Ada yang mulai mepet lagi nih guys. Jangan lupa vote dan komen ya guys :)
GAYA
Merayu Mama.
Mama sedang menata piring di atas meja saat saya membuka pintu. Hingga dia menghentikan aktivitasnya, lantas melihat saya dari atas sampai bawah.
"Kok cemberut?"
Ucapan itu membuat mood saya kian memburuk. Tidak bisa dipungkiri, kejadian tadi pagi di dapur kosan membuat saya menjadi orang yang pelit seyum, bahkan hingga malam ini.
Tanpa menjawab pertanyaan itu, saya menarik kursi, lantas duduk di hadapan Mama. "Lagi males aja, Ma."
"Males kenapa?" Mama menuangkan air ke dalam gelas. "Nih, minum dulu."
Saya menarik gelas berisi air, lantas menyeruputnya dalam waktu beberapa detik saja. "Ya, biasalah. Anak muda."
"Soal Meta?" Mama menelengkan wajah. "Seharusnya kamu senang dong. Kan seharian ini kalian main bareng."
"Itu masalahnya ...." Saya mencawil kerupuk udang, yang selalu nggak pernah ketinggalan di meja makan. "Tadi pagi, Gaya nggak jadi jalan sama Meta. Meta ada janji sama cowok lain. Akhirnya, Gaya main deh sama temen-temen."
Mendengar ucapan itu, Mama malah terkekeh. "Jadi ceritanya, kamu teh keduluan?"
"Ya, begitulah."
Mama ikut duduk di hadapanku. Sekarang, dia membuka piring yang tertelungkup. Menyentong nasi dua kali, lantas menyodorkannya kepada saya. "Mending makan dulu, Gay. Kalau pun mau galau-galauan, setidaknya kamu teh punya tenaga."
Saya melirik nasi yang mengepul di dalam piring. Dari tadi pagi, saya bahkan lupa makan nasi. Saya malah menghabiskan tiga gelas kopi saat nongkrong bersama Abar dan Wastra.
"Makasih, Ma." Saya menarik piring, lalu mulai bergerilya mengecek lauk yang tersedia. Saya melihat makanan yang dibungkus daun pisang, sepertinya pepes. Ada gepuk, tumis genjer, sambal tomat, juga kerupuk yang sempat saya makan tadi. "Malam ini makanannya kok lebih mewah."
Mama ikut mengambil nasi untuk dirinya sendiri. "Lagi pengin nyoba-nyoba saja. Udah lama pisan Mama nggak masak banyak."
"Kalau ini pepes apa?" Aku mengambil satu pepes dari piring.
"Pepes tahu," jawabnya.
"Oh ...." Saya membuka daun pisang dan mencium aromanya. "Uh, kayaknya enak."
"Pasti dong. Euweuh anu bisa meragukan masakan Mama!"
Mama saya memang istimewa.
"Mama bisa bantu Gaya?"
"Bantu apa?" Mama melirik dengan curiga. "Jangan aneh-aneh ah, Gay. Mama mah takut."
"Enggak!" Saya terkekeh pelan. "Soal Meta."
"Ada apa sama Meta?" Mama berbicara dengan mulut menyembul-nyembul.
"Kalau Meta saya ajak ke sini gimana?" Kedua alis saya terangkat. "Dia lagi belajar masak. Gimana kalau Meta belajar masak bareng Mama. Mama kan jago ...."
"Modus!" Mama menggeleng. "Belum kapok juga? Kan udah keduluan?"
"Keduluan bukan berarti harus nyerah, Ma." Saya menatapnya penuh harap. "Ya, ya? Meta pasti seneng kalau dia bisa belajar masak bareng Mama."
"Iya, boleh ...."
"Yes! Sebentar lagi, Mama akan punya calon menantu yang jago masak."
Mama mencebik. "Ngomong doang, kamu mah, Gay. Ngomong soal calon menantulah, apalah. Kerjaan aja belum mapan. Lagian, emang beneran mau cepet nikah? Dari dulu, kamu selalu nolak kalau Mama kenalkan sama anak teman-teman Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORGAYA (Segera Terbit)
ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA YA GUYS 😘] **** "Saya Gaya!" Itu ucapan pertama cowok tengil yang tengah berdiri di hadapan pintu kosan. Tentu aku mengerutkan kening. Gimana mungkin ada cowok berkeliaran di kos-kosan khusus perempuan? Aku yang kabur ke Bandu...