Seorang gadis sedang berdiri di depan pintu pagar rumah. Kedua tangannya menenteng koper besar. Cukup lama dia terdiam hanya untuk melihat-lihat rumah yang akan dia masuki. Di samping pagar terdapat plang bertuliskan,
'Kost Putra-Putri Bhinneka Tunggal Ika'.Si gadis menoleh ke kanan dan ke kiri, berharap dapat bertanya dengan seseorang yang lewat. Sore itu jalanan tampak sepi. Padahal dari kejauhan, kampung ini terlihat seperti padat penduduknya.
Tak lama kemudian terlihat dua pemuda baru keluar dari warung nasi, yang letaknya bersebelahan dengan pintu masuk pagar, membawa bungkusan makanan digenggaman mereka.
"Adek mau ngekost disini?" sapa salah satu pemuda bertubuh tinggi.
Ditatapnya si gadis dari atas ke bawah, bergaya bak detektif lengkap dengan gaya tangan di dagu. Si gadis terlihat memakai kemeja putih lengan panjang, rok hitam dan sepatu hitam, sekilas seperti karyawan yang masih training kerja. Wajahnya masih sangat muda, berambut keriting yang dikuncir serta tersemat satu pita. Bisa ditebak bahwa gadis ini berasal dari kawasan Indonesia timur, hanya saja mempunyai kulit kuning langsat, seperti ada keturunan campuran.
"Ehem ...," Pemuda yang bertubuh lebih pendek mencoba mengambil alih. "Tenang saja nona, kita hanya ingin membantu kok. Kebetulan kita juga kost disini-oh ya, sampai lupa ... namaku Wendy, temenku namanya Riyo--"
"Rio!" Sergah pemuda bertubuh tinggi tak terima.
"Namamu kan RIYONO RAHARJO, nggak usah sok keren Ria-Rio, kek nama danau tuh!"
"Ck."
Si gadis tersenyum memperlihatkan gigi putihnya, senyum yang teramat manis. Sudut pandangnya sedikit kebawah. Sekilas si gadis seperti berkepribadian kalem, pemalu dan pendiam. Namun semua berbeda setelah si gadis mulai mengeluarkan suaranya.
"Sa pu nama Kristin, Kakak. Sa dari Papua. Sa kerja di sini, baru sampai tadi pagi toh. Naik pesawat dua belas jam! Transit di Makassar sama Jakarta. Terus tadi siang sa ke Rumah Sakit 'Kasih Bunda' untuk survei tempat sa pu pekerjaan nanti jadi perawat. Sa baru lulus sekolah keperawatan di tempat sa pu daerah asal, sederajat sama SMA gitu, Kakak. Oh iya, sa juga nanti mengajar anak-anak di gereja--"
"Sebaiknya kita masuk dulu kedalam, nggak enak kalo ngobrol di luar!" Potong cepat Rio setelah menyadari bahwa tak ada tanda-tanda Kristin akan mengakhiri ucapannya. 'Gadis ini ternyata cerewet sekali', begitu yang ada di pikirannya.
Rio segera menuntun Kristin ke dalam menuju rumah Pak Broto.
"Wer.. bantu bawa kopernya!"
"Lah, KOK AKU?" Wendy yang tadinya melongo langsung nyolot begitu mendengar perintah Rio.
"Terus, sapa lagi? Situ 'kan selalu membantu cewek yang kesusahan--buruan, Wer!"
"War, wer, war, wer.. AKU PUNYA NAMA! Selalu saja seenaknya manggil nama orang!" gerutu Wendy, walau pada akhirnya tetap mengangkat kopernya, dengan berat hati.
"Heleh, gitu aja sewot. Kayak cewek PMS aja." Rio berlalu memimpin jalannya didepan.
Diperjalanan, dikarenakan halaman rumah Pak Broto cukup luas, Kristin masih banyak bertanya-tanya.
"Kak, kenapa nama kostnya Bhinneka Tunggal Ika?"
"Nanti juga tahu sendiri."
"Kakak, apa nanti kost putra dan putri dicampur? Memang boleh 'kah? Gimana nanti kalo--"
"--tidak, kost putri ada disana," tunjuk Rio ke arah pintu masuk sebelah Timur, "... dan kost putra lewat depan sana." Rio mengarahkan jari telunjuknya ke sebuah pintu pagar di sebelah Barat rumah Pak Broto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi 'Timur'
Mistério / SuspenseTimur, Barat, Utara, Selatan. Semua saling berkaitan, meskipun berjalan saling menjauh. Jika bumi itu bulat, berjalan ke arah Barat sejauh apapun tetap akan bertemu dengan arah yang sebelumnya kita anggap Timur, dan sebaliknya. Semua ada untuk salin...