29. Malu (18+)

31 5 0
                                    

Setelah mereka menyelamatkan diriku yang mengambang di udara, aku benar benar kecewa juga sedikit lega. Kecewa dengan keputusan ku yang ingin menjatuhkan diri dari ketinggian, tuhan tidak membiarkan ku mati secepatnya menyusul kekasih ku tapi apakah ada sesuatu yang besar menanti di masa depan sana? Hidup itu penuh dengan misteri yang tidak ku tahu asalnya.

Aku merasa lega di selamatkan oleh ketiga pria asing itu, bukan! Mereka teman baik ku, tapi sikap Sakazi yang tiba tiba menyatakan perasaannya membuat aku sedikit bingung. Jantung ku kini berdetak dengan kencang, merasa syok dengan kejadian tadi. Tubuh ku berkeringat dingin, tangan ku tak henti hentinya gemetar.

Okun memberikan sebotol air mineral, untuk menenangkan rasa panik yang menyerang ku saat ini

"Kak izin pulang aja biar Tata yang ngantar wajah mu pucat"

Bisik Okun tepat di telinga ku, mungkin ia tidak ingin orang lain tau ia memanggil ku seorang kakak. Aku mencoba tersenyum dan menghabiskan air itu hingga tandas, menahan untuk tidak menangis itu sulit. Aku seharusnya menangis saat terjatuh itu tapi entah mengapa aku hanya bisa menciptakan sebuah senyum untuk pria yang menjatuhkan ku. Aku merasa diriku cukup keren, jarang cewek kek aku loh.

Aku merebahkan kepala ku yang terasa berat, memejamkan mataku yang lelah membiarkan cahaya menyinari wajah ku. Sinar terang itu membuat ku merasa pergi ke surga eakk!

Namun tangan hangat siapa itu yang beraninya menyentuh tangan ku, aku merasa tidak ingin bangun karna rasa kantuk yang sudah menyerang.

Seseorang menggoyangkan goyangkan tubuhku yang tidak berdaya ini, membuat aku makin tidak ingin bangun merasa enak di pijat seperti itu.

"Sensei bangun!"

Ahh ternyata suara si Panjul mau tidak mau aku harus bangun menegakkan kepala yang tak berilmu ini. Aku menatap pria itu dengan mata sayup ku

"Kau baik baik saja"

Aku menguap lebar, merenggangkan tubuhku yang terasa kaku. "Apa Panjul, ada apa dengan wajah mu itu! Buruk sekali"

Ejek ku melihat wajah panik nya, lebay sekali jika ia mencemaskan ku yang sedang tidur.

"Hah syukurlah belum mati ternyata"

Jawabannya membuat mataku melotot menatapnya tajam. Berani sekali dia mengira aku mati, belum pernah di tendang nih lakik.

"Ngapain kau kesini om pedo?"

Balas ku merasa kesal, aku memperhatikan kedua telapak tangan ku yang basah dan menggigil. Fajuki melihat tangan ku dan menutupi nya dengan telapak tangan besar miliknya.

Hangat!

Aku menggenggam tangannya yang kebesaran, merasa senang sendiri.

Dulu ada sebuah tangan yang memiliki kehangatan yang sama, menggenggam tangan ku yang kasar dan bernoda ini. Dia adalah kekasih ku, aku tidak tau jika masih bertahan sampai sekarang tanpa nya jujur ini sangat mengerikan.

Lelaki itu membalas menggenggam tangan ku erat, ia duduk di depan ku tepat di kursi milik Okun. Aku menatapnya dalam dalam mencari kebenaran jika dia itu kembaran kekasih ku atau tidak mereka terlihat sama sekali pikir ku.

"Hm gimana kalo kita makan nanti" tawar Panjul tanpa melepaskan tangan ku, menghabiskan waktu bersamanya pastilah menyenangkan. Buktinya hari hari dahulu penuh dengan warna karenanya, yah aku menyukai lelaki ini tapi terlambat untuk mengatakan itu. Mina lebih dulu menjadikan nya pacar, betapa kecewanya aku.

Aku mengangguk menerima tawaran itu, tapi mendadak pengumuman bergema menyeru para siswa untuk keluar dan berkumpul di ruang aula.

Kelas kini kosong menyisakan diriku dengan si Panjul ini. Merasa canggung berduaan dengan nya aku melepaskan tangan ku darinya dan beranjak pergi.

Shining Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang