BAGIAN 20

548 117 21
                                    

Agak panjang nih part ini. Selamat menikmati guys. Jangan lupa vote dan komen :)

***

META.

Masak Bareng

"Met, ingat ya, sebahagia apa pun kamu di sini, kamu harus ingat bapakmu. Jangan sampai kamu melupakan semua hal yang udah dia kasih," kata Sandrina saat di stasiun.

Aku mengangguk. "Iya Ibu Sandrina. Aku nggak sejahat itu kok."

"Telepon dia sesering mungkin! Jangan cuma di mulut doang!" tegasnya.

Belum sempat aku menjawab ocehannya, dia buru-buru merengkuhku. Aku merasakan kehangatan yang lebih. Ah, aku tahu, meski dia bawel, tetapi dia adalah teman, manager, sekaligus motivatorku yang paling nyata. Hanya dia yang berani ngomong apa pun kepadaku di luar Bapak.

"Selain itu, kerjaan juga harus beres. Ngedit sendiri itu ribet. Jangan leha-leha terus." Sandrina menatapku dalam. "Oh iya, aku masih dapet gaji bulanan kan?"

"Dapet dong." Aku tertawa. "Kan keuangan dan apa pun ada di kamu. Cuma ngedit video doang yang kerjaannya aku ambil."

"Eh iya. Lupa aku." Sandrina menepok jidat. "Tapi ngomong-ngomong, beneran mau kamu aja yang edit? Nggak repot kan? Aku masih berlapang dada buat bantuin editin video kamu lho. Seharusnya, semakin sini kerjaanmu semakin ringan. Atau kalau pun kamu nggak kasih kerjaan itu ke aku, seenggaknya kamu punya editor pribadi."

"Enggak repot!" Aku mendorong badannya pelan. "Udah ya, jangan ngoceh mulu. Keretanya juga udah mau jalan tuh."

"Ya udah ... bye." Sambil melambaikan tangan, dia berteriak, "Baik-baik ya kamu di sini. Jangan lupa untuk terus istigfar. Kamu sedang diperebutkan dua cowok sekaligus soalnya."

Ucapan itu membuat aku memberenggut.

Jujur, teriakkan Sandrina masih teringat hingga sekarang, saat aku sudah ada di kosan. Padahal kejadiannya sudah terjadi dua jam lalu.

Aku diperebutkan dua lelaki? Apa benar begitu?

Jangan pura-pura nggak tahu! Kamu itu pura-pura buta apa gimana? Lihat perhatian Gaya dari awal kenal. Lihat pula bagaimana usaha Praha dalam menarik perhatianmu!

Aku mengembuskan napas. Sulit juga kalau begini. Masalahnya, aku nggak berpikir akan ada di situasi ini. Dan kamu tahu? Pikiranku masih abu-abu. Aku sama sekali belum bisa memastikan seseorang yang benar-benar pas untukku. Praha lelaki idamanku dari dulu. Gaya juga cowok yang meski baru kukenal, tetapi masih bisa dipertimbangkan.

Geli! Aku sudah seperti seorang putri cantik yang diperebutkan.

Sekarang, aku memilih berjalan ke arah kaca. Melihat penampilanku sekali lagi sebelum benar-benar keluar dan bertandang ke rumah Gaya. Rumahnya sepuluh langkah doang sih dari kosan ini, tapi kok rasanya, aku seperti akan bertemu dengan pejabat negara. Padahal, aku hanya akan bertemu Gaya dan mamanya.

Penampilanku sudah terasa sopan. Kali ini, aku mengenakan kaus berlengan panjang berwarna biru muda dengan celana jeans yang didesain aga besar dari kaki. Biar nggak membentuk tubuh saat dipakai. Bagaimana pun, aku akan bertemu dengan Ibu kosku yang baik.

Lima menit selanjutnya, aku sudah ada di depan rumah Gaya. Rumah modern berwarna pink dengan jejeran bunga-bunga di halaman rumah. Tentu, sebelum aku masuk ke dalam rumah pun, Gaya menyambut. Dia membukakan gerbang depan dengan sengiran khasnya.

"Akhirnya datang juga," ucapnya.

"Nungguin?" Kedua alisku terangkat.

"Bukan lagi." Gaya menggeleng. "Asal kamu tahu, pantat saya sampai berakar gara-gara terlalu lama duduk. Terus, tangan saya sakit. Dari tadi, lihatin jam tangan mulu."

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang