5

2.6K 216 9
                                    

Hanya ada keheningan sepanjang perjalanan menuju rumah sakit sampai akhirnya Tita bersuara, "harus banget ke rumah sakit ya?"

Arga mengangguk, ia masih fokus mengemudi. "Khawatir ada tulang yang patah, harus di-rontgen."

Hening lagi. Mereka sudah sampai di rumah sakit terdekat di daerah Bintaro, dan Arga sedang mematikan mesin mobil saat Tita berucap dengan suara yang cukup pelan kali ini, "Dok, situ pernah mukul perempuan gak?"

Lelaki itu sempat terdiam beberapa detik sebelum mendongak dan menggeleng. Tita tidak menatapnya saat bertanya seperti itu barusan. Perempuan itu terus menunduk, terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Jadi kamu benar dipukulin?"

"Dok, jangan bilang-bilang ke kanjeng ratu ya? Seperti yang dokter liat tadi, Mama taunya anak gadisnya jatuh dari motor, bukan digebukin orang. Hehe."

Belum sempat Arga merespon, perempuan itu sudah bicara lagi, "saya milih jujur karena kalau liat hasil rontgent saya nanti, pasti Dokter langsung tau kalau saya bohong. Jadi jangan bilang ke Mama saya ya? Ke Mamanya Dokter juga jangan, pokoknya jangan bilang ke siapa-siapa."

"Kamu harus lapor polisi dan visum."

Dan perempuan itu justru merespon ucapannya ini dengan segera menanyakan hal lain, "Kalau seandainya memang ada tulang yang patah, gimana?"

"Biasanya akan diresepkan obat pereda rasa sakit sambil nunggu pulih sendiri. Yang perlu dikhawatirin, kalau tulang yang patah kena organ dalam."

"Oh gitu. Oke-oke, kalau gitu kita udah bisa turun sekarang ka--ADUDUUH!"

Hampir saja perempuan itu terjungkal karena rasa sakit hebat yang muncul lagi ketika ia berusaha membuka pintu mobil. Untungnya sebuah tangan refleks menarik lengannya agar tidak terjatuh, berikut Arga yang terdengar berbicara, "Kamu gak akan bisa jalan dengan kondisi begitu."

"Masa iya gitu? Padahal tadi saya masih bisa jalan sendiri lo--"

"Tunggu di sini sebentar." Ucapnya dan segera beranjak keluar mobil meninggalkan Tita. Tidak lama setelah itu Arga sudah datang lagi bersama seorang perawat yang mendorong kursi roda.

Tita bermaksud untuk berusaha dengan sekuat tenaganya agar bisa bangkit berdiri dan melangkah duduk di kursi roda, tapi Arga justru meminta izin untuk menggendongnya hanya dengan berucap, "sorry, sebentar ya."

Setelah itu sebuah tangan kekar milik lelaki itu sudah lebih dulu menggendongnya sebelum Tita sempat merespon apapun. Dan di periode sepersekian detik itu Tita merasa hatinya tersentuh, tapi lidahnya terasa terlalu kelu untuk menggumamkan terimakasih.

***

"Ini gak perlu puasa ya sebelum di X-ray?"

"Kalau cuma rontgen thorax, gak perlu."

Tita mengangguk. Ia masih duduk di kursi roda, dan sudah mengganti bajunya dengan pakaian khusus. Saat ini Arga sedang berdiri di belakangnya untuk membantu mendorong kursi roda masuk ke dalam ruangan radiologi.

Tepat setelah mereka masuk ke sana, Arga terlihat sibuk dengan ponselnya sebelum berucap, "saya tinggal sebentar ya."

Tita ingin sekali bertanya, "mau ke mana?" Tapi ia takut pertanyaannya malah membebani Arga yang sudah mau repot-repot mengantarnya ke rumah sakit. Maka dari itu ia hanya mengangguk dan menatap kepergian lelaki itu.

Untungnya pemindaian rontgen tidak memakan waktu yang terlalu lama. Tita hanya perlu bertahan untuk berdiri sebentar sampai semua tahapannya selesai, dan hasil rontgen juga langsung keluar.

TitaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang