META.
DARI PRAHA
"Aku bisa ngerasain apa yang kamu rasaian, Met." Praha meliriku sambil tersenyum lebar. Disusul gerakkan tangan kiri yang mengusap gundukkan tanganku di atas paha. "Aku nggak akan berhenti buat bareng-bareng terus sama kamu."
"Makasih," ucapku. "Tapi aku masih takut Bapak datang lagi, Pra. Bapak itu bukan tipe orang yang bisa diam saja. Dia pasti akan melakukan rencana lain supaya aku bisa pulang."
Kata-kata itu membuat wajah Praha semakin cerah. "Kamu masih ingat kado yang kumaksud? Sepertinya kado ini akan bikin kamu lebih tenang."
"Aku hampir lupa dengan kadonya. Kukira kadonya jalan-jalan barusan. Ternyata ada lagi?"
"Jalan-jalan di mall cuma pemanasan. Menu utamanya baru akan kamu tahu sebentar lagi." Praha mengangguk-angguk percaya diri. "Oh iya, posting foto kita di mall tadi dong. Bagus-bagus tuh."
"Eh, pos di instagram?"
"Iya. Jangan lupa tandai aku ya."
Beberapa waktu lalu, ada pertengkaran antara aku dan Praha. Masalahnya tentu saja karena aku meng-upload fotoku dengan Gaya. Dan sekarang, aku merasa bertanggung jawab untuk bisa berbuat adil. Meskipun lagi-lagi, setengah hatiku menolak.
Upload aja. Biar Praha nggak ngerasa dianaktirikan!
Lha, emang bukan anak tiri! Aku belum pernah menikah!
Percakapan fiktif antara aku dan sisi lain dari diriku itu berjalan seru. Hingga aku memiliki keputusan untuk mengunggah foto-foto kami. Kupilih beberapa foto yang dirasa bagus, lantas di-upload. Aku mengunggah foto kami tanpa caption. Bingung sekali menuliskan isi hati jika dalam keadaan seperti ini.
"Udah kuupload," ucapku. "Cek ya."
"Wih, mantappp." Praha melirikku sejenak. "Makasih ya. Akhirnya bukan hanya foto Gaya yang diupload di IG-mu. Aku juga dapat giliran."
Rasanya, aku ingin meringis. Terutama ketika melihat senyum semringah Praha. Bagaimana jika dia tahu kalau yang kulakukan barusan didasari dari rasa nggak enak? Beda dengan foto aku dan Gaya yang memang di-upload karena kemauanku. Apa Praha akan tersinggung?
Pertanyaan itu menguap lagi. Aku lebih fokus ke tempat yang sekarang sedang kulihat. Masih ingat saat pertama kali jalan bareng Praha di Bandung. Oh, ini apartemen Praha?
"Kejutannya di mana?"
"Ikut aja. Nanti, kamu juga tahu ....."
Sama seperti kegiatan sebelum-sebelumnya, aku lebih banyak mengalah ketimbang berdebat.
Praha menggandengku dengan percaya diri. Sementara, aku berjalan agak risi. Entah kenapa, ini benar-benar memuakkan.
Seharusnya kamu senang digandeng Praha, Meta!
"Yok!"
"Lho?" Aku melirik ke kamar sebelah. Aku masih ingat dengan pintu itu. Apa dia pindah kamar?
Praha membuka pintu di depan kami dengan gerakkan cepat. Seketika, aku terbelalak. Kamar itu penuh dengan cahaya warna-warni. Hiasan menempel di mana-mana. Sementara di sisi ranjang, kulihat meja dan kursi yang sepertinya sudah diatur dengan begitu baik. Terdapat pula banyak makanan di atasnya. Praha menarik tanganku untuk masuk.
"Ini semua, kamu yang nyiapin?" tanyaku dengan masih sedikit terkejut. "kamu pindah kamar ke sini?"
"Yes. Aku dibantu beberapa temanku di kantor. Mereka seneng banget karena tempat ini disiapin buat calonku." Tatapannya dalam dan tajam. "Soal kamar, kamarku masih yang sebelah. Ruangan ini .... ruangan ini bisa kamu tempati."
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORGAYA (Segera Terbit)
ChickLit[FOLLOW SEBELUM BACA YA GUYS 😘] **** "Saya Gaya!" Itu ucapan pertama cowok tengil yang tengah berdiri di hadapan pintu kosan. Tentu aku mengerutkan kening. Gimana mungkin ada cowok berkeliaran di kos-kosan khusus perempuan? Aku yang kabur ke Bandu...