Seminggu berlalu sejak acara main ke pantai, tapi Jean masih bisa merasakan euforia yang tertinggal. Meski hari ini adalah hari Senin, pun setelah istirahat akan ada pelajaran matematika dan ekonomi, namun Jean tak merasa keberatan.
"Sendirian aja, dek?"
"Duk dak dek duk dak dek. Ta timpuk pake sepatu baru, mau?"
Jean berlagak seolah hendak melepas sepatunya. Namun, orang di depannya sudah menahan kedua lengannya terlebih dahulu.
"Kak Azka! Gue lagi nggak mau diajak ribut dulu ih!"
"Ohh, ya udah."
Jean melongo. Tumben sekali si Azka ini mau mengalah padanya. Lalu, tiba-tiba matanya membulat marah ketika sepatu barunya diinjak halus oleh sepatu kotor milik Azka.
"Kenalan," ucap Azka cengengesan dan berlari pergi menghindari amukan kucing garong yang ia usik ketenangannya.
"DASAR ORANG TUA!"
Pekikan Jean membuat seisi kantin hening. Jean yang menyadari semua pasang mata melihat dirinya pun mendelik sinis, "APA LIAT-LIAT?"
"Kenapa?"
Riki datang dengan membawa dua mangkuk bakso. Mengernyit heran melihat temannya seperti baru kerasukan. Rusuh.
Jean yang melihat makanan yang dibawa Riki pun tersenyum cerah. Sudah lama sekali dia tidak memakan bakso.
"Maaci, Kiki~"
"Hm."
Mereka makan dengan tenang. Tak lama kemudian Sean datang dengan setumpuk buku di tangan.
"Apaan tuh?"
"Buku."
Jean mendelik sinis. Sean kalau disiram air bakso bakal marah gak, ya? Greget dia tuh. Orang-orang juga pada tahu kalau itu buku.
"Buku kelas sebelah, elah. Gue disuruh anterin kesana sama pak Darus. Tapi, ntar aja dah pas udah bel masuk. Biar bisa caper gituh," jelas Sean ketika menyadari tatapan maut dari Jean.
Jean hanya mengangguk paham. Ia kira Sean jadi korban bully terus disuruh ngisiin tugas temen-temen sekelas. Pas dipikir-pikir lagi, sih, emang nggak mungkin kalau Sean dirundung. Setara keluarganya Sean 'kan punya image bagus di mata semua orang. Ayahnya dokter, ibunya bidan, kakaknya sendiri adalah alumni sini. Mustahil ada yang nyari perkara dengan ngebully Sean. Beda kasusnya sama dia. Orang-orang punya banyak alasan buat ngucilin dia.
"Mikirin apa?"
Seperti tertarik ke dunia nyata, Jean tersentak lalu menggeleng pada Riki.
"Lo akhir-akhir aneh."
"Hah? Gue?" Jean menunjuk dirinya sendiri. Dibalas anggukan dari Sean maupun Riki, "aneh gimana?"
"Lo akhir-akhir ini sering hilang fokus. Sering ngelamun juga," Sean menjawab sembari menyeruput teajus milik Jean.
"Gak papa. Oh iyya! Taruhan kita gimana?"
Sean tahu Jean tengah mengalihkan topik pembahasan. Berbeda dengan Riki yang nampak antusias ngebayangin temannya jadi ketos di sekolah. Nanti dia punya temen aparat osis. Keren.
Oh iya, Sean ada diperingkat keempat di kelasnya. Membuatnya menjadi kalah dalam taruhan dan harus mulai merancang rencana pencalonan ketua osisnya dari sekarang.
"Lo deketin aja bang Reyhan. Dia kan osis nih, siapa tau lo bisa jadi ketos jalur orang dalam."
Usulan itu membuat Riki merasakan jambakan kuat di rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth | Sungwon
FanfictionApabila dijelaskan secara mendalam, Hiraeth dapat diterjemahkan sebagai kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia dan rasa ingin pulang ke rumah. Namun, Hiraeth sendiri memiliki banyak makna. Salah satunya ialah perasaan rindu terhadap rumah...