10 ▪️ Garing Jeee...

16 5 3
                                    


Jika kata orang hal yang paling melelahkan dalam hidup di dunia ini adalah menunggu, maka ada hal yang jauh lebih melelahkan lagi, yakni melihat dan mengamati tanpa bisa bertindak apapun, sepanjang hari.

Lelah hati dan pikiran!

Itulah yang kini di alami Pak Broto. Hidup hanya untuk melihat, seperti berada di raga yang serupa benda mati. Syaraf-syaraf tubuhnya seperti tidak berfungsi. Jangankan untuk menutup mata, berkedip pun tak sanggup. Alhasil selama seminggu ini Pak Broto terus melek, entah bagaimana rasanya tidak merasakan yang namanya 'tidur' apalagi mimpi.

Ditangan kirinya telah tersambung selang infus yang setia menemaninya. Boro-boro mau makan, menelan ludah pun tak sanggup. Hal yang tidak atau mungkin belum, disadari oleh anak-anak para penghuni kost, Pak Broto selama ini masih sadar! Hanya tidak mampu menggerakkan tubuh, sedikitpun! Matanya masih menangkap aktivitas di depannya, dan telinganya juga masih mendengar suara-suara.

Saat kejadian malam itu, ketika mendengar Kristin membacakan lantunan syair, Pak Broto langsung seketika hilang kendali atas tubuhnya. Bahkan melirik mata pun tak sanggup, pandangannya hanya lurus kedepan seperti kosong. Satu hal yang mengganggu pikirannya, anak-anak mengatakan bahwa Pak Broto menjatuhkan buku kecil dari sakunya. Faktanya, bahkan Pak Broto sendiri belum pernah melihat bentuk buku itu.

Buku apa itu?

Entah bagaimana buku kecil itu bisa ada, tapi Pak Broto sendiri sudah tahu, siapa pelaku yang membuatnya kini hanya bisa terbaring dikasur. Apalah daya, Pak Broto sulit mengatakannya ke anak-anak, karena beliau sendiri sedang berjuang untuk mendapatkan kembali kendali tubuhnya.

Pak Broto bersyukur, anak-anak penghuni kost dapat diandalkan, mungkin beliau harus berterimakasih berulang-ulang untuk aksi Rio yang mampu mengarahkan adik-adiknya. Jika ingat anak itu, Pak Broto sadar bahwa Rio tertarik dengan putrinya. Sepertinya beliau akan mempertimbangkannya kembali kedepannya.

Mereka merawat Pak Broto dengan telaten seperti Bapak sendiri, bertanggung jawab salah satunya mengenai jam malam yang tidak dilanggar, sekaligus bagaimana cara mereka menghibur Celia yang kini jadi pendiam dari kebimbangan, agar tidak merasa sendiri. Setidaknya itu sedikit meringankan beban pikirannya.

Walau demikian, terkadang tingkah konyol anak-anak tetap tak terhindari, seperti contohnya kemarin Frans yang kebagian menemani Pak Broto. Mungkin karena kasihan Pak Broto tak pernah tidur, Frans berinisiatif membuat mata Pak Broto jadi merem, dengan menahannya menggunakan plester, yang sontak memicu amarah para kuncrit karena tindakan Frans tidak sopan kepada orang tua. Tapi Pak Broto masih berfikir positif, Frans itu sayang dengan caranya sendiri.

Lain halnya dengan Rio, disamping kekaguman atas tindakan kedewasaannya, tetaplah tak luput dari tingkah kekonyolan yang sepertinya sudah melekat didalam dirinya. Bagaimana tidak, Rio seringkali dengan santainya mengutil stok rokok di depan matanya, seolah-olah Pak Broto tidak bakalan tahu, yang dengan seenaknya mengatakan kalau Pak Broto tidak membutuhkannya, daripada mubadzir katanya. Ingin sekali rasanya mengirim sebuah jitakan ke kepalanya.

Meski demikian, hal yang paling mengganggu Pak Broto adalah jika saja Kristin yang menemaninya. Benar, bahwa Kristin yang profesinya sebagai perawat, merawat beliau dengan sangat telaten. Akan tetapi beda rasanya jika hanya ditinggal berdua dengan Kristin di kamar. Dia akan terus berceloteh, seolah tak pernah ada capeknya. Seperti sekarang ini, Kristin yang sedang bersedih memilih menemani Pak Broto dikamarnya.

Suasana yang hening dia isi dengan cerita yang isinya adalah curhatan. Dia bercerita tentang ibunya yang mengeluh tak bisa ngobrol dengan Pak Broto karena sakit, yang berujung pada omelan karena menganggap Kristin tak becus merawat Pak Broto, padahal dia seorang perawat. Ada juga curhatan tentang kegiatan tadi pagi, sehabis kerja bakti minggu pagi, snack makanannya dihabiskan oleh Rio dan Wendy, dan yang paling heboh adalah curhatan terakhir. Kristin merasa pipinya sudah tidak perawan lagi, karena Frans dengan diam-diam tanpa pemberitahuan, menciumnya saat Kristin sedang lengah.

Elegi 'Timur'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang