2 ▪️ Mengintip Dibalik Kelam Malam

29 10 5
                                    


Subroto atau yang lebih akrab dipanggil Pak Broto, pemilik sebuah kost-kostan dikawasan pinggir Jogja. Pensiunan guru, lebih tepatnya pensiun dini, kini sedang duduk dikursi bambu diterasnya, dengan ditemani secangkir kopi susu dan camilan ringan. Diantara jari tangan kirinya memainkan batang rokok yang tinggal setengah, sedang tangan kanannya memegang ponselnya.

Mukanya masih memerah, akibat obrolan ringan dengan Kristin, si penghuni baru, tadi sore. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas Pak Broto terlihat masih syok tak berkesudahan. Bulir keringat dingin masih membasahi tubuhnya. Kristin, si gadis Papua yang Pak Broto kira seorang yang kalem, ternyata begitu berbeda setelah bicara. Cara berbicaranya yang seolah blong tanpa rem, terkesan unik sekaligus bikin pusing Pak Broto. Untung saja ada Celia, anak gadis semata wayang yang tadi mendampinginya, mengulurkan segelas air berkali-kali, karena Pak Broto berkali-kali pula terbatuk menanggapi celotehan Kristin.

Jika diingat kembali, ekspresi Rio, yang tadi mengantar tamu itu memang sedikit mencurigakan. Sepertinya memang harus membuat perhitungan dengan anak itu dilain kesempatan. Pak Broto pun menghela nafas panjang.

Tatapan matanya kini tertuju dibalik layar mencari galeri foto, mengingat kilas balik kisah beberapa tahun belakangan ini.

Bulan ini adalah tepat dua tahun kost-kostan, yang kini menjadi sumber pendapatan hidupnya, sekaligus memperingati tujuh tahunan.. mendiang istrinya.

Takdir hidup memang terkadang terkesan aneh sekaligus unik.

Tiga tahun setelah kepergian istrinya, beliau memutuskan untuk pensiun dini sebagai guru sejarah di sebuah SMP Negeri, untuk mewujudkan impian istrinya membangun kost-kostan. Dan selama dua tahun berikutnya akhirnya berhasil membangun 14 kamar kost di belakang rumahnya, masing-masing 7 kost putra dan 7 kost putri, dengan tenaga sendiri tanpa bantuan tukang bangunan, karena pada dasarnya memang Pak Broto punya keahlian di bidang itu, yang diperoleh dari pengalaman masa mudanya saat masih kuliah dengan sambilan kerja bangunan.

Kini setelah dua tahun kostnya berdiri, akhirnya semua kamar telah penuh terisi. Bukan tanpa sebab, kenapa cukup lama kost miliknya baru penuh meskipun cukup sering orang datang menanyakan kamar kosong. Itu karena Pak Broto sangat selektif dalam memilih calon penghuninya. Salah satunya adalah semua penghuni kost harus sudah bekerja dan memiliki pekerjaan berpenghasilan tetap, tidak menerima seorang mahasiswa apalagi pelajar, yang berpotensi menunggak bayaran bulanan, tetapi tidak melarang jika mereka bekerja sambil kuliah. Selain itu yang paling mencolok adalah adanya jam malam yang dibatasi, jam sembilan malam adalah batas maksimal penghuni kost di luar rumah, dan baru jam lima pagi pintu pagar akan dibuka kembali. Jika melanggar semenit saja, niscaya harus tidur diluar, tak peduli lelaki maupun perempuan. Pak Broto sangat disiplin tentang hal ini.

Nama Bhinneka Tunggal Ika dipakai karena kebetulan semua penghuni terdiri dari berbagai macam suku dan agama di Indonesia. Selain Rio dan Wendy yang bersuku Jawa, di kost Putra, ada Joni dari Sulawesi, Irsan dan Andre dari Sumatra, Wahyu dari Kalimantan, serta Frans dari Nusa Tenggara. Sedang di kost Putri, ada Ningsih dari Sunda, Cindy dan Tisya dari Sulawesi, Kirai dari Sumatra, Wulan dari Bali, Bella dari Maluku, serta terakhir Kristin dari Papua. Makin Lengkap karena agama yang mereka anut juga beragam, Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha. Indonesia banget! Bukan karena sengaja selektif untuk memilih penghuni tertentu, tapi memang begitulah keadaan yang tidak terencana.

Dibangun di lahan kurang lebih seribu meter persegi, hasil warisan satu-satunya peninggalan orang tuanya, Pak Broto membaginya menjadi tiga area.

Area pertama adalah lingkungan halaman depan rumahnya yang terletak disisi Utara, karena memang rumahnya menghadap ke arah Utara. Hanya diisi oleh taman yang kebanyakan ditanami beberapa tanaman hias, serta lahan yang cukup luas untuk memarkir beberapa mobil, seperti adat rumah Jawa pada umumnya. Area pertama adalah area bebas untuk menerima tamu penghuni kost. Ada beberapa tempat duduk disisi halaman, dan juga ada gazebo yang terletak diujung Timur halaman, karena pintu masuk halaman ada diujung Barat halaman.

Elegi 'Timur'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang