"Akh!"
Plak!
"Pelan-pelan bangsat!"
Riki mengusap pelan bekas tabokan Jean di pipi kanannya. Lengannya masih aktif mengurut kaki keseleo Jean yang berada di pahanya. Kupingnya menghiraukan jeritan meminta berhenti dari sang empu.
Mereka sekarang telah berada di rumah Jean. Di kamar Jean lebih tepatnya. Setelah Jean menghabiskan mie dan susu di rumah pohon Azka, Riki dengan segera menggendong Jean dan membawanya pulang. Azka yang mengetahui Jean sensitif dengan udara dingin pun memberikan jaketnya untuk Jean bawa pulang.
Jaket sebiji nggak ada apa-apanya. Hilang? Masih banyak pengganti di lemari. Bosen? Tinggal beli yang baru lagi.
Orang kaya :)
"Diem, Je! Astaga. Biar cepet sembuh kaki lo," Riki menekan pijatan di kaki Jean ketika temannya itu bergerak brutal mirip cacing kepanasan.
"Baji-Akh! Sakit anying!"
Riki menghiraukan ringisan kesakitan Jean. Namun, ketika melihat temannya itu menampilkan ekspresi sakit yang tak dibuat-buat, pijatan Riki memelan.
"Sakit banget ya?" tanya Riki prihatin.
"Pake nanya lagi lo. Gue pukul mau?"
Riki tertawa mendengarnya. Ia kira Jean hanya pura-pura kesakitan agar tidak dimarahi.
"Ki!"
"Apa?"
"Kalo lo jadi gue, lo bakal gimana?"
"Gimana apanya?" Riki malah balik bertanya.
"Yaa... gitu," Jean menggaruk bagian lehernya yang tidak gatal, tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada Riki.
"Kalo gue jadi lo, gue bakal lebih egois lagi."
"Bukannya selama ini gue udah egois?"
Riki menaikkan sebelas alisnya, membuat gestur bertanya yang untungnya dapat ditangkap baik oleh temannya.
"Nggak apa-apa. Lupain aja," ucap Jean sembari menarik kakinya dari paha Riki.
"Tubuh lo milik lo, Je! Lo tahu itu' kan?" Riki mencoba memancing.
"Ya emang," jawab Jean spontan.
"Kalo lo tahu, kenapa lo biarin orang lain ngambil alih kebebasan lo?"
"Maksudnya?" demi Tuhan, Jean tak paham.
"Lo sadar nggak, sih? Baru beberapa hari lo balikan sama dia, tapi lo udah dikuasi banget sama dia. Lo udah nggak sebebas itu. Lo terikat. Dan ikatan itu buat lo gak bisa bebas gerak."
Jean tidak membalas dan tidak pula menyangkal. Karena apa yang dikatakan Riki adalah kebenaran.
"Lo bisa nolak. Itu hak lo karena ini tubuh lo."
Gak semudah itu, Ki.
"Jangan karena pengen dia bahagia, lo jadi kehilangan bahagia lo. Jangan sampe lo jadi kayak gitu, Je," Riki mulai bangun dari duduknya.
Dapat Jean lihat Riki tengah membereskan barang-barangnya. Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Mungkin kali ini Riki lebih memilih pulang dibanding harus menginap di rumahnya. Entah karena belum izin pada orang rumah atau karena masih kecewa padanya. Jean tak tahu.
"Cinta gak se-sederhana kayak di film-film yang lo liat dia bahagia lo juga ikut bahagia. Cinta gak se-sederhana itu, Je."
Tanpa berpamitan atau bahkan menengok pada Jean, Riki keluar dari kamar. Membiarkan Jean terhanyut akan apa yang ia ucapkan. Tidak ada maksud lain, Riki hanya ingin Jean cepat sadar bahwa Satya tidak sebaik yang ia kira. Bahwa Satya hanya memberi bahagia semu yang mengantarkan rasa sakit diujung bahagia itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth | Sungwon
FanficApabila dijelaskan secara mendalam, Hiraeth dapat diterjemahkan sebagai kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia dan rasa ingin pulang ke rumah. Namun, Hiraeth sendiri memiliki banyak makna. Salah satunya ialah perasaan rindu terhadap rumah...