10

3K 281 19
                                    

"Gausah dibantuin aku bisa jalan sendiri!"

"Yaudah."

"Kamu sengaja ya pengen bikin aku punya utang budi?"

Lagi, setiap Tita berusaha untuk mencari perkara, Arga selalu diam dan tidak pernah mau menanggapinya seperti sekarang ini.

"Arga!"

Dan akhirnya ia melakukannya. Tita penasaran dengan reaksi Arga setelah ia baru saja mengucap nama itu. Ia jarang-jarang melakukan ini karena agak takut melihat respon Arga.

Yang lalu-lalu, Arga tidak pernah tetap diam saat Tita dengan sengaja memanggil namanya tanpa embel-embel Mas. Minimal lelaki itu akan menegurnya seperti ini: "saya bukan teman kamu dan kita gak seumuran, jadi jangan panggil hanya nama."

Tapi kali ini laki-laki itu tetap diam saja.

Kok dia gak marah kayak biasanya ya? Kalau begini kan Tita jadi penasaran dan ingin terus memperkeruh suasana!

"Radisty aja boleh manggil nama kamu sesuka hati dia."

"Saya dan Radisty seumuran, dan kami berteman."

"Oh gitu? Jadi karena itu juga dia juga boleh nelpon kamu setiap tengah malam? Karena kalian berdua itu temen dan seumuran ya?"

"Di sana masih siang hari saat di sini sudah tengah malam. Lagi pula dia hanya telpon saat terpaksa minta pendapat saya tentang prosedur medis yang urgent."

"Iya ngerti kok."

"Kalau kamu terganggu harusnya bilang."

"Rasanya kayak I have no rights to do it gak sih? Toh, suatu saat nanti kita bakal pisah juga."

Arga tidak menyahut apapun kali ini, dan Tita mendapati perdebatan ini jadi semakin seru.

"Kok diem? Bukannya kamu emang berencana begitu? Giliran cewek itu mutusin tinggal di luar negeri dan ninggalin kamu, baru kamu liat aku dan ngajak nikah. Terus, gimana kalau misalnya suatu saat nanti dia dateng lagi? Pasti kamu bakal ngebet banget kan Mas, pengen kita cepat-cepat cerai biar kamu bisa balik lagi ke dia."

"...."

"Ya aku gak masalah sih kalau kita cerai. Lumayan kan bisa dapet harta gono-gini yang gak sediki--"

Tita tersentak dan refleks memejamkan matanya saat melihat Arga mengangkat tangan dengan wajah merah padam. Tapi ketakutannya itu ternyata salah karena lelaki itu hanya bermaksud meraih kunci mobil dari atas nakas di belakangnya untuk kemudian pergi meninggalkan kamar tanpa menyangkal apapun yang telah Tita katakan.

Setelah itu terdengar deru mesin mobil yang sepertinya keluar dari garasi depan, dan Arga tidak terlihat lagi sepanjang malam sampai matahari terbit.

***

Apa yang Tita lakukan begitu mendapati seseorang yang sudah berdiri di depan pintu rumah pagi ini adalah bergegas memeluk erat sosok itu.

"Kata Arga kamu sakit, jadi Bunda dateng nengokin sekalian bawain sarapan. Gimana, udah enakan?"

"Udah enakan kok Bun, udah kuat jalan juga. Kemarin itu cuma kepleset di kamar mandi."

"Tetep aja kamu harus lebih hati-hati lagi ya sayang? Eh, Arga mana? Lagi siap-siap berangkat ke rumah sakit ya?"

Tita menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, "Mas Arganya lagi...." bingungnya itu bertepatan dengan mobil yang masuk ke pekarangan rumah."Itu dia orangnya."

"Loh? Arga nginep di rumah sakit?" Tanya Bunda, tapi keningnya terlihat tambah mengerut saat melihat Arga keluar dari dalam mobil masih mengenakan pakaian rumah. "Abis dari mana Ga?"

TitaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang