mereka tak akan paham

358 70 13
                                    

Kegiatan mengerikan yang biasa disebut sebagai ujian telah selesai dilaksanakan. Mau tak mau, para pelajar harus siap menerima hasil dari belajar mereka menggunakan metode kebut semalam.

Hari ini adalah hari pembagian rapot. Hari yang dinanti para wali murid namun merupakan bencana bagi si murid.

Sekolah Jean ini cukup unik. Ketika sekolah lain hanya akan melakukan pembagian rapot satu kali dalam satu semester, maka sekolah Jean melakukan hal yang lebih dari itu. Rapot para siswa akan dibagikan 2 kali dalam satu semester. Jadi, diakhir semester nanti, akan ada 4 lembar nilai para siswa yang akan diakumulasikan sebagai hasil akhir. Katanya, sistem ini dilakukan agar para guru lebih menyadari letak kemampuan dan kelemahan sang anak dalam proses belajar. Singkatnya, evaluasi murid akan lebih mudah dengan cara seperti ini.

"Nama lo belum kesebut, Je. Tapi santai aja. Gue yakin lo masuk top 3."

Mendengar itu membuat Jean semakin tak tenang.

"Peringkat kedua, dengan selisih 67 poin dari peringkat sebelumnya ialah.. " sang guru menjeda ucapannya. Sengaja. Muka tegang para muridnya yang nakal ini jadi tontonan gratis yang sayang jika dilewatkan begitu saja.

"JEAN. Tepuk tangan buat Jean."

Riuh tepuk tangan terdengar setelahnya.

Jean merasakan tepukan hangat dari Riki sebagai bentuk apresiasi. Namun, anak itu malah bergeming. Posisi kedua bukanlah hal yang patut dibanggakan. Angka kedua tak akan membuat sang ayah merasa bangga.

"Peringkat pertama dengan selisih nilai 105 dari peringkat sebelumnya adalah..."

"Gede banget"

"Beda 107 poin dari si Jean"

"Gue kira si Jean yang bakal nempatin urutan pertama"

"Kira-kira siapa ya yang bisa ngalahin si Jean?"

"Si Jean ternyata gak ada apa-apanya anjir"

Bisik-bisik itu terdengar jelas di telinga Jean. Dalam hati ia mengumpat. Sial sekali memang. Ternyata ia kecolongan.

"RIKI! Tepuk tangan yang meriah untuk Riki."

•ᴥ•

"Je"

"Je!"

"Jean!"

Jean menghentikan langkah kakinya. Memegang lututnya sembari sedikit merunduk merasakan bagaimana jantungnya berdetak lebih cepat karena ia paksakan berlari.

"Lo kenapa?" Riki bertanya sembari mengusap lembut punggung temannya.

Setelah acara pembagian rapot selesai, Jean dengan terburu-buru berlari keluar. Menubruk kerumunan orang dan meninggalkan Riki begitu saja tanpa kata-kata. Jelas, Riki bertanya-tanya. Ada apa dengan Jean temannya?

"Gak pa-pa, haha. Cuma takut kalah taruhan aja."

Riki tidak melihat keraguan dari apa yang diucapkan Jean. Jadi, ia hanya mengangguk.

"Ya udah. Yuk makan!"

Riki merangkul bahu Jean. Membawa tubuh itu agar beriringan lebih dekat dengannya. Namun, ia harus menghentikan langkah riang kakinya ketika merasakan bahwa Jean hanya terdiam di tempat.

"Gue langsung balik aja, ya?"

"kenapa? Lo sakit?"

Riki melepas rangkulan. Menempelkan punggung tangannya di dahi dan leher temannya.

Hiraeth | SungwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang