30

4.1K 206 14
                                    






"Makasih ya."

Tita turun dari dalam mobil dan tidak mendongak lagi ke belakang, jadi ia baru tau kalau Arga mengikutinya sampai lobi hotel setelah ia selesai melakukan check in di resepsionis. "Mau ngapain?!"

"Minta minum. Pinjam sebentar," ujar laki-laki itu sambil langsung meraih card key dari tangan Tita dan berjalan lebih dulu masuk ke kamar dengan nomor yang sama dengan yang tertera di kunci.

Tita menyusul masuk dan mendapati lelaki itu sedang menghabiskan satu botol air mineral yang disediakan hotel di depan westafel kamar mandi. Benaran haus rupanya.

Kemudian Tita menaruh tasnya di atas nakas sambil menunggu Arga pergi. Ia hanya mengangguk saat akhirnya Arga berucap, "saya pamit ya."

Tita lanjut mengeluarkan beberapa baju dari dalam tas dan refleks mengerutkan keningnya saat melihat Arga yang ternyata datang lagi.

Laki-laki itu kini berucap, "jujur, saya gak tau harus pakai alasan apa lagi untuk tetap di sini."

"Hah?"

"Saya gak mau ninggalin kamu sendirian."

Tentu saja Arga membuat Tita sempat bingung akan perkataannya barusan tapi sesaat kemudian perempuan itu berucap, "kamu udah gila ya? Udah nikah malah ngomong gitu!"

Arga tidak memungkiri itu, dirinya memang hampir gila.

"Balik ke rumah sakit sana, Bunda kamu pasti nyariin kalau udah bangun nanti."

Dirinya sudah gila karena berani-beraninya tetap berjalan mendekat untuk memeluk isterinya. Berani-beraninya ia mengeratkan lengannya di pinggang Tita dan membenamkan wajahnya di bahu perempuan itu.

"This not right, lepas."

"No, this is very right. A wife and husband supposed to get a hug for comforting each other. And i'm so sorry for not giving you a hug when you need it most."

"A...apa?"

"Saya gak pernah menikah lagi Tita, dan kita tidak pernah bercerai karena saya gak pernah urus perceraian kita ke pengadilan. Undangan pernikahan yang datang ke kamu itu, ulah saya. Saya sudah gak tau harus gimana lagi agar kamu mau datang ke Jakarta, untuk ketemu saya dan Ganish."

Tita mendorong Arga sampai lelaki itu melepas pelukan mereka, "kamu bikin aku takut!"

"Tita...."

"Bukan cuma kamu, tapi keluarga kamu juga bikin aku takut! Suatu saat nanti, kalau aku bikin kesalahan lagi, kalian semua bakal hakimi aku dan menggiring aku ke kematianku sendiri lagi. Aku gak bisa hidup dengan orang-orang seperti kalian."

Arga seperti termenung mendengar ucapan Tita itu. Sesaat kemudian ia meraih telapak tangan Tita untuk menggenggam dan mengecupinya seraya berkata, "how about moving to another city? Kalau kamu mau hidup jauh dari keluarga saya, kita bisa coba untuk pindah ke—"

Tita melepas tangannya dari genggaman Arga, "Boleh bahas besok aja gak? Sekarang aku capek dan pingin tidur."

Arga cepat-cepat mengangguk. "Of course, kamu butuh istirahat."

Kamar hotel ini memiliki twin bed, jadi ketika Tita sudah merebahkan diri di ranjang pojok sana, Arga bisa ikut merebahkan dirinya di ranjang satunya. Untungnya, perempuan itu sudah berhenti mengusirnya dari ruangan ini.

Arga terjaga sepanjang malam, mengamati perempuan itu yang tidur memunggunginya. Ia ikut tersentak saat beberapa jam setelahnya Tita tiba-tiba bangun dan berdiri, lalu perempuan itu berjalan dan duduk di meja rias tanpa berbicara apapun.

TitaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang