Penghujung hari hampir berlalu. Dengan balutan hoodie biru tua miliknya, Jean hendak pergi ke cafe tempat ia dan Reyhan akan bertemu. Jam masih menunjukkan pukul 2 siang. Jean sengaja datang lebih awal karena ingin mampir sebentar ke taman untuk mencari udara segar. Namun, cuaca hari ini begitu panas. Membuatnya senantiasa memegang minuman boba sembari mengipas-ngipas muka. Agak menyesal memilih hoodie. Baju tebel bikin gerah body.
Matanya teralihkan pada kursi kosong di dekat pohon mangga. Lucu sekali. Sembari rehat bisa sekalian ngadem, pikirnya.
Ia hampiri kursi itu. Duduk dengan tenang dan meminum boba yang sudah kurang manis karena es batunya mulai mencair. Matanya senantiasa menatap lalu lalang orang yang sama-sama tengah bersantai.
Hp-nya berbunyi, nama Reyhan tertera sebagai pengirim. Mengatakan keterlambatannya karena suatu hal.
Jean tidak marah. Ia malah akan marah jika tahu Reyhan terlalu memaksakan diri untuk pertemuan ini.
Dugh!
Ia alihkan pandangan pada anak kecil yang baru saja terjatuh karena terus berlarian. Pasti sakit sekali. Bunyi dughnya terdengar keras sekali.
Ia hendak menolong sebelum dua sosok muncul dengan tergesa-gesa. Yang satunya pria, menggendong si anak yang tengah menangis sembari mengadu lirih. Sementara yang satunya wanita, tengah mengusap-ngusap punggung kecil yang bergetar sembari terisak pelan. Agaknya anak itu sudah mulai tenang. Tangisannya mulai tak terdengar. Membuat Jean yakin bahwa kedua orang itu adalah orang tua si anak. Mengetahui hal itu, hati Jean merasa hangat.
Dulu, ia pernah ada diposisi itu. Posisi menjadi prioritas ayah dan ibu. Amat disayangi, amat dijaga sepenuh hati. Sembari memejamkan mata, ia berdo'a. Semoga di luaran sana, tidak banyak anak yang memiliki nasib yang sama seperti dirinya.
Jean sendiri sadar, beberapa anak terlahir di keluarga yang berantakan. Beberapa lagi terlahir di keluarga yang berkecukupan. Ada pula yang terlahir tanpa mengenal keluarganya sendiri.
Jika ada yang sehat, maka ada yang sakit. Jika ada yang bahagia, maka ada yang sengsara. Jika ada yang hidup, maka ada yang mati.
Terdengar kejam namun begitulah kehidupan.
Tapi, roda kehidupan yang berputar itu memang benar adanya.
Kemarin mungkin cukup sulit. Tapi, bukan berarti hari ini akan bertambah rumit. Bisa saja kebahagiaan datang dan membuatnya melupakan rasa sakit.
Jika iya ada pelangi setelah hujan, maka akan selalu ada asa yang bisa ia gapai di ujung penantian.
Jean yakin, setiap yang bernyawa akan mendapat bahagianya entah kapan dan entah siapa perantaranya.
Dulu, Jean sering sekali berpikir untuk menyerah dan mengakhiri hidupnya. Namun, ia tersadar. Semua orang punya porsi suka dukanya masing-masing. Semua orang adalah tokoh utama di ceritanya masing-masing. Bumi hanya satu tapi ia bukan satu-satunya. Di luaran sana, terdapat banyak tangis yang tak bisa ia lihat. Di luaran sana, terdapat banyak duka yang tak bisa ia jumpa. Jean tidak sendirian. Ia bukanlah manusia paling menderita di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth | Sungwon
FanficApabila dijelaskan secara mendalam, Hiraeth dapat diterjemahkan sebagai kata yang menggabungkan rasa kerinduan, nostalgia dan rasa ingin pulang ke rumah. Namun, Hiraeth sendiri memiliki banyak makna. Salah satunya ialah perasaan rindu terhadap rumah...