BAGIAN 18

521 121 45
                                    

Yeah, update nih guys. Sttt, ada yang pedekatean, tapi udah bikin kesel. Jangan lupa vote dan komen yaaaa. Selamat membaca :)

***

META.

Jalan Lagi

"Suka?"

Aku yang sedang menikmati warna-warni bunga yang ada di sekeliling mengangguk pasti. Sungguh, aku nggak nyangka jika Praha akan mengajakku ke tempat ini. Tempat, yang menurutku luar biasa indah.

"Syukurlah," ucap Praha lagi. "Sini deh ...."

Praha menarik tanganku. Sementara, aku membeku mendapati aktivitas itu. Aku masih ingat saat tanganku ditarik Gaya di Taman Tegalega. Sekarang, jari-jemari ini digenggam oleh seorang lelaki yang dulu aku idam-idamkan.

Praha menarikku ke sebuah saung, atau lebih tepatnya, gazebo. Saung itu dikelilingi Bunga Begonia yang merupakan ikon di taman ini. Selain bunga tersebut, ada bunga-bunga seperti Bunga Selvia, Geranium, juga beberapa tanaman yang tidak aku ketahui namanya.

"Adem ya?" Praha buka suara lagi.

"Banget!" jawabku tegas. "Ngomong-ngomong, kenapa kamu ajak aku ke sini?"

"Aku sengaja ngajak kamu main. Selain karena hari ini aku libur, aku ingin kembali pendekatan sama kamu. Kegiatan semalam rasanya kaku banget. Aku nggak tahu kamu mikirin apa. Jadinya, aku berinisiatif untuk ngajak kamu ke sini."

Aku mengangguk-angguk.

"Eh, nomor HP-mu mana?" Praha mengeluarkan ponsel. "Masa aku harus ngehubungin Sandrina terus tiap ada perlu sama kamu. Kan nggak enak. Dia juga pasti sibuk."

Aku diam sejenak saat permintaan itu terlontar. Ada perasaan ragu di sana. Tapi aku segera menepis semua perasaan itu. Praha adalah cowok yang kuimpi-impikan. Sudah sewajarnya aku memberikan nomor HP kepadanya. Gaya saja tahu nomor HP-ku. Masa Praha enggak?

Aku mengambil ponsel yang Praha sodorkan, lantas menuliskan nomor dan menyimpannya dengan sigap.

"Makasih ya, Met." Praha terlihat senang.

Mendapati Praha berucap dengan nada ceria begitu, mataku terpaku terhadap wajahnya. Senyum itu, wajah bersih itu, rambut rapi dan klimis itu, semua yang terlihat membuatku terpana. Ah, Praha. Apakah kehadiranmu memang sebuah jawaban?

"Met, kamu harus tahu satu hal." Praha terlihat bersemangat. "Kalau suatu hari Bapakmu merestui hubungan kita, aku mau nikah secepatnya. Kamu nggak keberatan kan kalau nikah muda?"

Pertanyaan itu membuatku sempat seperti patung, tapi kemudian, terbit senyum lebar. "Kamu nantangin? Bukannya dari dulu aku sudah ngasih tahu kamu kalau aku lebih senang menjalani hubungan yang serius? Ya, maksudku, aku bukan tipe orang yang senang bermain-main. Nggak menutup kemungkinan kalau memang kita berjodoh."

Praha mengangguk-angguk. "Kali aja kamu berubah pikiran."

"Enggaklah." Aku mengangguk-angguk.

"Sini deh, tangan kamu ....." Praha menarik jari-jemariku. Dia mengusapnya pelan, Mirip seperti peramal yang sedang ingin mengetahui masa depan seseorang. "Pas banget nih!"

"Pas apanya?" Keningku mengerut.

"Yang aku lihat dari tangan ini, Bapakmu akan segera merestui kita kalau kamu pulang."

Ucapan itu membuatku sedikit bingung. Sampai aku tersadar dan menarik tanganku buru-buru. Dadaku mendadak berdetak tak keruan. "Aku nggak yakin."

"Kenapa nggak yakin?"

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang