"Aku kira aku adalah manusia paling beruntung karena menemukanmu secara cuma-cuma. Aku begitu mempercayaimu dengan sangat, pun dengan usaha memberi rasa kasih yang ku kira dapat membuat hatimu menghangat.
Namun, ternyata aku salah.
Aku lupa bahwa manusia terlahir begitu serakah. Hanya saja, aku tidak tahu jika kamu adalah salah satu dari manusia serakah itu.Kamu, orang yang paling ku percaya di dunia ternyata menjadi pelaku utama pemberi luka.
Ya. Dunia dan segala isinya hanyalah sebuah mainan tak berguna bagi beberapa manusia lainnya.
Dan aku adalah salah satu dari sekian banyaknya mainan tak berguna itu. Mainan sampah yang tak ternilai harganya dimatamu"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.___ ⋆。˚___
"Hartanto?"
"Jean? Ngapain lo di sini? Terus itu mata lo kenapa dah bisa bengkak gitu? Disundut lebah lo?"
"I-iyya, mhhehe. Kesengat lebah. Eh, Tanto ngapain di sini?"
"Gabut aja, sih. Gue duduk di sini, ya?" pinta Hiro sembari duduk di samping Jean.
Jean hanya mengangguk pelan. Sebenarnya, ia tak menyangka akan bertemu Tanto- eh, Hiro di sini, di pinggir danau yang jauh dari kata tenang. Ramai sekali celotehan anak SD yang tengah bermain air lengkap mengenakan seragam sekolahnya. Jean tebak, sebentar lagi akan ada ibu-ibu bawa rotan yang ngamuk karena anaknya malah nyimpang buat main air di danau.
Sejenak, Jean tertawa. Dulu, ia pernah dimarahi ibunya karena bermain ke sungai bersama Sean tanpa memberi kabar orang rumah atau bahkan mengganti seragam. Kupingnya panas sekali karena ditarik sang ibu. Ayahnya hanya menonton sembari mengompori. Bersamaan dengan kencangnya tarikan pada kupingnya, semakin kencang pula suara tangisnya meminta pengampunan.
Dulu, yang Jean tangisi hanya seputar PR perkalian matematika, waktu mainnya yang selalu dikacau ibunya, serta susu milo yang akan disita setiap Jean melakukan kenakalan.
Tapi, semuanya berubah dalam sekejab. Ketika Jean kecil berada di bangku kelas 5 SD, tepatnya ketika sang ayah pulang larut malam, dengan harap akan mendapat sambutan tapi ternyata malah berakhir pertengkaran.
Sepintar apapun ayahnya menyembunyikan perselingkuhan, ibunya ternyata cukup pintar menjadi detektif dadakan.
Sebenarnya, jauh sebelum pertengkaran besar-besaran pada malam itu, kedua orang tuanya memang selalu bertengkar. Jean yang masih kecil tidak bisa melakukan apapun selain bersembunyi di kamar. Jika saja ia tahu bahwa keributan malam itu akan menghasilkan perceraian, mungkin saja Jean kecil akan berlutut dan memohon agar keduanya tetap tinggal. Ya. Mungkin saja, bukan?
"Tanto-"
"Hiro. Nama gue Hiro, astaga Jean," potong Hiro ketika namanya lagi-lagi salah disebutkan Jean.
"Minta maaf, hehehe. Nama lo lebih cocok Tanto daripada Hiro," elak Jean menghadirkan dengusan sebal dari lawan bicaranya.
"Jean," panggilan dari Hiro hanya dibalas Jean dengan gumaman.
"Lo tahu 'kan kalo nggak ada satu pun orang di dunia ini yang berhak dapet kepercayaan dari lo?" Hiro melirik Jean dengan ekor matanya, ingin melihat reaksi anak itu terhadap ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth | Sungwon
FanfictionApabila dijelaskan secara mendalam, Hiraeth dapat diterjemahkan sebagai kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia dan rasa ingin pulang ke rumah. Namun, Hiraeth sendiri memiliki banyak makna. Salah satunya ialah perasaan rindu terhadap rumah...