Ruangan apartemen masih sama seperti dulu. Belum sempat aku membereskan apa pun di sini. Laptop masih terbuka, beberapa pakaian masih berserakkan, selimut juga masih belum dilipat. Huh, kasihan sekali ruangan seindah ini harus terbengkalai selama beberapa minggu aku di Garut.
Aku membereskan barang-barang. Setelah berbagai proses yang dilalui ini, sudah saatnya aku untuk pulang. Benar-benar kembali ke rumah dan menemani Bapak. Sudah cukup aku ada di Bandung. Lagian, aku sudah banyak menemukan hal baru di sini kan?
Aku menemukan arti merindukan. Sebenci-bencinya aku ke Bapak, pada hakikatnya aku tetap merindukannya.
Aku menemukan diriku yang rapuh. Di balik akun media sosial yang sering berbagi motivasi, aku adalah orang lemah yang bahkan nggak bisa menghadapi ucapan netizen.
Aku menemukan cinta dan ketulisan. Di Bandung, aku bisa bertemu berbagai pengalaman di tempat-tempat baru, termasuk pengalaman bertemu orang baru. Gaya salah satunya. Gaya adalah orang baru yang sekarang jadi orang yang paling berharga.
Selain itu, ada hal yang lebih penting. Aku menemukan kehidupan. Aku yang awalnya merasa terkungkung, sekarang sudah bisa menghirup udara segar. Tampaknya Bapak belajar memahamiku. Begitupun aku, aku juga belajar memahaminya.
"Met udah?"
Pintu apartemen terbuka.
"Udah, Gay." Aku tersenyum. "Tapi bentar deh. Aku lupa sesuatu."
Gaya mengangguk.
Aku membuka ponsel, kemudian membuka aplikasi instagram. Aku kembali sign in di aplikasi itu. Kembali membuka akun yang aku nonaktifkan untuk sementara. Setelah layar terbuka, terdapat ratusan DM dan notifikasi yang tentu belum kubaca.
Tanpa membuka itu semua, aku memilih menggulirkan tangan ke sebelah kiri, hingga muncul fitur story.
"Hai semua. Apa kabar? Aku kembali."
Send!
Tulisan itu terkirim di story. Rasanya lega. Aku sudah bisa berdamai dengan semua yang terjadi beberapa minggu ini. Mulai dari sekarang, aku akan lebih bijak di media sosial. Aku memang nggak bisa memuaskan semua pihak. Tapi masih ada orang yang membutuhkanku. Dari sana, aku sadar jika aku sudah diberikan peran yang cukup baik oleh Tuhan.
"Yuk!" Gaya muncul lagi dari balik pintu.
Aku mengangguk.
Gaya masuk, membantu membawa koper, sementara aku menjinjing tas berisi laptop dan peralatan syuting.
Saat melangkah di lorong-lorong apartemen, aku menengok ke belakang. Terdapat Praha yang berdiri di depan pintu, mengamati kami berdua. Aku menyunggingkan senyum. Begitupun dia. Dia tersenyum sekilas.
Takdir memang nggak bisa ditebak. Dia yang awalnya kunanti sebagai lelaki yang akan selalu bersamaku, ternyata hadir untuk sebatas singgah.
"Met." Gaya mengaketkanku.
"Ya?"
"Ke rumah saya dulu ya. Mama mau nitip masakan buat calon besannya."
Perkataan itu membuat aku tertawa. Entahlah, ucapan Gaya selalu terdengar becanda. Tapi aku yakin, itu adalah salah satu ucapan serius yang pernah kudengar dari mulutnya.
***
TAMAT
***
Yeaaaah! Sebenarnya sedih sih karena ceritanya udah tamat. Tapi nggak apa-apa. Setiap awal harus selalu ada akhir kan? Nah, buat pembaca setia METAFORGAYA, aku mau minta pendapat kalian soal METAFORGAYA.
Menurut kalian, METAFORGAYA itu gimana?
Pendapat kalian sangat ditunggu untuk perbaikan. Aku nggak keberatan kalau kalian kritik juga. Nanti bisa jadi bahan evaluasi di versi buku. Tulis pendapat kalian di komentar yaaa.
Sampai ketemu di novel aku selanjutnya guys.....
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORGAYA (Segera Terbit)
ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA YA GUYS 😘] **** "Saya Gaya!" Itu ucapan pertama cowok tengil yang tengah berdiri di hadapan pintu kosan. Tentu aku mengerutkan kening. Gimana mungkin ada cowok berkeliaran di kos-kosan khusus perempuan? Aku yang kabur ke Bandu...