18

2.8K 314 22
                                    

Pagi-pagi Arga terbangun karena Tita tidak berada di sebelahnya. Peristiwa-peristiwa berbahaya yang sempat menimpa isterinya memang membuat Arga jadi lebih parno dari biasanya.

Dan ia langsung menjelajahi seisi rumah selama beberapa menit sebelum berakhir menemukan perempuan itu sedang memasak di dapur. Arga menarik kursi meja makan dan sekalian saja duduk diam di sana sampai ia mendapati perempuan itu terkejut ketika mendapatinya. "Seenggaknya kasih tanda-tanda keberadaan kek kalo kamu juga di sini. Aku tuh kaget tau!"

"Saya juga kaget liat kamu bangun pagi dan masak."

"Gitu? So, what kind of wife do you prefer? who greets you in lingerie every morning ones? rather than the one who cooks for you?"

"Jangan ngawur."

"Mulai sekarang aku pengen memantaskan diri. I want to be what you want."

Alih-alih menjawab, lelaki itu malah bangkit berdiri dan beranjak ke sebelahnya. "Kamu masak apa? Cara motong ayam gak begitu."

"Sebelum kamu protes, aku emang sengaja motong ayam kecil-kecil begini. Mau bikin ayam suwir daun kemangi."

Arga mengamati Tita dengan tatapan miris dan sempat menghela napas pelan sebelum berucap, "That's okay. Kamu gak perlu susah-susah buat memantaskan diri kalau memang gak sanggup."

"Maksudnya? Kamu mau bilang aku gak becus masak?"

"Kamu suwir ayam yang masih mentah, Tita. Di mana-mana disuwir pas sudah digoreng."

Bola mata Tita bergerak panik. Jadi dia salah? Sebenarnya ia juga sempat bingung, kenapa dada ayam di depannya itu lebih terlihat seperti ayam cincang ketimbang apa yang sebelumnya dia ekspektasikan. Tapi ia buru-buru mengklarifikasi dengan intonasi cukup nyaring, "everyone made mistakes!"

Arga mengangguk. "Saya aja yang lanjutin, kamu duduk aja."

"Terus kapan aku bisanya kalo kamu yang lanjutin?"

"Kamu suka masak?"

"Nope, tapi kan tadi udah kubilang mau memantaskan diri."

"You don't have to do it for me, then."

Tita cemberut dan melangkah malas ke meja makan, "iya-iya aku tau kamu pasti gak sudi buat makan masakan aku yang rasanya gak enak itu! Tapi seenggaknya aku tuh udah berusaha buat nyoba belajar masa—eh tiket pesawat siapa nih?! Kamu mau ke mana?"

Arga baru menyahut saat ia berjalan mengambil beberapa bumbu dapur dari kulkas, "itu bukan tiket pesawat, tapi undangan pernikahan yang didesain seperti tiket pesawat."

Betul juga, Tita lebih mengamati dan mendapati ucapan Arga benar. "Danang and Kavita....?mereka temen dokter kamu yang pernah ketemu di acara seminar waktu itu kan? Mereka berdua nikah? I thought they were just friends?"

"Saya juga kaget, tapi kalau dipikir lagi, it's understandable. Actually, friend is the best life partners."

"Do you think so?"

"Sometimes." Masih sambil fokus mengaduk-aduk isi teflon, Arga melambaikan tangan dan mengisyaratkan agar Tita mendekat ke kompor. "Sini cobain dulu, udah pas belum rasanya?"

Tidak ada jawaban dan Tita tidak kunjung mendekat. Saat Arga menengok ke belakang, ternyata perempuan itu sudah tidak lagi di sana.

***

Tita dapat merasakan tatapan menganalisis yang sedari tadi tidak suaminya itu lepaskan dari dirinya. Ia lama-lama sebal juga terus ditatapi seperti itu, dan akhirnya bersuara, "emangnya gak telat berangkat ke rumah sakit?"

TitaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang