kehidupannya bersama sang kakek yang telah merawat dirinya sejak ia ditinggalkan. Tidak punya banyak teman, tidak sempat jatuh cinta adalah resiko yang ia d...